Oleh Rahmat Siswantoro, S. Pd.
Kerajaan jayakartika adalah kerajaan yang besar dan makmur. Raja Widura terkenal adil dan bijaksana. Seluruh rakyat hidup dengan tenteram, damai, dan bahagia. Kerajaan tetangga juga merasakan kedamaian dari kerajaan jayakartika.
Raja Widura memiliki dua putera yang dapat dibanggakan. Pangeran yang sulung bernama Aditia, adiknya bernama pangeran adiguna. Keduanya sangat rukun dan saling membantu menjaga nama baik kerajaan jayakartika. Keduanya juga terkenal baik hati seperti ayahnya.
Selama ini keadaan negeri itu selalu aman. Hingga suatu ketika, terjadi peristiwa yang menggoncangkan seluruh penduduk kerajaan jayakartika.
Pada suatu hari, pangeran Aditia bersama para prajurit mengadakan berburuan dihutan. Setelah menunggu cukup lama, muncul seekor harimau. Pangeran Aditia, mengendap-endap ingin menyarang harimau. Namun sialnya, sang harimau lebih dahulu menerkam pangeran Aditia. Karena tidah siap, taring harimau yang tajam melukai kedua kaki pangeran Aditia. Pangeran Aditia terluka parah.
“Haaiii! Cepat Bantu Pangeran…,” teriak para prajurit.
Para prajurit mengepung harimau dan akhirnya berhasil membunuhnya. Pengeran Aditia segera dibawa ke tabib istana. Akan tetapi, malang sekali…meskipun sudah diobati dengan berbagai ramuan, luka pada kedua kaki pangeran tidak bias disembuhkan. Pangeran Aditia adalah putra mahkota yang akan meneruskan tahta Raja Widura.
Pengobatan lanjutan tetap dilanjutkan. Tidak terhitung tabib dari berbagai negeri yang diundang. Namun kaki Pangeran Aditia tetap cacat. Berhari-hari Pangeran Aditia mengurung diri didalam kamar menenangkan diri. Akhirnya Pangeran Aditia dapat menerima kenyataan.
Raja Widura sebetulnya sudah tua dan ingin menyerahkan tahta. Ia sangat sedih melihat keadaan putra sulungnya itu.
Raja Widura memanggil perdana menteri untuk meminta pendapat. “Patih, bagaimana pendapatmu. Siapa yang kuserahkan tahta, Aditia atau Adiguna? Setelah kecelakaan itu, Aditia tentu tak akan sempurna menjalankan kerajaan. Padahal aturan kerajaan kita, tidak mengizinkan putra kedua menjadi raja”. Kata Raja Widura mengeluh.
“ampun yang mulia. Untuk masalah ini hamba tidak dapat memberi pandangan. Hamba percayakan semuanya pada yang mulia,” jawab perdana menteri. Raja Widura semakin bingung.
Suatu hari, pangeran Aditia minta diantar ke taman istana. Pangeran Aditia mengamati tingkah laku hewan yang lucu-lucu. Perhatiannya tertarik pada seekor ayam mengerami telur-telur itik. Itik itu rela telurnya dierami ayam, karena tidak mampu mengerami telurnya sendiri.
Ajaib! Kejadian itu memberikan pelajaran berharga pada dirinya. Pangeran Aditia merasa tidak mampu menjadi raja. Apa salahnya dia merelakan tahtanya kepada adiknya. Jika ia rela, pasti tidak melanggar peraturan kerajaan.
Setelah mantap, pangeran Aditia mengadap Raja Widura. “Ayahanda, Ananda menemukan jawaban untuk penerus tahta,” katanya hati-hati.
“Apa jawaban itu, Aditia ?”
“Ampun Ayahanda. Ananda merasa tidak mampu memimpin kerajaan. Hamba ingin menyerahkan tahta kepada Adiguna. Ia sangat cakap dan mampu. Saya ikhlas, ayah,” kata Pangeran Aditia terbata-bata.
Raja Widura sangat terharu. Jika Pangeran Aditia rela menyerahkan tahta atas kehendak sendiri, Berarti masalah kerajaan Jayakartika sudah selesai. Penerusnya adalah putra keduanya, Pengeran Adiguna.
Akhirnya tiba saatnya Raja Widura menyerahkan tahta kerajaan kepada Pangeran Adiguna dengan upacara kerajaan yang sangat meriah. Seluruh rakyat berduyun-duyun ke istana menberi selamat kepada raja baru. Pangeran Adiguna bertindak bijaksana. Untuk menghormati kakanya ia mengangkat pangeran Aditia sebagai penasihat tertinggi kerajaan.
Dalam suatu kesempata, Raja Widura menanyai Pangeran Aditia, kenapa ia mengambil keputusan tersebut.
“Berkat seekor itik ayah,” jawab Pangeran Aditia sambil menceritakan asal mula keputusannya. Mantan Raja Widura tersenyum. Ia berbahagia punya putra-putra yang membanggakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar