A.
KODE
ETIK GURU INDONESIA
1.
Pengertian
Lahirnya
Undang-Undang RI NO. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan tonggak
yang bersejarah dalam perkembangan guru di Indonesia, sebab undang-udang telah
memberikan pengakuan formal kepada guru Indonesia sebagai jabatan profesional.
Sebagai guru
profesional, guru dalam bekerja dan melaksanakan tugasnya berdasarkan kode etik
yang disusun dan dikembangkan oleh organisasi profesinya, dalam hal ini PGRI.
Hal ini sejalan dengan BAB IV pasal 43 ayat 1 Undang-Undang RI NO.14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa untuk menjaga dan meningkatkan
kehormatan dan martabat Guru dalam pelaksanaan tugas keprofesiannya, organisasi
profesi guru membentuk kode etik.
Dalam langka
menegakkaan kode etik guru indonesia, membentuk Dewan Kehormatan Guru Indoneisa
oleh PGRI adalah merupakan suatu keharusan. Sehingga dengan demikian dalam
pelaksanaannya Kode Etik Guru Indonesia dapat berfungsi sebagai pedoman sikap
dan perilaku yang bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia
dan bermartabat yang dilindungi Undang-Undang.
Menurut
Ditjen PMPTK dan PB PGRI (2008) mengemukakan bahwa :
a. Kode
Etik Guru Indonesia adalah norma dan azas yang disepakati dan diterima oleh
guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas
profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara.
b. Pedoman
sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud diatas adalah nilai-nilai moral
yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh
dilaksanakan selama melaksanakan tugas-tugas profesinya untuk mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik, serta pergaulan sehari-hari didalam dan diluar sekolah.
2.
Tujuan
Kode Etik Guru Indonesia merupakan
pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi
terhormat, mulai dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
3.
Fungsi
Kode Etik Guru Indonesia berfungsi
sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas
dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orang
tua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi dan pemerintah
sesui dengan nilai-nilai agama, pendidik, sosial, etika dan kemanusian.
4.
Sumpah/Janji
Guru Indonesia
a. Setiap
guru mengucapkan sumpa/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman,
penerimaan, penghormatan dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral termuat
di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berprilaku, baik
di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
b. Sumpah/janji
guru Indonesia diucapakan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan
pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
c. Setiap
pengambilan sumpa/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan
pendidikan.
5.
Nilai-nilai
Dasar dan Nilai-nilai Oprasional
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari
:
a. Nilai-nilai
agama dan Pancasila.
b. Nilai-nilai
kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
c. Nilai-nilai
jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan
jasmaniah, emosional, intlektual, sosial, dan spiritual.
6.
Hubungan
Guru dengan Peserta Didik
a. Guru
berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
b. Guru
membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak
dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c. Guru
mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual
dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru
menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan
proses kependidikan.
e. Guru
secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha
menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan
sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien sebagai peserta didik.
f. Guru
menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan
menghindarkan diri dari tidak kekerasan fisik yang diluar batas kaidah
pendidikan.
g. Guru
berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap ganguan yang dapat mempengaruhi
perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru
secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta
didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya
untuk berkarya.
i.
Guru menjunjung tinggi
hargadiri, integirasi, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta
didiknya.
j.
Guru bertindak dan
memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru
berprilaku taat asas kepada hukum dan menjujung tinggi kebutuhan dan hak-hak
peserta didik
l.
Guru terpanggil hati
nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertubuhan dan
perkembangan peserta didiknya.
m. Guru
membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari
kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan,
dan keamanan.
n. Guru
tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang
tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan
kemanusiaan.
o. Guru
tidak boleh menggunakan hubungan dan tidakan profisionalnya kepada peserta
didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan
agama.
p. Guru
tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta
didiknya untuk memperoleh keutungan-keuntungan pribadi.
7.
Hubungan
Guru dengan Orangtua/Wali Siswa
a. Guru
berusaha membina hubungan kerja sama yang efektif dan efisien dengan
orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b. Guru
memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai
perkembangan peserta didik.
c. Guru
merahasikan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya,
d. Guru
memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam
memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru
berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan
kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f. Guru
menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi dengan
kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru
tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali
siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi
8.
Hubungan
Guru dengan Masyarakat
a. Guru
menjalain kumunikasai dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan
masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b. Guru
mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru
peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Guru
bekerja sama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan
martabat profesinya.
e. Guru
melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan
aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya.
f. Guru
memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum,
moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g. Guru
tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
h. Guru
tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat.
9. Hubungan
Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat
a.
Guru memelihara dan
meningkatkan kinerja,prestasi, dan reputasi sekolah.
b.
Guru memotivasi diri
dan rekan sejawat secara aktif dan
kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
c.
Guru menciptakan
suasana sekolah yang kondusif.
d.
Guru menciptakan
suasana kekeluargaan di dalam dan di luar sekolah .
e.
Guru
menghormati rekan sejawat.
f.
Guru saling membimbing
antar sesama rekan sejawat.
g.
Guru
menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan
standard an kearifan professional.
h.
Guru
dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara
professional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntunan profesionalitasnya.
i.
Guru
menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat
professional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran.
j.
Guru
membasiskan diri pada nilai-nilai agama,moral, dan kemanusiaan dalam setiap
tindakan professional dengan sejawat.
k.
Guru
memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan
pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas professional pendidikan dan
pembelajaran.
l.
Guru
mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dan kaidah-kaidah
agama,moral,kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m.
Guru
tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyataan keliru berkaitan dengan
kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n.
Guru
tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
martabat pribadi dan professional sejawatnya.
o.
Guru
tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar
pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat di pertanggungjawabkan
kebenarannya.
p.
Guru
tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk
pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q.
Guru
tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak
langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
10. Hubungan Guru dengan Profesi
a.
Guru menjunjung tinggi
jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b.
Guru berusaha
mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang
diajarkan.
c.
Guru
terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d.
Guru
menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e.
Guru
menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual,
dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f.
Guru
tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan
martabat profesionalnya.
g.
Guru
tidak boleh menerima janji,pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi
keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h.
Guru
tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan
tanggungjawab yang muncul akobat kebijakan baru dan di bidang pendidikan dan
pembelajaran.
11. Hubungan Guru
dengan Organisasi Profesinya
a. Guru
menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam
melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b. Guru
memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi
kepentingan kependidikan.
c. Guru
aktif mengembangkan organisasai profesi guru agar menjadi pusat informasi dan
komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d. Guru
menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan
tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru
menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk
tanggungjawab,inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan
profesional lainnya.
f. Guru
tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan
martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g. Guru
tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh
keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru
tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotan sebagai organisasi profesi tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
12. Hubungan Guru dengan pemerintah
a. Guru
memiliki komitment kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang
pendidikan sebagaimana di tetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan
Nasional, UU Tentang Guru Dan Dosen, dan ketentuan perundang undangan lainya.
b. Guru membantu program
pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
c. Guru berusaha
menciptakan, memilihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
d. Guru
tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan
pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e. Guru
tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada
kerugian Negara.
13. Pelaksanaan
a. Guru
dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru
Indonesia.
b. Guru
dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia
kepada rekan sejawat , penyelenggaraan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.
14. Pelanggaran
a. Pelanggaran
adalah prilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia
dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru.
b. Guru
yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku.
c. Jenis
pelanggaran meliputi pelangggaran ringan,sedang, dan berat.
15. Sanksi
a. Pemberian
rekomendasi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru
Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
b. Pemberian
sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat a
harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran
dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undagan.
c. Rekomendasi
Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat a wajib
dilaksanakan oleh organisasi guru.
d. Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat c merupakan pembinaan kepada guru yang melakukan
pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru
e. Siapapun
yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib
melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, Organisasi profesi guru
Indonesia, atu pejabat yang berwenang.
f. Setiap
pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan / atau tanpa bantuan organisasi
profesi guru dan / atau penasihat hokum sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
16. Ketentuan Tambahan
Tenaga
asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib
mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
17. Penutup
a. Setiap
guru bersungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode
Etik Guru Indonesia.
b. Guru
yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi
profesi guru yang pembentukan nya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
c. Dewan
Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata
melanggar Kode Etik Guru Indonesia.
B. DEWAN
KEHORMATAN GURU INDONESIA
1.
Pengertian
Menurut Ditjen PMPTK dan PB PGRI yang dimaksud dengan :
a. Dewan
Kehormatan Guru Indonesia ( DKGI ) adalah perangkat kelengkapan organisasi PGRI
yang dibentuk untuk menjalankan tugas dalam memberikan saran, pendapat, perti
bangan, penilaian, penegakkan, dan pelanggaran disiplin dan etika profesi guru.
b. Peraturan
tentang Dewan Kehormatan Guru Indonesia adalah pedoman pokok dalam mengelola
Dewan Kehormatan Guru Indonesia, dalam hal penyelenggaraan tugas dan wewenang
bimbingan, pengawasan dan penilaian Kode Etik Guru Indonesia.
c. Guru
adalah pendidika professional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidika dasar, dan
pendidikan menengah.
d. Tenaga
pendidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan.
e. Penyelenggara
pendidikan adalah pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan formal dan setiap jenjang dan jenis pendidikan.
f. Masyarakat
adalah kelompok warga Negara Indonesia non pemerintah yang mempunyai perhatian
dan peranan dalam bidang pendidikan.
g. Kode
Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh
guru sebagai pedoman sikap prilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai
pendidik, anggota masyarakat, dan warga Negara.
h. Penganan
dan pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia adalah pedoman pokok dalam penanganan
pelanggaran bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya terhadap etika guru yang
telah ditetapkan.
2. Keorganisasian DKGI
Keorganisasian Dewan Kehormatan Guru
Indonesia merupakan peraturan atau pedoman pelaksanaan yang dijabarkan dari
Anggaran Dasar ( AD ) PGRI BAB XVII pasal 30, dan Anggaran Rumah Tangga ( ART )
PGRI BAB XXVI pasal 92 tentang Status, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang dalam
rangka penegakan Kode Etik Guru.
3. Tata Cara Pembentukan
a.
Dewan Kehormatan Guru Indonesia
berada ditingkat pusat, tingkat Provinsi , dan Kabupaten / Kota, yang dibentuk
oleh badan pempinan Organisasi PGRI yang bersangkutan.
b.
Dewan Kehormatan Guru
Indonesia tingkat pusat disebut sebagai DKGI, pada tingkat Provinsi disebut
DGKI Provinsi, dan pada Kabupaten / Kota disebut DKGI Kabupaten / Kota
c.
Pembentukan DKGI hanya
dibenarkan jika didaerah tersebut telah ada pengurus PGRI tingkat Provinsi dan
kabupaten / Kota : Yang masing-masing disebut pengurus Provinsi Kabupaten /
Kota
d.
Pembentukan DKGI pusat
dilakukan Konferensi Pusat ( Konpus ) PGRI, sedangkan pembentukan di Provinsi
dan kabupaten/kota, masing-masing melalui Konferensi Kerja Provinsi dan atau Kabupaten/kota
e.
Untuk kepentingan
pertimbangan khusus dalam mengesahkan organisasi di KGI dimaksud dari pengurus
besar PGRI sebagaimana dimaksud dalam ayat d diatas, pengurus PGRI Provinsi dan
atau Kabupaten/kota harus mengirimkan informasi tentang :
1.
Data Organisasi dan
anggota secara lengkap dan menyeluruh.
2.
Hal-hal lain yang
berkaitan dengan urgensi pembentukan DKGI dimaksud.
4.
Status
a.
Status DKGI adalah
perangkat kelengkapan organisasi PGRI, sehingga keputusanya merupakan keputusan
pengurus PGRI.
b.
Status DKGI Pusat
maupun Provinsi dan atau Kabupaten/kota dalam organisasi PGRI adalah sebagai
otonom, dalam pengertian bahwa segala keputusan nya yang diambil tidak bisa
dipengaruhi pengurus PGRI atau badan-badan yang lainnya.
c.
Untuk menjamin
kenetralan sikap dan keputusan yang akan ditetapkan maka penyelenggaraan tugas
dan wewenang nya harus dilakukan secara terpisah dari pengelolaan berbagai
perangkat kelengkapan organisai PGRI lainnya
d.
Pengelolaan tugas dan
wewenang DKGI harus terpisah dari tugas dan wewenang Pegurus Besar PGRI dan
begitupun selanjutnya sampai ke Provinsi dan atau Kabupaten/kota
5. Kedudukan
a.
Kedudukan DKGI pusat
berada di tempat kedudukan Pengurus Besar PGRI dan begitupun di tingkat
Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
b.
Wilayah kerja DKGI
adalah wilayah kerja organisasi PGRI yang setingkat dengan tingkatan dari
organisasi PGRI di maksud.
c.
Apabila pengurus PGRI
Provinsi belum terbentuk dan karena itu DKGI belum bisa terbentuk maka tugas
kerja daerah tersebut dijabat oleh pengurus daerah PGRI terdekat, begitupun
dengan PGRI Kabupaten/ Kota.
d.
Fungsi dan tugas DKGI
di tingkat cabang dan ranting PGRI menjadi tanggung jawab pengurus PGRI
Kabupaten/Kota.
e.
Pelimpahan tugas
sebagaimana dalam butir c diatas ditetapkan melalui surat keputusan pengurus
besar PGRI khusus untuk PGRI Provinsi, dan dari pengurus PGRI Provinsi untuk
PGRI Kabupaten/Kota.
6. Susunan
Pengurus
a.
Susunan keanggotaan
DKGI terdiri dari unsure Dewan Penasihat, Badan Pimpinan Organisasi, Himpunan
Profesi dan Keahlian Sejenis, dan yang lainnya sesuai dengan keperluan.
b.
Susunan pengurus DKGI
sekurang-kurangnya terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang
sekretaris, seorang bendahara, dan 5 anggota dengan jumlah seluruhnya paling
banyaknya 7 orang untuk daerah.
c.
Susunan anggota DKGI
terdiri dari unsure Dewan Penasihat, Badan Pimpinan Organisasi, Himpunan
Profesi dan keahlian sejenis dan yang lainnya yang terdiri dari latar belakang
yang berbeda-beda baik profesi maupun pengalamannya misalnya pendidikan,
kebudayaan, kemasyarakatan dan lainnya.
d.
Jika diperlukan maka
Keanggotaan DKGI bisa saja ditambahkan sebanyak 3 orang anggota tidak tetap,
yang penunjukkannya atas dasar keperluan terhadap keahlian tertentu sesuai
dengan kasus atau permasalahan yang ditangani.
e.
Selama menangani
masalah, maka anggota DKGI tidak tetap sebagaimana ayat (d) di atas pada
dasarnya memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anggota tetap lainnya.
f.
Masa jabatan anggota
DKGI tidak tetap segera berakhir apabila masalah yang ditangani sudah selesai
berdasarkan berbagai sisi norma dan ketentuan yang ada.
7. Tata Cara Penyusunan Pengurus dan Anggota
a.
Ketua DKGI Pusat
dipilih melalui Konferensi Pusat PGRI, dan ketua di Provinsi dan atau
Kabupaten/Kota melalui Konferensi Kerja PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
b.
Ketua DKGI terpilih
selaku formatur tunggal dan atas dasar masukan dari pengurus PGRI berkewajiban
untuk segera menunjuk, mengangkat dan menetapkan sekretaris, bendahara dan
anggota secara lengkap.
c.
Sebelum DKGI
menjalankan fungsi dan tugasnya maka ketua DKGI memberitahukan terlebih dahulu
kepada pengurus PGRI tentang susunan pengurus secara resmi dan lengkap.
d.
Penunjukan,
pengangkatan dan pengesahan anggota DKGI tidak tetap dilakukan oleh ketua DKGI
atas musyawarah dengan pengurus dan konsultasi dengan pengurus PGRI.
f.
Apabila salah seorang
anggota DKGI meninggal dunia atau mengundurkan diri atau karena suatu hal
diberhentikan sebagai anggota maka penggantiannya dilakukan oleh ketua DKGI
atas musyawarah seperti ayat tersebut diatas.
g.
Pemberhentian terhadap
anggota DKGI hanya dilakukan apabila yang bersangkutan dinilai melanggar aturan
yang ditentukan dan tidak lagi sesuai dengan syarat-syarat sebagai pengurus
atau anggota DKGI.
8. Syarat-Syarat Pengurus
dan Anggota
Syarat-syarat
yang wajib dipenuhi oleh seseorang untuk dapat dipilih, diangkat atau ditunjuk
menjadi pengurus atau anggota DKGI adalah guru dan tenaga kependidikan lainnya
yang di yakini:
a.
Beriman dab taqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Berjiwa nasionalisme
yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945.
c.
Memiliki kepribadian
yang dapat diterima dan disegani serta memiliki kredibilitas profesi kependidikan
yang cukup tinggi.
d.
Loyalitas yang tinggi
terhadap organisasi PGRI, peka terhadap perkembangan permasalahan yang muncul
di lingkungan kependidikan dan maupun kemasyarakatan.
e.
Menguasai masalah
kependidikan, guru dan tenaga kependidikan.
f.
Bersih, jujur, adil,
sabar, terbuka dan berwibawa.
9. Masa Jabatan Pengurus
a.
Masa jabatan
kepengurusan DKGI sama dengan masa jabatan pengurus PGRI yaitu selama 5 tahun.
b.
Masa jabatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat satu di atas segera berlaku setelah adanya
pengesahan secara keorganisasian dari Pengurus Besar PGRI, dan pengesahan dari
Pengurus PGRI yang ada pada daerah tersebut.
10. Tugas dan Wewenang
Sesuai
dengan AD PGRI BAB XVII pasal 30 ayat 2, dan ART PGRI BAB XXVI pasal 29, maka
tugas dan fungsi DKGI adalah :
a.
Memberikan saran,
pendapat, dan pertimbangan tentang
pelaksanaan, penegakan, pelanggaran disiplin organisasi dan Kode Etik Guru
Indonesia kepada Badan Pimpinan organisasi dan membentuknya tentang :
1)
Pelaksanaan bimbingan,
pengawasan, penilaian dalam pelaksanaan disiplin organisasi serta Kode Etik
Guru Indonesia
2)
Pelaksanaan, penegakan,
dan pelanggaran disiplin organisasi yang terjadi wilayah kewenangannya.
3)
Pelanggaran Kode Etik
Guru Indonesia yang dilakukan baik oleh pengurus maupun oleh anggota serta saran
dan pendapat tentang tindakan yang selayaknya dijatuhkan terhadap pelanggaran
kode etik tersebut.
4)
Pelaksanaan dan
cara penegakan disiplin organisasi dan
Kode Etik Guru Indonesia
5)
Pembinaan hubungan
dengan mitra organisasi dibidang penegakan serta pelanggaran disiplin
organisasi serta Kode Etik Guru.
b.
Pelaksanan tugas dan
bimbingan, pembinaan, penegakan disiplin, hubungan dan pelaksanaan Kode Etik
Guru Indonesia sebagaimana ayat-ayat diatas dilakukan bersama pengurus PGRI di
segenap perangkat serta jajaran disemua tingkatan.
c.
Pelaksanaan tugas
penilaian dan pengawasan pelaksanaan kode etik profesi sebagimana ayat-ayat
diatas dilakukan melalui masing-masing DKGI disemua tingkatan organisasi.
11.
Pertanggung Jawaban
DKGI
Pusat bertanggung jawab kepada Pengurus Besar PGRI melalui Kongres dan Konpus
PGRI, DKRI PGRI Provisi dan atau Kabupaten/Kota melalui Konprov/Konkerprov dan
Konkab/Kot di Provisi dan atau di Kabupaten/kota.
12.
Ketentuan Persidangan
DKGI pada waktu
melaksanakan tugas dan fungsinya terutama tugas penilaian dan pengawasan perlu
menyelenggarakan persidangan-persidangan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Pelaksanaan persidangan
DKGI akan dianggap sah apabila dihadiri lebih dari satu perdua dari jumlah
anggota.
b.
Waktu dan jumlah
persidangan tergantung kebutuhan, dan dari hasil seluruh persidangan akan
menjadi laporan pertanggungjawaban satu tahun satu kali dalam forum organisasi
yang disebut Konpus, konkerprov, dan atau Konkerkab/kot PGRI, dan lima tahun
sekali dalam Kongres dan atau Konkab/kot PGRI.
c.
DKGI dalam melaksanakan
persidangan harus bersifat tertutup, kecuali apabila dikehendaki lain, dan
ditentukan seluruhnya oleh DKGI itu sendiri.
d.
Ketua DKGI menjadi
pimpinan siding, apabila berhalangan hadir, maka persidangan sementara ditunda.
e.
Sekertaris bertanggung
jawab atas seluruh pencatatan dan pelaporan hasil siding, apabila sekertaris
berhalangn bias digantikan oleh anggota yng ditunjuk pimpinan siding yang
disepakati anggota yang lainnya.
13.
Keputusan Persidangan
a.
Keputusan diambil atas
dasar musyawarah dan mufakat; dan apabila tidak tercapai maka pengambilan
keputusan diambil atas dasar perhitungan suara terbanyak.
b.
Perhitungan suara
dilakukan secara bebas dan rahasia dari setiap anggota yang memiliki hak bicara
atau hak suara
c.
Keputusan yang diambil
harus diteruskan ke Pengurus PGRI yang setingkat untuk segera menindaklanjuti
seperlunya.
14.
Garis Hubungan Kerja
a.
Garis hubungan kerja
antara DKRI pusat dengan provinsi dan atau Kabupaten/Kota dalah bersifat
konsultatif, pelaporan maupun pelimpahan wewenang penanganan masalah kasus
pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia.
b.
Garis hubungan kerja
DKGI dengan pengurus PB PGRI dan atau pengurus PGRI Provinsi dan atau
Kabupaten/Kota didasarkan bahwa DKGI adalah kelengkapan perangkat organisasi
otonom yang dibanggakan.
c.
Keputusan DKGI harus
menjadi keputrusan Pengurus PGRI, dan pengurus PGRI harus melaksanakan
keputusan DKGI yang setingkat dengan pengurus PGRI.
d.
Apabila DKGI mengadakan
garis hubungan kerja dengan pengurus PGRI lebih tinggi tingkatannya maka harus
melalui pengurus PGRI yang setingkat dengan DKGI tersebut.
15.
Administrasi dan
Pendanaan
a. Administrasi
DKGI dikelola oleh sekertaris dan tatalaksana perkantoran berpedoman/mengikuti
dan ditunjang oleh pengurus PGRI
b. Pengelola
sekertariat DKGI harus bertanggung jawab atas jaminan kerahasiaan seluruh
berkas-berkas persidangan dan yang lainnya.
c. Pendanaan
yang dibutuhkan untuk kelancaran dalam menjalankan fungsi dan tugas DKGI
menjadi tanggung jawab pengurus PGRI.
16.
Pembinan Dan
Pemasyarakatan
a.
Tujuan
Meningkatkan mutu pengabadian profesi
guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam mempercepat tercapainya tujuan
pembangunan nasional, khususnya program pembangunan pendidikan dengan jalan:
a)
Meningkatkan
permasyarakatan Kode Etik Guru Indonesia terhadap seluruh guru dan tenaga
kependidikan lainnya serta masyarakat secara umum.
b)
Meningkatkan perilaku
guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan etika guru demi terciptanya proses pengabdian profesi kependidikan
yang lebih baik.
c)
Menciptakan suasana
masyarakat yang lebih kondusif, sehingga akan lebih menguntungkan dalam proses
pengabdian dan penerapan etika guru.
b.
Sasaran
yang Ingin Dicapai
Sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dalam pasal 17 di atas, maka sasaran dari pembinanan dan
permasyarakatan Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai berikut:
1)
Guru dan tenaga
kependidikan lainnya dapat menjalankan pengabdian khususnya di bidang
pendidikan dengan baik.
2)
Terjadinya pemahaman
tentang etika guru bagi calon guru dan tenaga kependidikan lainnya yang berada
di lembaga kependidikan.
3)
Tumbuhnya pengakuan
dari pemerintah dan masyarakat secara luas akan pengabdian profesi kependidikan
dan Kode Etik Guru Indonesia.
c.
Jenis
Kegiatan
1)
Menganjurkan kepala
pemerintah dan swasta penyelanggara pendidikan untuk memasukkan materi Kode
Etik Guru Indonesia khususnya di lembaga kependidikan.
2)
Menyelenggarakan
berbagai pertemuan professional secara individual kelompok maupun klasikal
dalam membahas dan mengkaji berbagai aspek Etika Guru.
3)
Menyebarluaskan
informasi secara tertulis melalui majalah suara guru dan yang lainnya tentang
Kode Etik Guru Indonesia terhadap calon guru dan guru serta tenaga kependidikan
lainnya.
4)
Menyelanggarakan
berbagai kegiatan lainnya yang dinilai tidak mengikat dan dapat mencapai
pemasyarakatan dan pembinaan Kode Erik Guru Indonesia baik di lingkungan
kependidikan mauoun di pemerintah dan masyarakat.
d.
Materi Pemasyarakatan dan Pembinaan
1)
Kode Etik Guru
Indonesia
2)
Lapal pengucapan janji
dan sumpah guru dan tenaga kependidikan lainnya
3)
Hokum, aturan dan
ketentuan yang ada kaitannya dengan kependidikan
4)
Status guru
5)
Materi-materi lain yang
dapat dinilai menunjang terhadap tercapainya permasyarakat dan pembinaan Kode
Etik Guru Indonesia
e.
Pelaksanaan
Kegiatan
1)
Kegiatan permasyarakatan
dan pembunaan Kode Etik Guru Indonesia dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Guru
jalan bahwa pengurus pusat bertanggung jawab untuk menetapkan garis-garis besar
permayarakatan dan pembinaan (GBPP) untuk dijabarkan dan dikoordinasikan
pelaksaannya di daerah.
2)
Dalam melaksanakan
permasyarakatan dan pembinaan seperti ayat satu di atas, maka Dewan Kehormatan
Guru dapat bekerja sama dengan pengurus PGRI, mitra pendidikan, dan instansi
pemerintah dan kemasyarakatan lainnya, yang pelaksaannya di bawah koordinasi
Pengurus PGRI.
17.
Penanganan Pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia
a.
Tujuan
1)
Memcahkan berbgai
masalah pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia baik berasal dari
komponen pemerintah, masyarakat, atau guru dan tenaga kependidikan lainnya.
2)
Menengakkan kebenaran
dan keadilan bagi seluruh guru dan tenaga kependidikan lainnya sebagai
pelaksanaan pengabdian profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya; serta bagi
seluruh komponen masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan kependidikan.
b.
Sasaran
yang ingin dicapai
1)
Menangani berbagai
perilaku yang menyimpang dari Kode Etik Guru Indonesia yang dilakukan oleh guru
dan tenaga kependidikan lainnya sewaktu melaksanakan pengabdian profesi
kependidikan.
2)
Penanganan penyimpanan
seperti dimaksud dalam ayat satu di atas baru dapat dilakukan apabila terjadi
pengaduan, ada permintaan dari Pengurus PGRI dan atau DKGI menduga terjadi
adanya pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia.
c.
Proses
Pengaduan
a)
Para pihak yang
menemukan terjadinya pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia dapat
mengajukan melalui surat pengaduan kepada DKGI tempat terjadinya masalah
tersebut.
b)
Apabila di daerah
kejadian tersebut belum ada DKGI Kab/Kota maka surat pengaduan diajukan ke DKGi
Provinsi, dan apabila juga belum ada, maka bisa diajukan ke DKGI pusat.
c)
Surat pengajukan
pengaduan di anggap sah apabila diajukan secara tertulis dan dilengkapi dengan
berbagai identitas pengaduan yang diajukan dan bukti-bukti yang memperkuat dan
menunjang terhadap pengaduan yang diajukan tersebut.
d)
Surat pengajuan
pengaduan dianggap tidak sah apabila diajukan tidak dilengkapi/disertai dengan
bukti-bukti yang cukup. Dan identintas yang selayaknya dijelaskan, serta waktu
kejadian tersebut sudah melewati waktu dua setengah tahun lebih.
e) Apabila
surat pengaduan pertama kali bukan diterima oleh pengurus DKGI Provinsi dan
atau Kabupaten/kota, maka paling lambat dua minggu setelah diterimanya surat
pengduan tersebut harus segera diteruskan kepada DKGI Kabupaten/kota dimana
terjadinya kejadian tersebut diajukan.
f) Apabila
DKGI dimana terjadinya kejadian pengajuan belum terbentuk, maka surat pengaduan
sebagaimana ayat 5 di atas harus diteruskan kepada DKGI PGRI Provinsi,
begitupun bagi DKGI PGRI Provinsi yang belum terbentuk, maka pengajuannya harus
diteruskan kepada DKGI Pusat.
d. Pengkajian
a) Setiap pengajuan yang
diajukan karena pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia harus dikaji
terlebih dahulu secara berhati-hati dan seksama dengan prinsip penanganan
berdasarkan azas praduga tak bersalah.
b) Kegiatan
pengkajian sebagaimana ayat satu di atas untuk tahap pertama menjadi tugas dan
wewenang pengurus DKGI PGRI Kabupaten/kota dengan langkah-langkah kegiatan
sebagai berikut :
a. Mempelajari
identitas pengaduan yang diajukan
b. Mempelajari
berkas-berkas sebagai bukti tertulis yang diajukan
c) Mengambil kesimpulan sementara
absah dan tidaknya surat pengaduan tersebut
d) Mempelajari masalah lebih dalam
dan luas lagi, dengan cara:
1.
Mengundang pengadu dan
yang diadukan secara terpisah untuk sama-sama melengkapi dan memberi penjelasan
tentang duduk permasalahan sebenarnya.
2.
Mengundang saksi dari
para pihak secara terpisah apabila ada dan diajukan untuk sama-sama meminta
informasi dalam memperjelas masalah yang diajukan.
3.
Melakukan kunjungan ke
tempat terjadinya kejadian untuk memperleh keterangan yang lebih jelas dan
akurat, ataupun hubungannya dengan benda-benda atau barang-barang bukti yang
sifatnya tidak bisa dipisahkan.
4.
Apabila diperlukan maka
diperbolehkan mengundang pihak-pihak tertentu yang sesuai dengan masalah yang
diajukan untuk dijadikan saksi ahli.
e)
Barang Bukti
a. Pada
waktu pemanggilan saksi dan kunjungan-kunjungan ke tempat kejadian, maka pada
waktu itu pula dapat dimintakan untuk memperlihatkan bergabai barang bukti, dan
jika diperlukan diminta persetujuan
untuk membuat rekaman suara dan atau gambar.
b. Apabila
pengadu dan teradu serta saksi menolak memperlihatkan barang bukti dan
pengambilan suara dan gambar sebagaimana ayat 1 (satu) di atas, maka hal ini
dapat dicatat untuk dijadikan bahan pertimbangan pada waktu pengambilan
keputusan.
c. DKGI
tidak berwenang melakukan penyitaan terhadap barang-barang bukti yang diajukan
melainkan bisa melalui pihak-pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
f)
Kegiatan Pembelaan
1) Pada
waktu proses pengkajian dan sidang-sidang maka pihak teradu memiliki hak untuk
didampingi oleh pembela.
2) Yang dimaksud pembela
adalah Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) PGRI.
3) Hak
yang dimiliki tersebut harus terlebih dahulu dikemukakan jauh sebelum sidang
dimulai.
4) Mengingat
sifat kejadian yang ditangan menyangkut etika guru sangat khusus dan lebih
pelik, maka dibenarkan dan berhak untuk didampingi pembela dari luar dapat
dipertimbangkan, apabila yang dimintakan teradu adalah pembela berasal dari
luar LKBH PGRI.
g)
Penunjukan Saksi Ahli
a)
Apabila
dalam penanganan kejadian pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia dimaksud
diperlukan adanya saksi ahli, maka dapat dimintai kehadirannya dalam setiap
sidang dalam forum DKGI.
b)
Penunjukan saksi ahli
menjadi wewenang sepenuhnya dari DKGI
c)
Saksi ahli tahap
pertama harus diambil dari lingkungan organisasi PGRI beserta seluruh
kelengkapan perangkat organisasi, namun apabila tidak ada maka dapat diminta di
luar organisasi PGRI.
h) Kegiatan Persidangan
a)
Tata cara persidangan
DKGI di daerah harus sesuai dengan tata cara yang ditentukan DKGI pusat; (tata
cara ini akan diminta penjelasan dari ketua LKBH PB PGRI).
b)
Apabila teradu
menginginkan bantuan dan memanfaatkan jasa dari LKBH PGRI maka LKBH PGRI
tersebut harus memberitahukan kepada LKBH PGRI Provinsi dan LKBH PGRI Pusat.
c)
Apabila pengkajian
telah selesai dilakukan maka sebelum diambil keputusan hendaknya LKBH PGRI
diberikan kesempatan mengemukakan pendapatnya tentang kejadian yang sedang di
kaji.
i)
Pengambilan Keputusan
1.
Tata cara pengambilan
keputusan dalam sidang-sidang DKGI Provinsi dan atau Kabupaten/Kota harus
sesuai dengan yang ditentukan DKGI pusat; (ketentuan hal ini akan minta
penjelasan dari ketua LKBH PB PGRI)
2.
Keputusan yang diambil
oleh DKGI dalam penanganan pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia harus
menyatakan dengan jelas bersalah atau tidak bersalah bagi teradu.
3.
Keputusan sebagaimana
ayat dua di atas harus dibedakan antara kesalahan ringan, sedang, dan berat.
a) Akibat yang ditimbulkan terhadap kehormatan profesi,
keselamatan guru dan tenaga kependidikan lainnya.
b) Itikad yang ditunjukkan cukup baik pihak teradu dalam
membantu menyelesaikan persoalan dimaksud, serta dorongan yang mendasari
tumbuhnya kejadian yang bias dipertimbangkan.
c) Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi tumbuhnya
kejadian, serta pendapat dan pandangan LKBH PGRI.
j).
Pemberian
Saksi
a) DKGI
merekomendasikan pemberian sanksi kepada badan pimpinan organisasi PGRI yang
setingkat dengan DKGI dan diteruskan kepada PB PGRI untuk disampingkan kepada
instasi pemerintah dan penyelenggaraan pendidikan.
b) Dalam
hal sanksi yang langsung berhubungan dengan keanggotaan pada PGRI , maka PB
PGRI dapat mencabut keanggotaan guru atau tenaga kependidikan tersebut bila
DKGI memutuskan demikian.
c) Sanksi
yang doberikan akan tergantung kepada berat dan ringanya kesalahan yang
dilakukan oleh pihak tertentu.
d) Sanksi
yang diberikan bisa berupa : 1) teguran, 2) peringatan tertulis, 3) penundaan
pemberian hak, 4) penurunan pangkat, dan 5) pemberhentian dengan hormat, atau
6) pemberhentian tidak hormat.
e) Kalau
keputusan oleh Instansi terkait berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak
hormat maksudnya adalah dalam waktu sementara melalaui waktu yang telah
ditentukan, pada masa ini diadakanya pembinaan dari pihak PB PGRI
f) Apabila
selama waktu pemberhentian sementara, tidak terjadi perbaikan-perbaikan, maka
akan ditetapkan pemecatan dan pemberhentian dari anggota/pengurus PGRI, yang
diikuti dengan penyampaian rekomendasi kepada instansi Departement pendidikan
Nasional untuk diadakan tindakan seperlunya
g) Keputusan
tentang pemecatan dan pemberhentian tetap dikirimka kepada pengurus PGRI/DKGI
PGRI Provinsi maupun PB PGRI
k). Banding
1) Apabila
kedua belah pihaak pengadu dan teradu merasa tidak puas atas keputusan yang
telah ditetapkan DKG, maka keduaya bisa menyatakan untuk mengajukan banding
2) Naik
banding sebagaimana ayat satu di atas merupakan tahap awal yang harus
ditunjukan kepada DKGI PGRI Provinsi, begitu pula selanjutnya bisa naik banding
tahap kedua yang ditunjukan ke tingkat DKGI Pusat.
3) Tata
cara pengkajian dan pengambilan keputusan pada pelaksana siding-sidang pada
dasarnya sama antara DKGI PGRI Provinsi dan atau Kabupaten/Kota dengan di
pusat.
4) Keputusan
yang diambil DKGI Pusat pada dasarnya merupakan keputusan final dan mengikat
yang tidak bisa diganggu gugat, kecuali datangnya keputusa alin melalui kongres
PGRI.
l) Perbaikan dan Pemulihan
1) Perbaikan
dan pemulihan akan dilakukan apabila ternyata penerima sanksi dinyatakan tidak
bersalah, atau telah menjalani sanksinya sesuai eputisan DKGI.
2) Bagi
pihak penerima sanksi sebagaimana ayat 1 di atas akan segera dikeluarkan
pernyataan perbaikan dan pemulihan yang disertai permintaan maaf kepada
penerima sanksi.
3) Surat
pernyataa perbaikan da pemulihan sebagaimana ayat 2 di atas di sampaikan kepada
penerima sanksi, instansi tempat bekerja, serta kepada masyarakat secara umum.
4) Penerbitan
surat keputusan perbaikan dan pemulihan dilakukan oleh Pengurus PGRI dimana
masalah tersebut ditandatangani dengan tembusan kepada pengurus PGRI yang lebih
tinggi dan yang dibawahnya termasuk pula kepada DKGI yang bersangkutan
m)
Administrasi
a) Setiap
surat pengaduan dan identitas pengadu diperlukan sebagai urat rahasia dan jika
dianggap perlu untuk dirahasiakan.
b) Pemanggilan
terhadap pengadu, teradu dan saksi harus dilkukan secara tertulis dan paling
banyak 3 kali pemanggilan.
c) Apabila
pemanggilan sebagaimana pada ayat 2 di atas ada yang tidak datang dan tanpa
alasan yang sah, maka penaganan masalah tersebut harus dilanjutkan tapa
kehadiranya.
d) Dalam
hal minta keteranga terhadap pengadu, teradu, dan saksi oleh DKGI tidak diawali
dengan pengambilan sumpah, akan tetapi hanya dengan surat pernyataan.
e) Surat
pernyataan dimaksudkan secara tertulis yang dibuat dan ditandatangani di atas
materai yang cyukup di depan DKGI yang berisi bahwa keterangan yang akan
diberikan adalah benar
f) Apabila
pihak-pihak tersebut sebagaimana ayat 4 diatas tidak bersedia atau menola atau
menandatangani surat pernyataan dimaksud, maka aka menjadi catatan khusus
sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan.
g) Semua
keterangan, barang buktu, dan hal-hal lainya yang berhubungan dengan
siding-sidang DKGI harus di bukukan, dan didokumentasikan secara lengkap dan
sempurna serta menjadi milik PGRI. Data-data tersebut sangat tidak dibenarkan
untuk diketahui oleh pihak ketiga atau pihak lain, kecuali dinaytaakan lain
oleh ketentuan perundang-undangan dan diminta oleh Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar