Rabu, 16 April 2014

Doa Malaikat Kecil

Toookkk... toookkk,,, toookkk...

Assalamualaikuuummm.....*ucapku ketika masuk kedalam ruangan yang penuh malaikat...

aaakkkhhhh ibuuuuuuuuuuuuuu.... #loncat anak2 menyampiriku sambil memelukk...

bu nurul sudah sembuh??? bu nurul sudah sehat??? bu nurul apanya bu yang sakit? bu nurul nangis ga di jait kakinyaaa....

akkhhh terharu aku mendengar mereka yang antusias sekali yang mereka lontarkan kapadaku...
pagi-pagi sudah disuguhhi cerita semangat oleh anak-anak,,, aakkhh rasanya aku senang sekali hari ini,,,

tapi takku sangka  10 orang dari 25 muridku tidak bisa hadir hari ini karena sebagian mereka menderita penyakit cacar... sedih rasanya mendengar itu semua, ingin rasanya aku menjenguk satu persatu dari rumah ke rumah, tapiiii melihat situasi dan kondisi ku yang anter jemput dengan papah tak membebaskan aku untuk wara wiri kesana kemari...
cepat sembuh ya nak,, ibu selalu mendoakan kalian dari setiap doa yang ibu lontarkan untuk kalian Anak-anakku...

lihatlah awal masuk langsung narsis gini dengan anak-anak :)


i love u children :*

Selasa, 15 April 2014

Happy B'day Jagoan Bu Nurul



Happy b'day akbaaarrr.....*teriak dengan menggema...

happy brithday ya nak,, maav dihari ini tepat umurmu ke 8 tahun ibu ga masuk sekolah,,, tapi ibu selalu mengirim doa untukmuuu,,,

walaupun kamu sering mmbuat ibu jengkel dikelas, membuat kesel terus terusan tapi jujur seminggu gak ketemu kamu,, ibu kangeeennn sekalii ma kamu,,,
kamu adalah salah satu anak yang sangat perhatian dgn ibu, " ibu udah makan belum?" kata-kata itu yang selalu ia lontarkan kepadaku ketika istirahat tiba,
"ibu kok cantik bgt sih bu hari ini" guyonannya mencairkan suasana ketika aku sedang kesal,,, hahahhaaa...

happy b'day yaaahh jagoannya ibu,, semoga akbar tambah pinter dan sehat selalu,,,

muaaahh muaaahhh


i love my lil children muaaahh muaaahhh

Musibah Menjelang Petang


Bismillahirrohmannirrohim,,,,

musibah datang lagi, dan cobaan pun harus aku jalani,, ini teguran dari Allah supaya aku bisa untuk mendekatkan diri lagi dengannya,,,

tepat di hari pemilu hari Rabu, tanggal 9 April 2014, sore menjelang magrib aku kena musibah, dan yang paling lucunya,terkena didapur rumah sendiri.,, hahahaha,,,
sewaktu selesai dari kamar mandi aku beranjak untuk membuang sampah yang berada disamping kompor dapur, dan ternyata lantai yang baku lewati licin banyak serpihan minyak... sreeeeeettttttt bak bermain sky aku gubbbrraaaaakkkkk..... aku jatuh terpeleset dan teriak aaaaakkkkkkhhhhh *dengan sexy... halaaaahhh...

adikku pun loncat dengan mendengar aku teriak, diboyonglah aku dengan adikku, dan ternyata kakiku tersangkut dibawah kompor...*hadeeeehhh ruulll gak kece sekali kauuu,,, hahahaha begini lah akuuu,,, hihihiii...

lalu aku tarik kompor yang menancap dikakiku dan apa yang terjadi pemirsahhh kakiku berlumuran darah yang terus mengalir tanpa henti,,, terus menerus,...

akupun langsung lemas dan menjerit melihat kakiku sobek dan darah yang ga berhenti2,,,
akhirnya mamah langsung menyuruh sang adik menyari daun "Benahong", apa itu benahong????
menurut keluargaku daun benahong adalah daun yang sangat mujarap, bisa menyembuhkan luka apa saja, bisa dikatakan daun obat multifungsilaaahh,,, ketika ditepokkan daun itu ke bagian darah yang mengalir, alhamdulillaaahh berhenti pula darahnya,,,

***********************

ba'da magrib aku dan mamah bergegas kerumah sakit terdekat, niatnya hanya kontrol dan minta antibiotiknya saja, karna mana mungkin aku bisa tidur dengan sakit yang nyut nyutan terus menerus....
sesampainya dirumah sakit, dakter menyuruhku untuk dijahit,,, HAHHHHH??? shock dong akunyaa,,, 1 jam aku berfikir jahit atau tidak,,, dan akhirnya pilihanku adalah dijahit dengan dibius terlebih dahulu....

dan takku sangka dokter mengukir telapak kakiku dengan 8 jahitan, sungguh keren sekali, tubuh ku lengkap sudah dengan banyak tempelan2 yang dokter kasih,,, dikepala 7 jahitan dikaki 8 jahitan,, subhanallah,,,

semoga nanti jika aku melahirkan normal tanpa jahitan yaahhh,,, amiiiiiiiiiiiiiiiinn,,,,
lihatlah ketidakbisa diemnya aku pemilu menjelang magrib ini....

semoga kejadian ini yang terakhir yang saya alami... amiiinnn...

terimakasih yang tak terhingga kepada mamahku yang merawatku sampai engkau lupa makan, lupa tidur bahkan bisa jadi lupa mandi yah mah,,, hahahaha,,, thanks a lot my mom,,,
terimakasih sseorang yang pertama kali menjenguk kerumahku,yang sangat kuatir dengan keadaanku "katanya"...hahahaaa...
 terimakasih anak-anak caberawit + walimurid yang datang menjenguk dan memberi doanya...
terimakasih kepada guru-guru SDI Tahta Syajar yang sampai datang rombongan ...
terimakasih kepada ibu ibu FOMG Tahta syajar yang datang setruk "hahahahaa lebay...
terimakasih kepada kedua sepupu cantik saya anis dan qori,,,
terimakasih kepada seluruh fans club fb, twitter, blogger, instagram, path yang sudah mendoakan saya,,,

ga kebayang yah aku kalau dapet penghargaan 1 jam saja untuk berterimakasih...

terimakasih semua,,, :* muach muah

Senin, 07 April 2014

KODE ETIK GURU INDONESIA DAN DEWAN KEHORMATAN GURU INDONESIA



A.    KODE ETIK GURU INDONESIA
1.      Pengertian
Lahirnya Undang-Undang RI NO. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan tonggak yang bersejarah dalam perkembangan guru di Indonesia, sebab undang-udang telah memberikan pengakuan formal kepada guru Indonesia sebagai jabatan profesional.
Sebagai guru profesional, guru dalam bekerja dan melaksanakan tugasnya berdasarkan kode etik yang disusun dan dikembangkan oleh organisasi profesinya, dalam hal ini PGRI. Hal ini sejalan dengan BAB IV pasal 43 ayat 1 Undang-Undang RI NO.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat Guru dalam pelaksanaan tugas keprofesiannya, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
Dalam langka menegakkaan kode etik guru indonesia, membentuk Dewan Kehormatan Guru Indoneisa oleh PGRI adalah merupakan suatu keharusan. Sehingga dengan demikian dalam pelaksanaannya Kode Etik Guru Indonesia dapat berfungsi sebagai pedoman sikap dan perilaku yang bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia dan bermartabat yang dilindungi Undang-Undang.
       Menurut Ditjen PMPTK dan PB PGRI (2008) mengemukakan bahwa :
a.         Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan azas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara.
b.      Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud diatas adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama melaksanakan tugas-tugas profesinya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari didalam dan diluar sekolah.



2.      Tujuan
Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulai dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
3.      Fungsi
Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi dan pemerintah sesui dengan nilai-nilai agama, pendidik, sosial, etika dan kemanusian.   
4.      Sumpah/Janji Guru Indonesia
a.       Setiap guru mengucapkan sumpa/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berprilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
b.      Sumpah/janji guru Indonesia diucapakan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
c.       Setiap pengambilan sumpa/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
5.      Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Oprasional
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :
a.       Nilai-nilai agama dan Pancasila.
b.      Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
c.       Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intlektual, sosial, dan spiritual.
6.      Hubungan Guru dengan Peserta Didik
a.       Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b.      Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.       Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d.      Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e.       Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien sebagai peserta didik.
f.       Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tidak kekerasan fisik yang diluar batas kaidah pendidikan.
g.      Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap ganguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h.      Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i.        Guru menjunjung tinggi hargadiri, integirasi, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j.        Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k.      Guru berprilaku taat asas kepada hukum dan menjujung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didik
l.        Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertubuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m.    Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n.      Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.      Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tidakan profisionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p.      Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keutungan-keuntungan pribadi.
7.      Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa
a.       Guru berusaha membina hubungan kerja sama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b.      Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c.       Guru merahasikan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya,
d.      Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e.       Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f.       Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g.      Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi
8.      Hubungan Guru dengan Masyarakat
a.       Guru menjalain kumunikasai dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b.      Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c.       Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d.      Guru bekerja sama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
e.       Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f.       Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g.      Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h.      Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.            
9.      Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat
a.          Guru memelihara dan meningkatkan kinerja,prestasi, dan reputasi sekolah.
b.         Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif  dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
c.          Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d.         Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan di luar sekolah .
e.          Guru menghormati rekan sejawat.
f.          Guru saling membimbing antar sesama rekan sejawat.
g.         Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standard an kearifan professional.
h.         Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara professional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntunan  profesionalitasnya.
i.           Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat professional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
j.           Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama,moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan  professional dengan sejawat.
k.         Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas professional pendidikan dan pembelajaran.
l.           Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dan kaidah-kaidah agama,moral,kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m.       Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n.         Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan professional sejawatnya.
o.         Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat di pertanggungjawabkan kebenarannya.
p.         Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q.         Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
10.  Hubungan Guru dengan Profesi
a.          Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b.         Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan.
c.          Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d.         Guru menjunjung  tinggi  tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e.          Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f.          Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
g.         Guru tidak boleh menerima janji,pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h.         Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akobat kebijakan baru dan di bidang pendidikan dan pembelajaran.

11. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya
a.       Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b.      Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c.       Guru aktif mengembangkan organisasai profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d.      Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e.       Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab,inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f.       Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g.      Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h.      Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

12.   Hubungan Guru dengan pemerintah
a.       Guru memiliki komitment kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana di tetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Tentang Guru Dan Dosen, dan ketentuan perundang undangan lainya.
b.      Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
c.       Guru berusaha menciptakan, memilihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
d.      Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e.       Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian Negara.

13. Pelaksanaan
a.       Guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia.
b.      Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat , penyelenggaraan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.


14.   Pelanggaran
a.       Pelanggaran adalah prilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru.
b.      Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
c.       Jenis pelanggaran meliputi pelangggaran ringan,sedang, dan berat.

15.      Sanksi
a.       Pemberian rekomendasi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
b.      Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat a harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undagan.
c.       Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat a wajib dilaksanakan oleh organisasi guru.
d.      Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat c merupakan pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru
e.       Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, Organisasi profesi guru Indonesia, atu pejabat yang berwenang.
f.       Setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan / atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan / atau penasihat hokum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.


16.      Ketentuan Tambahan
                              Tenaga asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
                                                         
17.      Penutup

a.       Setiap guru bersungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
b.      Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukan nya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c.       Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.

B.  DEWAN KEHORMATAN GURU INDONESIA
      1. Pengertian
          Menurut Ditjen PMPTK dan PB PGRI yang dimaksud dengan :
a.       Dewan Kehormatan Guru Indonesia ( DKGI ) adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, perti bangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin dan etika profesi guru.
b.      Peraturan tentang Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah pedoman pokok dalam mengelola Dewan Kehormatan Guru Indonesia, dalam hal penyelenggaraan tugas dan wewenang bimbingan, pengawasan dan penilaian Kode Etik Guru Indonesia.
c.       Guru adalah pendidika professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidika dasar, dan pendidikan menengah.
d.      Tenaga pendidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
e.       Penyelenggara pendidikan adalah pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan formal dan setiap jenjang dan jenis pendidikan.
f.       Masyarakat adalah kelompok warga Negara Indonesia non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
g.      Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru sebagai pedoman sikap prilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga Negara.
h.      Penganan dan pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia adalah pedoman pokok dalam penanganan pelanggaran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya terhadap etika guru yang telah ditetapkan.
2.    Keorganisasian DKGI
               Keorganisasian Dewan Kehormatan Guru Indonesia merupakan peraturan atau pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari Anggaran Dasar ( AD ) PGRI BAB XVII pasal 30, dan Anggaran Rumah Tangga ( ART ) PGRI BAB XXVI pasal 92 tentang Status, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang dalam rangka penegakan Kode Etik Guru.

3.    Tata Cara Pembentukan
a.    Dewan Kehormatan Guru Indonesia berada ditingkat pusat, tingkat Provinsi , dan Kabupaten / Kota, yang dibentuk oleh badan pempinan Organisasi PGRI yang bersangkutan.
b.    Dewan Kehormatan Guru Indonesia tingkat pusat disebut sebagai DKGI, pada tingkat Provinsi disebut DGKI Provinsi, dan pada Kabupaten / Kota disebut DKGI Kabupaten / Kota
c.    Pembentukan DKGI hanya dibenarkan jika didaerah tersebut telah ada pengurus PGRI tingkat Provinsi dan kabupaten / Kota : Yang masing-masing disebut pengurus Provinsi Kabupaten / Kota
d.   Pembentukan DKGI pusat dilakukan Konferensi Pusat ( Konpus ) PGRI, sedangkan pembentukan di Provinsi dan kabupaten/kota, masing-masing melalui Konferensi Kerja Provinsi  dan atau Kabupaten/kota
e.    Untuk kepentingan pertimbangan khusus dalam mengesahkan organisasi di KGI dimaksud dari pengurus besar PGRI sebagaimana dimaksud dalam ayat d diatas, pengurus PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/kota harus mengirimkan informasi tentang :
1.   Data Organisasi dan anggota secara lengkap dan menyeluruh.
2.   Hal-hal lain yang berkaitan dengan urgensi pembentukan DKGI dimaksud.
4.         Status
a.          Status DKGI adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI, sehingga keputusanya merupakan keputusan pengurus PGRI.
b.         Status DKGI Pusat maupun Provinsi dan atau Kabupaten/kota dalam organisasi PGRI adalah sebagai otonom, dalam pengertian bahwa segala keputusan nya yang diambil tidak bisa dipengaruhi pengurus PGRI atau badan-badan yang lainnya.
c.          Untuk menjamin kenetralan sikap dan keputusan yang akan ditetapkan maka penyelenggaraan tugas dan wewenang nya harus dilakukan secara terpisah dari pengelolaan berbagai perangkat kelengkapan organisai PGRI lainnya
d.         Pengelolaan tugas dan wewenang DKGI harus terpisah dari tugas dan wewenang Pegurus Besar PGRI dan begitupun selanjutnya sampai ke Provinsi dan atau Kabupaten/kota
5.   Kedudukan
a.          Kedudukan DKGI pusat berada di tempat kedudukan Pengurus Besar PGRI dan begitupun di tingkat Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
b.         Wilayah kerja DKGI adalah wilayah kerja organisasi PGRI yang setingkat dengan tingkatan dari organisasi PGRI di maksud.
c.          Apabila pengurus PGRI Provinsi belum terbentuk dan karena itu DKGI belum bisa terbentuk maka tugas kerja daerah tersebut dijabat oleh pengurus daerah PGRI terdekat, begitupun dengan PGRI Kabupaten/ Kota.
d.         Fungsi dan tugas DKGI di tingkat cabang dan ranting PGRI menjadi tanggung jawab pengurus PGRI Kabupaten/Kota.
e.          Pelimpahan tugas sebagaimana dalam butir c diatas ditetapkan melalui surat keputusan pengurus besar PGRI khusus untuk PGRI Provinsi, dan dari pengurus PGRI Provinsi untuk PGRI Kabupaten/Kota. 

6.    Susunan Pengurus
a.          Susunan keanggotaan DKGI terdiri dari unsure Dewan Penasihat, Badan Pimpinan Organisasi, Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis, dan yang lainnya sesuai dengan keperluan.
b.         Susunan pengurus DKGI sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang bendahara, dan 5 anggota dengan jumlah seluruhnya paling banyaknya 7 orang untuk daerah.
c.          Susunan anggota DKGI terdiri dari unsure Dewan Penasihat, Badan Pimpinan Organisasi, Himpunan Profesi dan keahlian sejenis dan yang lainnya yang terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda baik profesi maupun pengalamannya misalnya pendidikan, kebudayaan, kemasyarakatan dan lainnya.
d.         Jika diperlukan maka Keanggotaan DKGI bisa saja ditambahkan sebanyak 3 orang anggota tidak tetap, yang penunjukkannya atas dasar keperluan terhadap keahlian tertentu sesuai dengan kasus atau permasalahan yang ditangani.
e.          Selama menangani masalah, maka anggota DKGI tidak tetap sebagaimana ayat (d) di atas pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anggota tetap lainnya.
f.          Masa jabatan anggota DKGI tidak tetap segera berakhir apabila masalah yang ditangani sudah selesai berdasarkan berbagai sisi norma dan ketentuan yang ada.

7.       Tata Cara Penyusunan Pengurus dan Anggota
                                                       
a.          Ketua DKGI Pusat dipilih melalui Konferensi Pusat PGRI, dan ketua di Provinsi dan atau Kabupaten/Kota melalui Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
b.         Ketua DKGI terpilih selaku formatur tunggal dan atas dasar masukan dari pengurus PGRI berkewajiban untuk segera menunjuk, mengangkat dan menetapkan sekretaris, bendahara dan anggota secara lengkap.
c.          Sebelum DKGI menjalankan fungsi dan tugasnya maka ketua DKGI memberitahukan terlebih dahulu kepada pengurus PGRI tentang susunan pengurus secara resmi dan lengkap.
d.         Penunjukan, pengangkatan dan pengesahan anggota DKGI tidak tetap dilakukan oleh ketua DKGI atas musyawarah dengan pengurus dan konsultasi dengan pengurus PGRI.
f.          Apabila salah seorang anggota DKGI meninggal dunia atau mengundurkan diri atau karena suatu hal diberhentikan sebagai anggota maka penggantiannya dilakukan oleh ketua DKGI atas musyawarah seperti ayat tersebut diatas.
g.         Pemberhentian terhadap anggota DKGI hanya dilakukan apabila yang bersangkutan dinilai melanggar aturan yang ditentukan dan tidak lagi sesuai dengan syarat-syarat sebagai pengurus atau anggota DKGI.

8.     Syarat-Syarat Pengurus dan Anggota
Syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh seseorang untuk dapat dipilih, diangkat atau ditunjuk menjadi pengurus atau anggota DKGI adalah guru dan tenaga kependidikan lainnya yang di yakini:
a.          Beriman dab taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.         Berjiwa nasionalisme yang berlandaskan Pancasila dan  UUD 1945.
c.          Memiliki kepribadian yang dapat diterima dan disegani serta memiliki kredibilitas profesi kependidikan yang cukup tinggi.
d.         Loyalitas yang tinggi terhadap organisasi PGRI, peka terhadap perkembangan permasalahan yang muncul di lingkungan kependidikan dan maupun kemasyarakatan.
e.          Menguasai masalah kependidikan, guru dan tenaga kependidikan.
f.          Bersih, jujur, adil, sabar, terbuka dan berwibawa.
9.      Masa Jabatan Pengurus
a.          Masa jabatan kepengurusan DKGI sama dengan masa jabatan pengurus PGRI yaitu selama 5 tahun.
b.         Masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat satu di atas segera berlaku setelah adanya pengesahan secara keorganisasian dari Pengurus Besar PGRI, dan pengesahan dari Pengurus PGRI yang ada pada daerah tersebut.

10.    Tugas dan Wewenang
Sesuai dengan AD PGRI BAB XVII pasal 30 ayat 2, dan ART PGRI BAB XXVI pasal 29, maka tugas dan fungsi DKGI adalah :
a.          Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan  tentang pelaksanaan, penegakan, pelanggaran disiplin organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia kepada Badan Pimpinan organisasi dan membentuknya tentang :
1)               Pelaksanaan bimbingan, pengawasan, penilaian dalam pelaksanaan disiplin organisasi serta Kode Etik Guru Indonesia
2)               Pelaksanaan, penegakan, dan pelanggaran disiplin organisasi yang terjadi wilayah kewenangannya.
3)               Pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia yang dilakukan baik oleh pengurus maupun oleh anggota serta saran dan pendapat tentang tindakan yang selayaknya dijatuhkan terhadap pelanggaran kode etik tersebut.
4)               Pelaksanaan dan cara  penegakan disiplin organisasi dan Kode Etik Guru Indonesia
5)               Pembinaan hubungan dengan mitra organisasi dibidang penegakan serta pelanggaran disiplin organisasi serta Kode Etik Guru.
b.         Pelaksanan tugas dan bimbingan, pembinaan, penegakan disiplin, hubungan dan pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia sebagaimana ayat-ayat diatas dilakukan bersama pengurus PGRI di segenap perangkat serta jajaran disemua tingkatan.
c.          Pelaksanaan tugas penilaian dan pengawasan pelaksanaan kode etik profesi sebagimana ayat-ayat diatas dilakukan melalui masing-masing DKGI disemua tingkatan organisasi.
11.  Pertanggung Jawaban
DKGI Pusat bertanggung jawab kepada Pengurus Besar PGRI melalui Kongres dan Konpus PGRI, DKRI PGRI Provisi dan atau Kabupaten/Kota melalui Konprov/Konkerprov dan Konkab/Kot di Provisi dan atau di Kabupaten/kota.

12.  Ketentuan Persidangan
DKGI pada waktu melaksanakan tugas dan fungsinya terutama tugas penilaian dan pengawasan perlu menyelenggarakan persidangan-persidangan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.          Pelaksanaan persidangan DKGI akan dianggap sah apabila dihadiri lebih dari satu perdua dari jumlah anggota.
b.         Waktu dan jumlah persidangan tergantung kebutuhan, dan dari hasil seluruh persidangan akan menjadi laporan pertanggungjawaban satu tahun satu kali dalam forum organisasi yang disebut Konpus, konkerprov, dan atau Konkerkab/kot PGRI, dan lima tahun sekali dalam Kongres dan atau Konkab/kot PGRI.
c.          DKGI dalam melaksanakan persidangan harus bersifat tertutup, kecuali apabila dikehendaki lain, dan ditentukan seluruhnya oleh DKGI itu sendiri.
d.         Ketua DKGI menjadi pimpinan siding, apabila berhalangan hadir, maka persidangan sementara ditunda.
e.          Sekertaris bertanggung jawab atas seluruh pencatatan dan pelaporan hasil siding, apabila sekertaris berhalangn bias digantikan oleh anggota yng ditunjuk pimpinan siding yang disepakati anggota yang lainnya.
13.  Keputusan Persidangan
a.          Keputusan diambil atas dasar musyawarah dan mufakat; dan apabila tidak tercapai maka pengambilan keputusan diambil atas dasar perhitungan suara terbanyak.
b.         Perhitungan suara dilakukan secara bebas dan rahasia dari setiap anggota yang memiliki hak bicara atau hak suara
c.          Keputusan yang diambil harus diteruskan ke Pengurus PGRI yang setingkat untuk segera menindaklanjuti seperlunya.
14. Garis Hubungan Kerja
a.          Garis hubungan kerja antara DKRI pusat dengan provinsi dan atau Kabupaten/Kota dalah bersifat konsultatif, pelaporan maupun pelimpahan wewenang penanganan masalah kasus pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia.
b.         Garis hubungan kerja DKGI dengan pengurus PB PGRI dan atau pengurus PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/Kota didasarkan bahwa DKGI adalah kelengkapan perangkat organisasi otonom yang dibanggakan.
c.          Keputusan DKGI harus menjadi keputrusan Pengurus PGRI, dan pengurus PGRI harus melaksanakan keputusan DKGI yang setingkat dengan pengurus PGRI.
d.         Apabila DKGI mengadakan garis hubungan kerja dengan pengurus PGRI lebih tinggi tingkatannya maka harus melalui pengurus PGRI yang setingkat dengan DKGI tersebut.
15.  Administrasi dan Pendanaan
a.       Administrasi DKGI dikelola oleh sekertaris dan tatalaksana perkantoran berpedoman/mengikuti dan ditunjang oleh pengurus PGRI
b.      Pengelola sekertariat DKGI harus bertanggung jawab atas jaminan kerahasiaan seluruh berkas-berkas persidangan dan yang lainnya.
c.       Pendanaan yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam menjalankan fungsi dan tugas DKGI menjadi tanggung jawab pengurus PGRI.


16.  Pembinan Dan Pemasyarakatan
a.         Tujuan
Meningkatkan mutu pengabadian profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mempercepat tercapainya tujuan pembangunan nasional, khususnya program pembangunan pendidikan dengan jalan:
a)            Meningkatkan permasyarakatan Kode Etik Guru Indonesia terhadap seluruh guru dan tenaga kependidikan lainnya serta masyarakat secara umum.
b)            Meningkatkan perilaku guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam pemahaman, penghayatan, dan pengamalan etika guru demi terciptanya proses pengabdian profesi kependidikan yang lebih baik.
c)            Menciptakan suasana masyarakat yang lebih kondusif, sehingga akan lebih menguntungkan dalam proses pengabdian dan penerapan etika guru.

b.         Sasaran yang Ingin Dicapai
Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam pasal 17 di atas, maka sasaran dari pembinanan dan permasyarakatan Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai berikut:
1)            Guru dan tenaga kependidikan lainnya dapat menjalankan pengabdian khususnya di bidang pendidikan dengan baik.
2)            Terjadinya pemahaman tentang etika guru bagi calon guru dan tenaga kependidikan lainnya yang berada di lembaga kependidikan.
3)            Tumbuhnya pengakuan dari pemerintah dan masyarakat secara luas akan pengabdian profesi kependidikan dan Kode Etik Guru Indonesia.

c.          Jenis Kegiatan
1)            Menganjurkan kepala pemerintah dan swasta penyelanggara pendidikan untuk memasukkan materi Kode Etik Guru Indonesia khususnya di lembaga kependidikan.
2)            Menyelenggarakan berbagai pertemuan professional secara individual kelompok maupun klasikal dalam membahas dan mengkaji berbagai aspek Etika Guru.
3)            Menyebarluaskan informasi secara tertulis melalui majalah suara guru dan yang lainnya tentang Kode Etik Guru Indonesia terhadap calon guru dan guru serta tenaga kependidikan lainnya.
4)            Menyelanggarakan berbagai kegiatan lainnya yang dinilai tidak mengikat dan dapat mencapai pemasyarakatan dan pembinaan Kode Erik Guru Indonesia baik di lingkungan kependidikan mauoun di pemerintah dan masyarakat.

d.       Materi Pemasyarakatan dan Pembinaan
1)            Kode Etik Guru Indonesia
2)            Lapal pengucapan janji dan sumpah guru dan tenaga kependidikan lainnya
3)            Hokum, aturan dan ketentuan yang ada kaitannya dengan kependidikan
4)            Status guru
5)            Materi-materi lain yang dapat dinilai menunjang terhadap tercapainya permasyarakat dan pembinaan Kode Etik Guru Indonesia

e.       Pelaksanaan Kegiatan
1)         Kegiatan permasyarakatan dan pembunaan Kode Etik Guru Indonesia dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Guru jalan bahwa pengurus pusat bertanggung jawab untuk menetapkan garis-garis besar permayarakatan dan pembinaan (GBPP) untuk dijabarkan dan dikoordinasikan pelaksaannya di daerah.
2)         Dalam melaksanakan permasyarakatan dan pembinaan seperti ayat satu di atas, maka Dewan Kehormatan Guru dapat bekerja sama dengan pengurus PGRI, mitra pendidikan, dan instansi pemerintah dan kemasyarakatan lainnya, yang pelaksaannya di bawah koordinasi Pengurus PGRI.

17. Penanganan Pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia
a.                  Tujuan
1)      Memcahkan berbgai masalah pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia baik berasal dari komponen pemerintah, masyarakat, atau guru dan tenaga kependidikan lainnya.
2)      Menengakkan kebenaran dan keadilan bagi seluruh guru dan tenaga kependidikan lainnya sebagai pelaksanaan pengabdian profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya; serta bagi seluruh komponen masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan kependidikan.
b.      Sasaran yang ingin dicapai
1)      Menangani berbagai perilaku yang menyimpang dari Kode Etik Guru Indonesia yang dilakukan oleh guru dan tenaga kependidikan lainnya sewaktu melaksanakan pengabdian profesi kependidikan.
2)      Penanganan penyimpanan seperti dimaksud dalam ayat satu di atas baru dapat dilakukan apabila terjadi pengaduan, ada permintaan dari Pengurus PGRI dan atau DKGI menduga terjadi adanya pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia.
c.       Proses Pengaduan
a)      Para pihak yang menemukan terjadinya pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia dapat mengajukan melalui surat pengaduan kepada DKGI tempat terjadinya masalah tersebut.
b)      Apabila di daerah kejadian tersebut belum ada DKGI Kab/Kota maka surat pengaduan diajukan ke DKGi Provinsi, dan apabila juga belum ada, maka bisa diajukan ke DKGI pusat.
c)      Surat pengajukan pengaduan di anggap sah apabila diajukan secara tertulis dan dilengkapi dengan berbagai identitas pengaduan yang diajukan dan bukti-bukti yang memperkuat dan menunjang terhadap pengaduan yang diajukan tersebut.
d)     Surat pengajuan pengaduan dianggap tidak sah apabila diajukan tidak dilengkapi/disertai dengan bukti-bukti yang cukup. Dan identintas yang selayaknya dijelaskan, serta waktu kejadian tersebut sudah melewati waktu dua setengah tahun lebih.
e)      Apabila surat pengaduan pertama kali bukan diterima oleh pengurus DKGI Provinsi dan atau Kabupaten/kota, maka paling lambat dua minggu setelah diterimanya surat pengduan tersebut harus segera diteruskan kepada DKGI Kabupaten/kota dimana terjadinya kejadian tersebut diajukan.
f)       Apabila DKGI dimana terjadinya kejadian pengajuan belum terbentuk, maka surat pengaduan sebagaimana ayat 5 di atas harus diteruskan kepada DKGI PGRI Provinsi, begitupun bagi DKGI PGRI Provinsi yang belum terbentuk, maka pengajuannya harus diteruskan kepada DKGI Pusat.
d.   Pengkajian
a)      Setiap pengajuan yang diajukan karena pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia harus dikaji terlebih dahulu secara berhati-hati dan seksama dengan prinsip penanganan berdasarkan azas praduga tak bersalah.
b)      Kegiatan pengkajian sebagaimana ayat satu di atas untuk tahap pertama menjadi tugas dan wewenang pengurus DKGI PGRI Kabupaten/kota dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut :
a.       Mempelajari identitas pengaduan yang diajukan
b.      Mempelajari berkas-berkas sebagai bukti tertulis yang diajukan
c) Mengambil kesimpulan sementara absah dan tidaknya surat pengaduan tersebut
d) Mempelajari masalah lebih dalam dan luas lagi, dengan cara:
1.         Mengundang pengadu dan yang diadukan secara terpisah untuk sama-sama melengkapi dan memberi penjelasan tentang duduk permasalahan sebenarnya.
2.         Mengundang saksi dari para pihak secara terpisah apabila ada dan diajukan untuk sama-sama meminta informasi dalam memperjelas masalah yang diajukan.
3.         Melakukan kunjungan ke tempat terjadinya kejadian untuk memperleh keterangan yang lebih jelas dan akurat, ataupun hubungannya dengan benda-benda atau barang-barang bukti yang sifatnya tidak bisa dipisahkan.
4.         Apabila diperlukan maka diperbolehkan mengundang pihak-pihak tertentu yang sesuai dengan masalah yang diajukan untuk dijadikan saksi ahli.
e)  Barang Bukti
a.       Pada waktu pemanggilan saksi dan kunjungan-kunjungan ke tempat kejadian, maka pada waktu itu pula dapat dimintakan untuk memperlihatkan bergabai barang bukti, dan jika diperlukan diminta persetujuan untuk membuat rekaman suara dan atau gambar.
b.      Apabila pengadu dan teradu serta saksi menolak memperlihatkan barang bukti dan pengambilan suara dan gambar sebagaimana ayat 1 (satu) di atas, maka hal ini dapat dicatat untuk dijadikan bahan pertimbangan pada waktu pengambilan keputusan.
c.       DKGI tidak berwenang melakukan penyitaan terhadap barang-barang bukti yang diajukan melainkan bisa melalui pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

f)  Kegiatan Pembelaan
1)      Pada waktu proses pengkajian dan sidang-sidang maka pihak teradu memiliki hak untuk didampingi oleh pembela.
2)      Yang dimaksud pembela adalah Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PGRI.
3)      Hak yang dimiliki tersebut harus terlebih dahulu dikemukakan jauh sebelum sidang dimulai.
4)      Mengingat sifat kejadian yang ditangan menyangkut etika guru sangat khusus dan lebih pelik, maka dibenarkan dan berhak untuk didampingi pembela dari luar dapat dipertimbangkan, apabila yang dimintakan teradu adalah pembela berasal dari luar LKBH PGRI.

g)  Penunjukan Saksi Ahli
a)         Apabila dalam penanganan kejadian pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia dimaksud diperlukan adanya saksi ahli, maka dapat dimintai kehadirannya dalam setiap sidang dalam forum DKGI.
b)         Penunjukan saksi ahli menjadi wewenang sepenuhnya dari DKGI
c)         Saksi ahli tahap pertama harus diambil dari lingkungan organisasi PGRI beserta seluruh kelengkapan perangkat organisasi, namun apabila tidak ada maka dapat diminta di luar organisasi PGRI.

h)  Kegiatan Persidangan
a)         Tata cara persidangan DKGI di daerah harus sesuai dengan tata cara yang ditentukan DKGI pusat; (tata cara ini akan diminta penjelasan dari ketua LKBH PB PGRI).
b)         Apabila teradu menginginkan bantuan dan memanfaatkan jasa dari LKBH PGRI maka LKBH PGRI tersebut harus memberitahukan kepada LKBH PGRI Provinsi dan LKBH PGRI Pusat.
c)         Apabila pengkajian telah selesai dilakukan maka sebelum diambil keputusan hendaknya LKBH PGRI diberikan kesempatan mengemukakan pendapatnya tentang kejadian yang sedang di kaji.
i)  Pengambilan Keputusan
1.         Tata cara pengambilan keputusan dalam sidang-sidang DKGI Provinsi dan atau Kabupaten/Kota harus sesuai dengan yang ditentukan DKGI pusat; (ketentuan hal ini akan minta penjelasan dari ketua LKBH PB PGRI)
2.         Keputusan yang diambil oleh DKGI dalam penanganan pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia harus menyatakan dengan jelas bersalah atau tidak bersalah bagi teradu.
3.         Keputusan sebagaimana ayat dua di atas harus dibedakan antara kesalahan ringan, sedang, dan berat.
4.         Penetapan kategori kesalahan hendaknya didasarkan kepada kriteria sebagai berikut:
a)      Akibat yang ditimbulkan terhadap kehormatan profesi, keselamatan guru dan tenaga kependidikan lainnya.
b)      Itikad yang ditunjukkan cukup baik pihak teradu dalam membantu menyelesaikan persoalan dimaksud, serta dorongan yang mendasari tumbuhnya kejadian yang bias dipertimbangkan.
c)      Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi tumbuhnya kejadian, serta pendapat dan pandangan LKBH PGRI.
j).  Pemberian Saksi
a)      DKGI merekomendasikan pemberian sanksi kepada badan pimpinan organisasi PGRI yang setingkat dengan DKGI dan diteruskan kepada PB PGRI untuk disampingkan kepada instasi pemerintah dan penyelenggaraan pendidikan.
b)      Dalam hal sanksi yang langsung berhubungan dengan keanggotaan pada PGRI , maka PB PGRI dapat mencabut keanggotaan guru atau tenaga kependidikan tersebut bila DKGI memutuskan demikian.
c)      Sanksi yang doberikan akan tergantung kepada berat dan ringanya kesalahan yang dilakukan oleh pihak tertentu.
d)     Sanksi yang diberikan bisa berupa : 1) teguran, 2) peringatan tertulis, 3) penundaan pemberian hak, 4) penurunan pangkat, dan 5) pemberhentian dengan hormat, atau 6) pemberhentian tidak hormat.
e)      Kalau keputusan oleh Instansi terkait berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak hormat maksudnya adalah dalam waktu sementara melalaui waktu yang telah ditentukan, pada masa ini diadakanya pembinaan dari pihak PB PGRI
f)       Apabila selama waktu pemberhentian sementara, tidak terjadi perbaikan-perbaikan, maka akan ditetapkan pemecatan dan pemberhentian dari anggota/pengurus PGRI, yang diikuti dengan penyampaian rekomendasi kepada instansi Departement pendidikan Nasional untuk diadakan tindakan seperlunya
g)      Keputusan tentang pemecatan dan pemberhentian tetap dikirimka kepada pengurus PGRI/DKGI PGRI Provinsi maupun PB PGRI
k). Banding
1)      Apabila kedua belah pihaak pengadu dan teradu merasa tidak puas atas keputusan yang telah ditetapkan DKG, maka keduaya bisa menyatakan untuk mengajukan banding
2)      Naik banding sebagaimana ayat satu di atas merupakan tahap awal yang harus ditunjukan kepada DKGI PGRI Provinsi, begitu pula selanjutnya bisa naik banding tahap kedua yang ditunjukan ke tingkat DKGI Pusat.
3)      Tata cara pengkajian dan pengambilan keputusan pada pelaksana siding-sidang pada dasarnya sama antara DKGI PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dengan di pusat.
4)      Keputusan yang diambil DKGI Pusat pada dasarnya merupakan keputusan final dan mengikat yang tidak bisa diganggu gugat, kecuali datangnya keputusa alin melalui kongres PGRI.
l)  Perbaikan dan Pemulihan
1)      Perbaikan dan pemulihan akan dilakukan apabila ternyata penerima sanksi dinyatakan tidak bersalah, atau telah menjalani sanksinya sesuai eputisan DKGI.
2)      Bagi pihak penerima sanksi sebagaimana ayat 1 di atas akan segera dikeluarkan pernyataan perbaikan dan pemulihan yang disertai permintaan maaf kepada penerima sanksi.
3)      Surat pernyataa perbaikan da pemulihan sebagaimana ayat 2 di atas di sampaikan kepada penerima sanksi, instansi tempat bekerja, serta kepada masyarakat secara umum.
4)      Penerbitan surat keputusan perbaikan dan pemulihan dilakukan oleh Pengurus PGRI dimana masalah tersebut ditandatangani dengan tembusan kepada pengurus PGRI yang lebih tinggi dan yang dibawahnya termasuk pula kepada DKGI yang bersangkutan
m)  Administrasi
a)      Setiap surat pengaduan dan identitas pengadu diperlukan sebagai urat rahasia dan jika dianggap perlu untuk dirahasiakan.
b)      Pemanggilan terhadap pengadu, teradu dan saksi harus dilkukan secara tertulis dan paling banyak 3 kali pemanggilan.
c)      Apabila pemanggilan sebagaimana pada ayat 2 di atas ada yang tidak datang dan tanpa alasan yang sah, maka penaganan masalah tersebut harus dilanjutkan tapa kehadiranya.
d)     Dalam hal minta keteranga terhadap pengadu, teradu, dan saksi oleh DKGI tidak diawali dengan pengambilan sumpah, akan tetapi hanya dengan surat pernyataan.
e)      Surat pernyataan dimaksudkan secara tertulis yang dibuat dan ditandatangani di atas materai yang cyukup di depan DKGI yang berisi bahwa keterangan yang akan diberikan adalah benar
f)       Apabila pihak-pihak tersebut sebagaimana ayat 4 diatas tidak bersedia atau menola atau menandatangani surat pernyataan dimaksud, maka aka menjadi catatan khusus sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan.
g)      Semua keterangan, barang buktu, dan hal-hal lainya yang berhubungan dengan siding-sidang DKGI harus di bukukan, dan didokumentasikan secara lengkap dan sempurna serta menjadi milik PGRI. Data-data tersebut sangat tidak dibenarkan untuk diketahui oleh pihak ketiga atau pihak lain, kecuali dinaytaakan lain oleh ketentuan perundang-undangan dan diminta oleh Negara.