Bangun di Pagi Hari
Salah satu perbedaan
mendasar antara seorang Islam yang menjalani hidupnya menurut ajaran Al
Qur’an dengan mereka yang menolak Allah adalah: kearifan yang
dikaruniakan Allah kepada orang yang menggunakan nurani dan teguh dalam
kekuasaan Allah. (Untuk pembahasan lebih terperinci, bacalah karya Harun
Yahya: True Wisdom Described in The Al Qur’an) Karena kearifannya,
orang beriman segera menyadari alasan di balik berbagai peristiwa yang
menurut orang tak bertuhan dan mereka yang tak mampu meraih kebenaran
sebagai kejadian tak bermakna.
Sejak
bangun di pagi hari, seorang beriman mengetahui bahwa ada (seperti yang
disebut oleh Allah dalam Al Qur’an) sebuah “tanda” di setiap pengalaman
yang dialaminya sepanjang hari. Kata “tanda” (atau ayat dalam bahasa
Arab) diberikan untuk kejadian tersebut dalam wujudnya yang merupakan
bukti nyata akan keberadaan, keesaan dan sifat-sifat Allah— ayat juga
merupakan nama untuk bagian dari surat dalam Al Qur’an. Pendapat lain
yang hampir sama dengan hal itu adalah “kenyataan yang menuntun kepada
iman”. Hal ini dapat dijabarkan sebagai kenyataan yang membawa seseorang
kepada iman, dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tumbuh,
berkembang dan menjadi kuatnya iman. Namun hanya mereka yang dengan
ikhlas kembali kepada Allah-lah yang dapat mengenali “tanda” tersebut
dan kenyataan yang menuntunnya kepada iman. Ayat ke-190 Surat Ali ’Imran
adalah contohnya:
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda (ayat-ayat) bagi orang-orang yang berakal. (QS. Al
'Imran, 3:190)
Bagi mereka yang
beriman dan hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an, setiap hari baru penuh
akan bukti keberadaan Allah dan kenyataan yang menuntun kepada iman.
Sebagai contoh, membuka mata dan memulai hari merupakan salah satu
nikmat Allah kepada manusia dan kenyataan yang menuntun kepada iman yang
perlu direnungkan. Hal ini karena kita tidak sadarkan diri sepanjang
malam dan semua yang dapat dia ingat dari tidur selama berjam-jam itu
adalah beberapa mimpi yang tidak jelas selama 3-5 detik. Pada saat
tersebut, seseorang tertidur tanpa berhubungan dengan dunia ini. Tubuh
dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang dia pikirkan sebagai tidur,
sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah menerangkan dalam Al Qur’an
bahwa jiwa manusia diambil pada saat mereka tertidur.
Allah memegang
jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati
di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditetapkan (QS Az Zumar, 39:42)
Dan Dialah yang
menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan
di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk
disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah
kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu
kerjakan (QS Al An'am, 6:60)
Dalam
ayat-ayat tersebut, Allah berfirman bahwa jiwa manusia diambil pada
saat tidur, namun dikembalikan lagi sampai waktu yang telah ditentukan
untuk kematian datang. Selama tidur, seseorang setengah kehilangan
kesadaran terhadap dunia luar. Untuk bangkit dari “kematian” tidur
kepada kesadaran dan kondisi yang sama seperti pada hari sebelumnya, dan
untuk dapat melihat, mendengar, dan merasakan dengan baik dan sempurna
adalah sebuah keajaiban yang harus kita renungkan. Seseorang yang
berangkat tidur di malam hari tidak dapat memastikan bahwa nikmat yang
tiada bandingannya ini akan diberikan lagi kepadanya besok pagi. Dan
kita tidak pernah dapat memastikan apakah kita akan mengalami bencana
atau bangun dalam kondisi sehat.
Orang yang beriman
memulai hari barunya dengan memikirkan kenyataan ini dan berterima kasih
kepada Allah yang telah meliputinya dengan kasih sayang-Nya dan
perlindungan-Nya. Dia menatap hari baru sebagai sebuah kesempatan yang
diberikan kepadanya oleh Allah untuk meraih ridha-Nya dan mendapatkan
Surga. Di saat dia membuka matanya di pagi dini hari, dia menujukan
pikirannya kepada Allah dan memulai hari dengan sebuah sholat yang
khusyuk, Sholat subuh.
Sepanjang hari, dia
bertindak atas dasar pengetahuan bahwa Allah senantiasa mengawasinya,
dan dengan seksama mencari ridha Allah dengan mematuhi perintah dan
petunjuk-Nya. Dia menjalin hubungan erat dengan Allah dan memulai hari
dengan sholat Subuh. Dengan cara ini, kemungkinan bahwa ia akan lupa
pada nikmat Allah sepanjang hari atau tidak mempedulikan larangan-Nya
menjadi kecil; dia akan berperilaku sepanjang hari dengan menyadari
bahwa Allah sedang mengujinya di dunia ini.
Seseorang yang secara
tulus mengarahkan pikirannya kepada Allah akan dituntun untuk melihat
bahwa dia harus dengan seksama merenungkan nikmat Allah yang telah
diterimanya dan tak ada yang lain selain Allah yang berkuasa memberikan
itu semua kepadanya. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman agar manusia
merenungkan hal ini dalam-dalam:
Katakanlah:
"Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan
serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa
mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap
berpaling (juga). (QS Al An'am, 6:46)
Pastilah Allah, Yang
Mahakuasa dan Maha Mengetahui, yang menjadikan tidur sebagai waktu
istirahat bagi manusia dan memberikan kembali nikmat-Nya pada mereka di
pagi hari. Mereka yang mengetahui ini merasakan kedekatan Allah sejak
saat mereka memulai hari mereka dan bergembira dengan karunia tiada tara
yang mereka nikmati.
Mereka yang berpaling
dari agama dan menolak untuk merenungkan kenyataan ini tidak akan pernah
sepenuhnya menyadari nikmat yang mereka miliki atau mengetahui nikmat
yang dirasakan oleh orang beriman. Pada umumnya, di pagi hari, mereka
merasa sulit untuk beranjak dari tempat tidur hangat mereka dan tertekan
dengan kekhawatiran untuk melangkah dalam memulai hari. Beberapa dari
mereka merasa resah dan tertekan karena hal-hal yang harus mereka
kerjakan setiap pagi. Mereka tidak mau bangun dari tempat tidur; ada
perjuangan dalam diri mereka antara bangun dan tidur barang semenit
lagi. Gangguan rohani yang sering dihadapi oleh orang-orang semacam ini
adalah rasa terganggu, tertekan dan tidak senang saat mereka bangun
tidur.
Orang tak bertuhan
tidak dapat menikmati kesenangan dalam nikmat Allah; sejak mereka bangun
tidur di pagi hari mereka kembali pada kebosanan karena melakukan
hal-hal yang sama setiap hari. Ada lagi jenis lain orang yang tidak
menyadari bahwa hari baru tersebut mungkin saja merupakan kesempatan
terakhir yang Allah berikan kepada-Nya: dia mempersiapkan diri
secepatnya untuk memulai hari dengan hasrat untuk mendapatkan lebih
banyak uang, untuk pamer kepada orang lain dengan harta maupun
penampilannya, untuk menarik perhatian orang dan disukai.
Orang yang tidak
peduli pada kenyataan yang diwahyukan Allah dalam Al Qur’an akan memulai
hari mereka dengan cara mereka sendiri. Umumnya, mereka kurang arif
dalam cara berperilaku: mereka tidak mempertimbangkan bahwa Allah telah
menciptakan mereka, bahwa mereka bertanggung jawab untuk mengabdi
pada-Nya dan meraih ridha-Nya dan bahwa hari baru di depan mereka
mungkin saja merupakan kesempatan terakhir yang mereka miliki untuk
melaksanakan kewajiban mereka kepada-Nya. Allah menerangkan keadaan
mereka dalam ayat berikut:
Telah dekat kepada
manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam
kelalaian lagi berpaling (dari hal itu). (QS Al Anbiya', 21:1)
Jelas bahwa mereka
yang hidup tenggelam dalam kekeliruan luar biasa ini telah melakukan
kesalahan besar. Setiap orang tidak boleh lupa bahwa setiap pagi mungkin
merupakan permulaan dari hari terakhir yang telah ditentukan bagi
seseorang untuk hidup di dunia. Kematian dapat datang kapan saja, karena
kecelakaan lalu-lintas, serangan penyakit mendadak dan penyebab lain
yang tak terhitung jumlahnya. Untuk itu, seperti yang telah diungkapkan
di atas, kita harus merenungkan apa yang harus kita kerjakan dalam
pemanfaatan hari yang akan kita jalani, agar kita meraih ridha Allah.
Kebersihan
Ada
beberapa hal yang menimbulkan perubahan di tubuh Anda pada saat bangun
di pagi hari. Wajah Anda kusut, rambut Anda kotor, tubuh Anda berbau tak
sedap dan ada aroma yang tidak menyenangkan dari mulut anda. Wajah
kusut yang kita lihat di cermin dan penampilan yang tidak rapi
menunjukkan ketidaksempurnaan kita. Setiap orang harus mencuci muka di
pagi hari, menggosok gigi, dan merapikan diri. Hal ini mengingatkan
orang yang telah dekat dengan ajaran Al Qur’an bahwa dia tidaklah
berbeda dengan orang lain, dan hanya Allah yang tidak memiliki
kekurangan.
Lebih dari itu, saat
seseorang yang ikhlas kembali kepada Allah memandang ke cermin dan
merasa tidak nyaman dengan apa yang dilihatnya, dia makin paham bahwa
dia tidak dapat memiliki keindahan apa pun hjanya dengan kekuatan
keinginannya semata.
Bisa dilihat bahwa
Allah telah menciptakan dalam hamba-Nya kekurangan untuk mengingatkan
mereka akan ketergantungan mereka kepada-Nya. Jelas bahwa menjadi
kotornya tubuh seseorang dan lingkungan dalam waktu singkat merupakan
contohnya. Tetapi Allah telah menunjukkan kepada manusia bagaimana cara
untuk mengatasi kekurangan ini dan telah memberikan nikmat berupa
tersedianya sabun mandi dan sabun cuci untuk kita. Allah memberitahu hal
ini kepada kita dalam Al Qur’an:
Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan. (QS Alam-Nasyrah, 94: 5-6)
Kemampuan untuk
memperhatikan rahasia penciptaan nikmat dan bersyukur kepada Allah atas
hal itu hanya dimiliki oleh orang beriman yang dikaruniai pemahaman.
Saat seseorang yang
beriman sedang membersihkan dirinya, di pagi hari atau di waktu lain di
hari tersebut, ia berterima kasih kepada Allah yang telah menyediakan
alat-alat pembersih yang dia gunakan. Karena dia tahu bahwa Allah
mencintai kebersihan dan orang yang bersih, dia memandang pembersihan
diri sebagai ibadah kepada Allah dan berharap meraih ridha-Nya. Dia
dengan senang hati mematuhi apa yang diperintahkan Allah dalam ayat 4
dan 5 Surat Al Muddatstsir:
… dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (QS Al Muddatstsir, 74: 4-5)
Dalam ayat berikut
diterangkan peristiwa saat perang Badar. Allah berfirman bahwa Dia
menurunkan hujan dari surga untuk manusia agar mereka membersihkan diri
mereka dan untuk keperluan lainnya.
(Ingatlah),
ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman
dari-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan darimu
gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh
dengannya telapak kaki(mu). (QS Al Anfal, 8:11)
Air merupakan
kebutuhan mendasar yang dibutuhkan manusia untuk membersihkan diri,
harta benda dan rumah mereka. Selain dapat membersihkan kotoran yang
terlihat dan bakteri yang tak terlihat, air juga mampu membuat kita
merasa tenang. Saat air membasuh tubuh, air akan menghilangkan elektron
statis yang menyebabkan rasa lelah dan pegal. Kita tidak dapat melihat
elektron statis di tubuh kita, tetapi elektron statis ini akan kita
sadari karena adanya suara menghentak di saat kita membuka baju hangat.
Ini adalah kejutan listrik kecil karena kita menyentuh sesuatu atau
karena gerakan rambut kita. Saat kita membersihkan badan, kita
menghilangkan elektron statis yang telah terkumpul sehingga badan terasa
ringan dan nyaman. Sejuknya udara setelah hujan reda juga merupakan
bukti bahwa air telah membersihkan elektron statis di udara.
Allah menyukai orang
yang bersih dan berpenampilan rapi. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa
ayat Al Qur’an yang memuji kebersihan tubuh para penghuni Surga.
Allah berfirman "… Dan
berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka,
seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan. ." (QS At Tur, 52:24),
dan dalam ayat lainnya Allah berfirman bahwa di sana terdapat
“istri-istri (bidadari) yang terpelihara ” bagi mereka di Surga (QS Al
Baqarah, 2:25; QS Ali 'Imran 3:15; QS An Nisa', 4:57)
Sebagian
manusia mementingkan penampilan rapi hanya apabila mereka ingin disukai
orang lain; mereka tidak peduli pada penampilan dan kebersihan mereka
di saat orang lain tidak ada. Merasa tenang berjalan di dalam rumah
hingga malam hari tanpa membersihkan diri, wajah yang kotor, dan bau
napas tak sedap, tidak terurus, tempat tidur tidak tertata dan kamar
yang tidak dirapikan disebabkan oleh pendapat yang keliru ini.
Padahal, Allah menyeru
kaum Muslimin untuk menciptakan lingkungan yang terbaik dan terbersih
bagi diri mereka sendiri dan memerintahkan setiap orang untuk menjaga
kebersihan sebaik mungkin dalam segala hal mulai dari makanan dan
pakaian sampai pada tempat tinggal mereka.
Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah, 2:168)
Mereka bertanya
kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan
bagimu yang baik-baik …" (QS Al Ma'idah, 5:4)
… (Nabi) yang
menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … (QS Al A'raf, 7:157)
Dan (ingatlah),
ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi
manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim
tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail,
"Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang
rukuk dan yang sujud." (QS Al Baqarah, 2:125)
Mereka menjawab,
"Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari." Berkata (yang lain
lagi), "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di
sini). Maka suruhlah salah seorang di antaramu untuk pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia melihat manakah
makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu,
(QS Al Kahfi, 18:19)
… dan rasa belas
kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa). Dan ia
(Yahya) adalah seorang yang bertakwa. (QS Maryam 19:13)
Sementara gaya hidup
orang-orang jahiliah membuat mereka menciptakan lingkungan yang tidak
nyaman dan tidak sehat untuk ditinggali dengan tangan mereka sendiri,
kaum Muslimin, sesuai dengan ajaran Al Qur’an, menjalani hidup yang baik
di dunia. Orang-orang jahiliah menciptakan lingkungan yang menyulitkan
diri mereka sendiri dan orang lain di sekitarnya, sementara kaum
muslimin menata hidup mereka di tempat yang sehat dan menumbuhkan
semangat, tempat setiap orang dapat hidup dalam kenyamanan dan kedamaian
pikiran.
Singkatnya,
sesuai dengan ajaran Al Qur’an, orang beriman akan bersih diri dan
berpenampilan baik, bukan untuk orang lain, tetapi karena demikianlah
yang dikehendaki oleh Allah dan secara alami, karena cara inilah yang
terasa paling nyaman. Dengan membersihkan tempat tinggal mereka, mereka
merasakan kesenangan yang berlimpah karena menciptakan lingkungan yang
membuat orang lain merasa nyaman di dalamnya; dalam hal kebersihan
mereka tidak sedikit pun menunjukkan keengganan, dan mereka senantiasa
berusaha sekuat tenaga agar bersih dan berpenampilan baik.
Berpakaian
Pada
saat orang yang beriman memutuskan pakaian mana yang hendak
dikenakannya sepanjang hari dan mengenakannya, dia menyadari sebuah
kenyataan penting: bahwa pakaian adalah salah satu dari nikmat Allah
yang tidak terhitung banyaknya dan ada kebaikan dalam adanya pakaian.
Semua orang mengambil manfaat dari nikmat ini, tetapi hanya seorang
muslim yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an yang mampu menghargai
dengan baik bahwa pakaian yang indah adalah kasih sayang dari Allah dan
bersyukur kepada-Nya atas berkah tersebut. Pakaian segera mengingatkan
orang beriman bahwa makhluk hidup adalah sumber pakaian wol, kapas, dan
sutra. Bahan pakaian yang kita pakai, hampir di setiap saat dalam hidup
kita, diperoleh dari tumbuhan dan hewan yang merupakan ciptaan yang
menakjubkan. Dengan kata lain, seandainya Allah tidak menciptakan
makhluk hidup yang memiliki kemampuan menyediakan untuk manusia berbagai
macam pakaian dari yang paling sederhana sampai yang paling mewah, maka
bahan mentah tersebut tidak akan ada.
Meskipun mereka
sebenarnya mengetahui ini, sebagian orang tidak peduli atau, karena
kesesatannya, tidak menghargai nikmat yang mereka miliki. Karena mereka
diberi pakaian yang mereka butuhkan sejak mereka lahir, berpakaian telah
menjadi kebiasaan bagi mereka. Kebiasaan ini melalaikan mereka dari
menyadari bahwa pakaian mereka merupakan nikmat. Mereka juga lalai untuk
mensyukurinya. Padahal, salah satu alasan mengapa Allah menurunkan
nikmat di dunia adalah agar manusia berterima kasih kepada-Nya atas
semua nikmat tersebut. Oleh karena itu, marilah kita mempelajari alasan
mengapa Allah menciptakan pakaian untuk kita. Mari kita mulai dari
manfaat pakaian tersebut untuk kita.
Pakaian seolah sebuah
tameng yang melindungi tubuh manusia dari dingin, sinar matahari yang
berbahaya, dan bahaya ringan di sekitar kita seperti lecet dan cedera.
Kalau kita tidak memiliki pakaian, kulit tipis yang menutupi tubuh
manusia akan sering terluka oleh berbagai bahaya ringan tersebut. Tentu
itu menyakitkan, mengancam kesehatan, dan kulit dapat mengalami
kerusakan yang parah.
Allah berfirman dalam Al Qur’an tentang alasan lain penciptan pakaian pelindung:
Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. (QS. Al A’raf, 7: 26)
Sebagaimana yang disampaikan ayat ini, pakaian memberi manusia penampilan yang lebih indah.
Jelaslah bahwa pakaian
merupakan kebutuhan yang tak bisa dielakkan dan nikmat sangat penting
yang telah Allah berikan kepada kita. Orang beriman yang menyadari ini
akan sangat berhati-hati dan tidak sembarangan dalam mengenakan pakaian.
Ini menunjukkan bahwa dia sangat bersyukur kepada Allah atas nikmat
yang telah dikaruniakan-Nya.
Sifat lain yang
dikaruniakan kepada orang beriman berdasarkan nilai-nilai yang diajarkan
oleh Al Qur’an adalah kesederhanaan dalam membelanjakan uang yang juga
diterapkan pada saat membeli pakaian. Dia membeli barang yang dia
butuhkan, cocok dengannya, dan tidak berlebihan. Dia tidak menghamburkan
uang dengan membelanjakan uang untuk barang yang tidak diperlukannya.
Ayat berikut menunjukkan kenyataan tersebut:
Dan orang-orang
yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak
(pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang
demikian. (QS Al Furqan, 25:67)
Kehatian-hatian dalam
berpakaian bagi seseorang yang menjalani hidup sesuai Al Qur’an tidak
hanya berhenti sampai di sini. Sebagai contoh, selain berpakaian dengan
pakaian yang bersih, orang beriman yang menghargai keindahan akan
berhati-hati dalam berpakaian dengan baik dan juga disesuaikan dengan
situasi yang ada. Sebagaimana ditunjukkan oleh Al Qur’an, pakaian itu
menyenangkan untuk dipandang mata (Surat al-A'raf: 26). Ada beberapa
contoh mengenai bagaimana Nabi Muhammad, SAW berpakaian dan anjurannya
mengenai hal ini dalam sabdanya kepada kita:
“Makanlah apa yang
kamu suka, dan pakailah apa yang kamu suka dengan memperhatikan bahwa
tidak terdapat dua hal: berlebih-lebihan dan kemewahan yang sia-sia.”
(Maulana Muhammad Mansyur Nu'mani, Ma'ariful Hadith)
Berikut ini juga merupakan keterangan yang diberikan kepada kita mengenai bagaimana Nabi Muhammad, SAW berpakaian:
Setiap saat seorang
utusan datang kepada Rasulullah. dia akan mengenakan pakaian terbaiknya
dan memerintahkan sahabat-sahabat dekatnya untuk melakukan hal yang sama
(Tabaqat Hadith, Volume 4, Nomor 346)
Ketika seorang
sahabatnya tidak mempedulikan penampilannya dan terlihat tidak rapi,
Nabi Muhammad, SAW. segera menegurnya. Contoh ini telah disampaikan
kepada kita:
Rasulullah sedang
berada di mesjid, di saat seseorang dengan rambut tidak disisir rapi dan
janggut kusut datang. Nabi (SAW) menunjukkan jari kepadanya, seperti
mengisyaratkan padanya bahwa dia harus merapikan rambut dan janggutnya.
Orang tersebut pergi dan melakukan apa yang diisyaratkan, kemudian
kembali. Nabi (SAW) berkata, “Tidakkah lebih baik jika setiap orang dari
kalian datang dengan rambut terurus?" (Malik's Muwatta, Volume 2, Nomor
949)
Dalam Al Qur’an, Allah
berfirman bahwa pakaian dan perhiasan merupakan bagian dari nikmat
terbaik di Surga. Beberapa di antaranya disebutkan dalam ayat-ayat
berikut:
Sesungguhnya Allah
memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam
surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga itu
mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan
pakaian mereka adalah sutera. (QS Al Hajj, 22:23)
… mereka memakai sutera yang halus dan sutera yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan. (QS Ad Dukhan, 44:53)
Mereka memakai
pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada
mereka gelang yang terbuat dari perak … (QS Al Insan, 76:21)
Dalam ayat-ayat
tersebut, Allah berfirman mengenai sutra halus dan sutra tebal, dan
perhiasan yang terbuat dari emas, perak dan mutiara. Perhiasan yang kita
miliki di dunia ini sama dengan yang ada di Surga. Bagi orang yang
beriman, memandang perhiasan ini (mereka memilikinya atau tidak)
merupakan sarana yang menuntunnya untuk merenungkan Surga dan keinginan
yang lebih besar untuk mencapainya. Orang beriman merenungkan tujuan
penciptaan semua itu dan menyadari bahwa segala nikmat di dunia ini
tidaklah kekal. Satu-satunya nikmat sejati dan yang kekal terdapat di
akhirat.
Sesungguhnya
mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan
baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga 'Adn, mengalir
sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang
emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera
tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang
indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang
indah. (QS Al Kahfi, 18:30-31)
Salah satu hal yang
perlu diperhatikan oleh seseorang yang menjalani hidup sesuai Al Qur’an
dan Sunnah dalam hal pakaian adalah bahwa penampilan luar sangat penting
dalam membangun hubungan dengan orang lain. Berdasarkan alasan ini,
orang beriman akan memberikan perhatian lebih pada apa yang akan dia
kenakan ketika mengajak orang lain menerima agama Al Qur’an. Dia akan
sangat bersemangat memakai pakaian yang bersih, bersahaja, dan cocok
dengannya. Ini menunjukkan pengabdiannya kepada perintah Allah dan
penghormatannya kepada orang lain.
Hanya
mereka yang hidup sesuai Al Qur’an saja yang sangat memperhatikan
kondisi psikologis seseorang. Dia juga berhati-hati agar dapat
seberhasil mungkin dalam menyampaikan jalan keselamatan yang abadi. Dia
pun sangat teliti mengenai apa yang sedang dikenakannya.
Sebagai kesimpulan,
orang beriman yang menjadikan Nabi Muhammad, SAW sebagai teladan, selalu
berada dalam keadaan bersih, rapi, dan berpakaian menarik. Dia sangat
menikmati hal ini karena mengharapkan meraih ridha Allah.
Sarapan Pagi
Setiap orang beriman yang dikaruniai oleh Allah dengan kemampuan untuk berpikir dan memiliki pemahaman, mengerti tentang suatu hal penting saat dia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Hal penting itu adalah bahwa semua nikmat yang diciptakan dan diberikan dalam bentuk makanan dan minuman adalah bukti (penciptaan) yang menuntunnya pada keimanan.
Setiap orang beriman yang dikaruniai oleh Allah dengan kemampuan untuk berpikir dan memiliki pemahaman, mengerti tentang suatu hal penting saat dia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi. Hal penting itu adalah bahwa semua nikmat yang diciptakan dan diberikan dalam bentuk makanan dan minuman adalah bukti (penciptaan) yang menuntunnya pada keimanan.
Misalnya, api yang digunakannya untuk memasak makanan dapat menyebabkan bahaya besar baginya bahaya besar pula pada banyak makhluk lain. Api juga dapat menghancurkan. Namun panas merupakan kebutuhan dalam mengolah makanan agar dapat dimakan. Dan dari sudut pandang ini, api justru adalah nikmat yang sangat besar. Dengan kata lain, sebagaimana hal-hal lainnya di dunia, api telah ditundukkan untuk melayani manusia. Dalam Al Qur’an Allah berfirman:
Dan Dia telah
menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) dari-Nya…. (QS Al Jatsiyah, 45:13)
Selain itu, api adalah
peringatan bagi orang beriman dalam hidup ini akan pedihnya api Neraka.
Dalam Al Qur’an, ketika menggambarkan orang-orang yang dimasukkan ke
dalam neraka, Allah menyebut adanya api yang pedih. Dalam beberapa ayat,
Dia menggambarkan pedihnya api yang telah diciptakan-Nya untuk
orang-orang yang berpaling dari-Nya:
(Hari pembalasan itu) ialah hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (QS Adz Dzariyat, 51:13)
Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (QS Al Mu’minun, 23:104)
Dan barangsiapa
yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Kami
menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang bernyala-nyala. (QS
AL Fath, 48:13)
Saat orang beriman
memikirkan dengan imannya yang mendalam mengenai api yang bergejolak
dalam Neraka tersebut, ketakutan kepada Allah pun muncul. Mereka berdoa
kepada-Nya dan berlindung kepada-Nya dari api Neraka. Dengan cara ini,
hal keseharian yang sangat remeh pun dapat menjadi peringatan akan
persoalan yang besar ini, dan ini merupakan ciri amal yang sangat
penting bagi orang beriman.
Seseorang
yang sungguh-sungguh merenung tanpa prasangka mengenai makanan yang
dimakannya untuk sarapan akan memperoleh banyak petunjuk darinya. Rasa
dan aroma roti, madu, keju, tomat, teh, sari buah, pentingnya makanan
dan warna-warninya merupakan nikmat. Semuanya menyediakan protein, asam
amino, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan cairan yang dibutuhkan
tubuh. Untuk menjalani hidup sehat, kita harus makan secara teratur dan
cukup. Yang menakjubkan, ini bukan pekerjaan yang sulit bagi kita. Ini
malah merupakan sesuatu yang kita nikmati. Buah-buahan, sayuran, nasi,
dan roti memenuhi kebutuhan makanan seseorang dan juga memberikan banyak
kesenangan.
Sebenarnya, semua yang
telah kita bahas tadi merupakan hal yang amat sepele dan diketahui
dengan baik oleh setiap orang. Semua orang akrab dengan kegiatan itu
dalam setiap 24 jam kesehariannya, sejak dia dilahirkan. Namun sebagian
besar orang tidak merenungkan hal ini dengan benar. Dia tidak sadar
bahwa semua itu telah dikaruniakan oleh Allah untuk kehidupan keseharian
kita. Semuanya disepelekan begitu saja, tidak ada kesadaran tentang
betapa berharganya itu semua.
Padahal,
semua makanan dan minuman lezat tersebut mampu menyediakan berbagai
manfaat bagi tubuh manusia, dan setiap makanan atau minuman itu
merupakan ciptaan yang mengagumkan. Sebagai contoh, seekor lebah yang
berbobot hanya beberapa gram menghasilkan madu. Karena vitamin dan
mineral yang dikandungnya atau karena kekhasan struktur yang
dimilikinya, madu berguna untuk kesehatan dan obat bagi manusia. Dalam
Al Qur’an Allah berfirman bahwa Dia mengilhamkan sifat madu dan memberi
ilham pada lebah madu saat bekerja:
Dan Tuhanmu
mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibangun oleh manusia,"
kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar
minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan. (QS An Nahl, 16:68-69)
Orang
beriman yang merenungkan proses pembuatan madu menjadi sadar akan
keajaiban penciptaan yang terkandung di dalamnya. Dia segera mengerti
bahwa mekarnya pohon yang berbuah, yang menjadi bahan mentah dasar untuk
madu, yang sari bunganya diubah oleh lebah menjadi madu, maupun madu
yang menakjubkan itu sendiri, tidak dapat terjadi secara kebetulan. Hal
ini mendekatkan dirinya kepada Allah.
Lebih lanjut,
kepatuhan tanpa syarat dari seekor lebah kecil kepada Allah juga
merupakan bukti lain yang menuntun kepada iman. Orang beriman akan
mengerti bahwa berdasarkan petunjuk Allah-lah, seekor lebah madu yang
tidak memiliki kecerdasan ataupun kesadaran sebagaimana yang telah kita
pahami, bekerja tanpa henti dan dengan disiplin sempurna melaksanakan
tugasnya yang menakjubkan itu.
Pentingnya daging,
susu, keju, dan manfaat lain dari binatang sebagai nikmat bagi manusia
dari Allah difirmankan dalam Al Qur’an:
Dan sesungguhnya
pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang
penting bagimu. Kami memberimu minum dari air susu yang ada dalam
perutnya. Dan pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang
banyak untukmu, sebagian darinya kamu makan. (QS Al Mu’minun, 23:21)
Ada
keterangan tentang “apa yang ada dalam perutnya”, ketika ayat tersebut
menerangkan kepada kita tentang manfaat yang kita ambil dari hewan.
Misalnya, ada sesuatu yang tertinggal dalam proses pencernaan dari pakan
yang dimakan oleh sapi, air yang diminum oleh sapi, darah yang mengalir
dalam pembuluh darah, dan alat-alat tubuh sapi. Sungguh merupakan
keajaiban bahwa aroma manis, bersih, campuran putih semacam susu yang
sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia, dapat dihasilkan dari campuran
rumit semacam itu. Hebatnya lagi, susu dihasilkan dengan sifat paling
menyehatkan, padahal jelas susu terletak pada bagian yang mengandung
kotoran.
Petunjuk lain tentang
pengetahuan Allah yang Mahaluas adalah kenyataan bahwa satu-satunya
bahan mentah yang digunakan untuk menghasilkan susu adalah rumput hijau.
Namun hewan yang menghasilkan susu ini dapat mengeluarkan cairan putih
dari bahan hijau kaku tersebut berkat sistem mengagumkan yang Allah
ciptakan dalam tubuh mereka. Dalam Al Qur’an, Allah menerangkan kepada
kita tentang bagaimana susu dibuat:
Dan sesungguhnya
pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagimu. Kami
memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang
bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang
meminumnya. (QS An Nahl, 16:66)
Seperti kita ketahui,
susu merupakan minuman yang sangat kaya akan beberapa bahan yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Susu merupakan cairan yang berperan
penting dalam pertumbuhan anak-anak dan orang dewasa.
Makanan
lain yang berasal dari hewan, kecil bentuknya namun nilai gizinya
sangat besar, adalah telur. Pembentukan gudang protein, vitamin, dan
mineral ini merupakan keajaiban yang lain. Seekor ayam yang rendah
tingkat kecerdasannya mampu menghasilkan telur setiap hari dan
melindungi telur yang dihasilkannya dengan kemasan yang mengagumkan.
Memperhatikan bagaimana kulit telur dibentuk secara menakjubkan
mengelilingi cairan yang ada di dalam kulitnya, walaupun tanpa
pelindung, meningkatkan kekaguman yang dirasakan oleh orang beriman
terhadap seni penciptaan Allah.
Berbagai minuman, yang
dianggap oleh sementara manusia harus tersedia dalam sarapan, berasal
dari tumbuhan. Setelah daun-daun tumbuhan tersebut mengalami proses
tertentu, daun tersebut menjadi cairan beraroma manis. Beribu-ribu macam
tumbuhan yang tumbuh dari tanah yang sama menunjukkan kekuasaan,
kekuatan, dan kasih sayang tak terbatas dari Allah yang telah
menciptakannya. Sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Al Qur’an:
Dan Dialah yang
menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya)… (QS Al An'am,
6:141)
Allah memberi kita
nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Dia menciptakannya banyak nikmat
untuk kita makan. Dia menguji manusia dalam hidup di dunia ini dengan
kekayaan dan kemiskinan. Dia menyukai orang yang menunjukkan akhlak
terpuji di saat berhadapan dengan ujian ini. Dia menerangkan dalam Al
Qur’an bahwa mereka akan menerima nikmat yang kekal di dalam Surga.
Sebagai contoh, sementara sebagian orang menyantap sarapan yang lezat,
orang lain hanya memiliki sedikit makanan. Namun orang beriman, kaya
atau miskin, akan selalu bertingkah laku dengan cara diridhai oleh Allah
dan bersyukur kepada-Nya dengan ikhlas. Apabila dia kaya, dia tidak
akan sombong atau menjadi tinggi hati. Apabila dia miskin, dia tidak
akan khawatir dan menyesali keadaannya.
Orang
beriman menyadari bahwa Allah sedang mengujinya. Dia juga menyadari
bahwa segala hal dalam hidup ini adalah tidak kekal. Al Qur’an
menyatakan bahwa Allah akan menguji manusia melalui kebaikan dan
keburukan. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS Al
Anbiya', 21:35). Dengan alasan ini, orang yang hidup sesuai dengan Al
Qur’an mengetahui bahwa bukanlah nikmat yang dia terima, melainkan
sikapnya terhadap nikmat tersebutlah yang bernilai di hadapan Allah.
Walaupun dia tidak kaya, orang beriman dengan ikhlas bersyukur kepada
Allah. Dalam Al Qur’an Allah menerangkan bahwa Dia akan menambah nikmat
kepada mereka yang bersyukur dengan ikhlas dan kesungguhan hati. Dia
juga memperingatkan orang yang tidak bersyukur akan pedihnya siksa di
Neraka:
Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS Ibrahim, 14:7)
Orang yang merenungkan
bukti kesempurnaan ciptaan di sekililingnya, dan juga alasan di balik
penciptaan makanan, juga akan melihat kehendak Yang Mahakuasa di dalam
susunan dan cara kerja mulut yang diciptakan untuk memakan makanan
dengan mudah. Agar manusia dapat makan, makanannya, bibirnya, gigi,
lidah, rahang, kelenjar ludah, dan jutaan sel bekerja sama dalam
keselarasan yang sempurna. Semua ini diatur sedemikian rupa sehingga
beberapa fungsi dapat dilakukan pada waktu bersamaan tanpa menimbulkan
gangguan. Gigi memotong makanan menjadi bagian-bagian kecil, dan lidah
terus-menerus mendorong makanan di sela-sela gigi untuk dikunyah. Dengan
otot yang kuat, rahang membantu gigi mengunyah ketika orang yang makan
menggerakkan lidahnya dengan cara yang sesuai. Bibir berperan sebagai
pintu yang tertutup dengan rapat untuk mencegah makanan keluar dari
mulut.
Selain itu,
bagian-bagian yang membentuk organ-organ tubuh ini bekerja sama dalam
keselarasan yang sempurna. Misalnya, gigi, sesuai dengan tempat dan
susunannya, menggigit makanan menjadi bagian-bagian kecil dan
mengunyahnya. Seluruh gigi diatur dan disusun pada tempatnya sesuai
dengan fungsinya masing-masing. Setiap gigi tumbuh dan tinggal dalam
ukuran panjang tertentu agar dapat bekerja sama dengan baik dengan gigi
yang ada di tempat yang berlawanan dengannya. Tentunya organ ini tidak
memiliki kesadaran atau kecerdasan. Gigi tidak dapat menentukan sendiri
bagaimana bekerja sama dengan gigi yang lain. Dan koordinasi luar biasa
seperti yang telah dijelaskan tersebut tidak terjadi secara kebetulan.
Setiap bagian dibuat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan
tertentu. Tidak ada keraguan bahwa rancangan menakjubkan ini berasal
dari Allah Yang “telah menciptakan segala sesuatu, dan menetapkan
ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS Al Furqan, 25:2). Allah
telah menciptakan semua ini untuk memudahkan manusia memakan makanannya
dan mengambil manfaat serta menikmatinya.
Hal
penting lainnya yang direnungkan oleh orang beriman adalah kenyataan
bahwa dia dapat mencium bau makanan di dapur dan mengecapnya tanpa susah
payah. Hal ini dimungkinkan oleh indera yang dimilikinya. Indera
pengecap dan penciumannya, yang tidak berhenti sepanjang hidupnya,
bekerja dengan sempurna tanpa biaya apa pun; mereka tidak pernah
berlatih untuk menggunakannya dengan cara yang benar, dan mereka pun
tidak menyadari kegiatan indera tersebut.
Apabila seseorang
tidak memiliki indera pengecap ini, berbagai macam rasa dari daging,
ikan, sayuran, sup, selada, buah, minuman, dan selai tidak akan ada arti
baginya. Selain itu, rasa makanan tersebut mungkan tidak akan lezat,
hambar, tawar, atau tidak mengenakkan dan memualkan perut. Tidak
diragukan lagi bahwa rasa dan indera yang menerimanya telah secara
khusus diciptakan untuk manusia. Adalah kesalahan besar jika tidak
menyadarinya karena kelalaian akibat kebiasaan. Al Qur’an menerangkan
bahwa Allah menciptakan makanan yang baik dan bersih untuk manusia:
Allah-lah yang
menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan
membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu rezki dengan
sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhanmu, Maha
Agung Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Ghafir, 40:64)
Sudah barang tentu,
bagi orang-orang yang berpikir, setiap rasa merupakan sarana untuk
bersyukur kepada Allah dengan sebaik-baiknya, mengingat-Nya dengan penuh
rasa terima kasih, memuji-Nya, dan berterima kasih pada-Nya. Orang
beriman yang mengetahui bahwa setiap jenis makanan lezat dan minuman
datang dari Allah, memikirkannya saat dia duduk di meja makan, sehingga
bersyukur kepada Allah. Allah berfirman dalam Al Qur’an:
Dan suatu tanda
(kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami
hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari
itulah mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan
anggur, dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka
dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan
mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS Ya Sin, 36:33-35)
Dan apakah mereka
tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak
untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan
kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan
binatang-binatang itu untuk mereka. Maka sebagiannya menjadi tunggangan
mereka dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya
manfaat dan minuman. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? (QS. Ya Sin,
36: 71-73)
Sebagian orang tidak
berpikir tentang pentingnya beberapa kenyataan yang sangat penting.
Padahal, mereka telah menyantap makanan yang berasa dan beraroma lezat
yang telah memenuhi kebutuhan mereka secara sempurna sepanjang hidup
mereka. Kenyataan yang mereka abaikan tersebut adalah, bahwa Allah telah
menciptakan nikmat yang tiada bandingannya ini bagi mereka, dan mereka
harus bersyukur kepada Allah, Yang telah menyediakan itu semua. Jelas
sebuah sikap yang keliru. Mereka seharusnya tidak melupakan bahwa mereka
akan ditanya di akhirat, tentang apakah mereka telah bersyukur kepada
Allah.
Orang beriman
menyadari bahwa Allah telah memberikan tubuh sebagai amanat. Dia
bertanggung jawab untuk menjaga nikmat tiada tara ini sebaik mungkin.
Untuk itu dia harus memberi tubuh tersebut makanan dengan cara yang
sehat. Dia tahu bahwa agar bekerja dengan baik, tubuh harus sehat,
sehingga harus diberi makanan yang cukup dengan menu yang seimbang. Dia
tahu bahwa tubuhnya harus mendapat semua makanan yang dibutuhkannya
untuk pertumbuhan 100 triliun sel dan agar tubuh bisa pulih dan
berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi, baik di saat sarapan, maupun pada
waktu lainnya di hari tersebut, dia akan makan makanan sehat dan alami.
Dia menghindari makanan yang berbahaya, walaupun terlihat menarik dan
lezat. Dia tidak akan lalai atau ceroboh dalam masalah ini. Misalnya,
dia tahu bahwa berfungsinya alat tubuhnya, kemampuan tubuhnya untuk
membersihkan bahan beracun, dan kemampuan tubuhnya untuk menghilangkan
sakit dan lelah, semuanya tergantung pada air (banyak orang mengabaikan
untuk meminumnya secara teratur). Dia dengan seksama meminumnya dalam
jumlah yang cukup sepanjang hari. Nabi kita, SAW dalam beberapa
kesempatan menunjukkan kepada kita akan pentingnya air.
"All praise is due to
Allah Who has made it delicious and sweet by His grace and has not made
it either salty or unsavoury." (Imam Ghazali's Ihya Ulum ad-Din)
Sebagai contoh, dalam
sebuah perjalanan dia duduk di suatu tempat dan meminta air dari orang
yang berada di sebelahnya. Setelah membasuh tangan dan wajahnya dan
meminum air, beliau bersabda pada pengikutnya, “Percikkan sebagian
airnya pada wajah dan dadamu.” (Sahih al-Bukhari) Nabi Muhammad, SAW
bersabda setelah meminum air:
“Segala puji bagi
Allah Yang telah membuatnya lezat dan manis dengan kasih sayang-Nya dan
tidak membuatnya asin atau membahayakan.” (Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Dalam Perjalanan
Orang yang telah selesai makan pagi dan telah berbenah diri, siap menyambut berbagai tantangan di tempat kerja mereka, sekolah, atau tempat lainnya. Sebagian besar orang memperoleh yang mereka butuhkan sebelum hari itu berakhir. Allah menggambarkan keadaan ini dalam Al Qur’an:
Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). (QS Al Muzzammil, 73:7)
… dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (QS. al-Furqan, 25:47)
Orang beriman melihat
hari di hadapannya sebagai kesempatan untuk meraih cinta dan ridha Allah
serta untuk mendapatkan Surga. Untuk itu dia perlu bekerja keras
melakukan pekerjaan yang baik. Bagaimanapun sibuknya, dia tetap waspada
agar tidak lalai dari mencari ridha Allah. Dia meneladani doa Nabi
Sulayman AS, sebagaimana difirmankan dalam ayat ke-19 Surat An Naml,
dengan harapan bahwa Allah akan memberinya petunjuk dalam kegiatannya
sepanjang hari:
"Ya Tuhanku
berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku, dan untuk
mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan
rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (QS An Naml,
27:19)
Setiap orang yang
meninggalkan rumah menuju ke sekolah atau bekerja, akan menghadapi
banyak orang, hal, dan kejadian yang dapat direnungkan. Setiap hal yang
dilihat oleh seorang manusia ada dalam pengetahuan Allah, muncul atas
kehendak-Nya, dan terjadi dengan alasan tertentu. Maka, ketika orang
beriman memandang ke langit dalam renungan ini, dia melihat bahwa semua
itu telah diciptakan dengan cara yang menakjubkan. Dia memahami bahwa
kebenaran ayat berikut berada di hadapannya: "Dan Kami menjadikan langit
itu sebagai atap yang terpelihara…" (QS Al Anbiya', 21:32)
Fungsi
langit sebagai sebuah “atap yang terpelihara” disebabkan oleh
atmosfernya. Atmosfer ini menutupi bola bumi dan melakukan tugas
pentingnya agar manusia bertahan hidup. Atmosfer menolak sinar yang
datang dari luar angkasa yang berbahaya bagi makhluk hidup. Atmosfer
menghancurkan meteor besar dan kecil yang menuju ke bumi dan mencegah
meteor agar tidak mengancam bumi dan makhluk di dalamnya. Atmosfer juga
melindungi bumi dari suhu yang membekukan (sekitar minus 270 derajat
Celcius) di luar angkasa. Walaupun sebagian orang tidak peduli akan hal
ini sebagaimana mestinya, Allah telah menciptakan sebuah lingkungan yang
cocok untuk kita dan melindungi kita dari ancaman yang mungkin datang
dari langit.
Dalam Al Qur’an, Allah
menerangkan bahwa orang beriman yang mengamati langit akan segera
memahami bukti bahwa langit adalah ciptaan yang paling selaras dan
sempurna.
Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali
kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat, dan penglihatanmu itu pun
dalam keadaan payah. (QS Al Mulk, 67:3-4)
Allah berfirman dalam
Al Qur’an bahwa terdapat tanda-tanda dalam penciptaan langit dan bumi
bagi mereka yang mengamatinya dengan iman.
Maka apakah mereka
tidak melihat langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai
retak-retak sedikit pun? Dan Kami hamparkan bumi itu, dan Kami letakkan
padanya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan padanya segala
macam tanaman yang indah dipandang mata, untuk menjadi pelajaran dan
peringatan bagi setiap hamba yang kembali (mengingat Allah). (QS Qaf,
50:6-8)
Orang beriman yang
dengan seksama melayangkan pandangannya dari langit ke bumi akan melihat
bukti lain dari penciptaan-Nya. Di bawah bumi tempat dia berjalan di
atasnya dengan percaya diri terdapat sebuah lapisan batu meleleh yang
luar biasa panasnya disebut “magma”. Sebagai perbandingan dengannya,
kerak bumi sangatlah tipis, yang artinya bahwa batu meleleh ini berada
sangat dekat di bawah kaki kita. Jadi, ketebalan kerak bumi dibandingkan
dengan bagian dalam bumi itu sendiri dapat diibaratkan dengan ketebalan
kulit apel dibandingkan dengan keseluruhan apel. Orang beriman yang
memikirkan hal ini akan sangat paham bahwa dunia dan seluruh makhluk
hidup di dalamnya ada karena keseimbangan sempurna yang telah Allah
ciptakan berdasarkan kehendak-Nya, dan setiap ciptaan dapat terus hidup
dengan aman karena kehendak Allah.
Orang
beriman yang melihat dengan mata yang penuh renungan akan memperhatikan
keindahan di sekelilingnya dan ciptaan yang menakjubkan. Misalnya,
karena merupakan nikmat Allah, burung di langit, buah-buahan yang
menghiasi jendela pajang toko dengan warnanya yang menarik, dan bau
sedap yang berasal dari toko roti punya makna bagi orang beriman. Makna
ini tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Orang beriman yang
merenungkan berbagai macam bukti yang tidak terhitung jumlahnya yang dia
temui selagi berjalan di jalanan juga akan berhati-hati dalam
berperilaku. Sebagai contoh, dia akan berjalan tanpa menyombongkan diri
atau pamer karena Allah berfirman dalam sebuah ayat: “Dan sederhanalah
kamu dalam berjalan…" (QS Luqman, 31:19). Orang yang rendah hati patuh
pada perintah Allah dan, seperti dalam aktivitas-aktivitasnya yang lain,
tidak berlebihan dalam cara berjalan. Hal ini dapat disukai dalam
pandangan Allah maupun di mata orang beriman.
Orang beriman
mengetahui bahwa Allah telah menciptakan manusia dan mengaruniai mereka
dengan semua sifat-sifatnya. Namun orang-orang yang tidak mengikuti
ajaran Al Qur’an tidak akan peduli pada kenyataan ini dan menganggap
bahwa sifat yang ada pada mereka merupakan milik mereka sendiri.
Orang-orang yang berpikir bahwa kecantikan, kemakmuran, pengetahuan, dan
kesuksesan mereka adalah milik mereka sendiri menjadi bangga dan
sombong. Karena kesombongan tersebut, mereka ingin menunjukkan
keunggulan mereka dengan menindas orang lain. Tingkah laku ini terlihat
dari cara mereka berjalan sebagaimana cara mereka berbicara dan
bertindak. Padahal, semua orang tidak ada artinya di hadapan ilmu dan
kekuasaan Allah. Kita membutuhkan Allah di tiap saat dalam hidup kita.
Dalam Al Qur’an, Allah memperingatkan kita mengenai hal ini dan melarang
kita untuk bersikap sombong:
Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Luqman, 31:18)
Dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan
sampai setinggi gunung. (QS Al Isra', 17:37)
Setiap orang yang
hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an selalu menyadari ketidakberdayaannya,
dan dia hidup berdasarkan kehendak Allah. Hanya Tuhan Semesta Alam saja
yang telah memberikan apa yang dia miliki. Dan karena dia hidup dalam
kesadaran ini, dia memahami semua yang terjadi di sekitarnya berdasarkan
Al Qur’an.
Jelaslah bahwa
seseorang tidak dapat menempuh jarak jauh dengan berjalan kaki dalam
sehari. Mudah untuk menempuh jarak yang dekat. Kemampuan untuk berjalan
memang merupakan nikmat yang sangat besar dari Allah. Namun, manusia
tidak mampu berkelana menempuh jarak yang sangat jauh dengan berjalan
kaki. Tubuh mereka akan menjadi lelah dan dalam batas tertentu tidak
mampu berjalan lebih jauh lagi. Allah mengetahui kelemahan
hamba-hamba-Nya ini dan telah menciptakan binatang dan kendaraan untuk
membawa mereka, dan telah membuat transportasi menjadi mudah. Berikut
adalah beberapa ayat Al Qur’an yang terkait dengan nikmat Allah yang
menunjukkan kemuliaan, kasih sayang, dan belas kasih-Nya kepada
hamba-Nya:
Dan mereka
(ternak-ternakmu) memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak
sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang
menyulitkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai,
agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah
menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya. (QS An Nahl, 16:7-8)
Dan
Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu
kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (QS Az Zukhruf, 43:12)
Apakah kamu tidak
melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan
bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan
(benda-benda) langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya?
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
Manusia. (QS Al Hajj, 22:65)
Dengan menggunakan
akal, jelaslah bagi kita bahwa Allah-lah Yang telah menciptakan
bahan-bahan seperti besi dan baja yang memiliki kemampuan tertentu, dan
mengilhami manusia untuk memanfaatkannya dalam menciptakan
bermacam-macam kendaraan. Dan dengan kehendak Allah pula orang membuat
kendaraan seperti mobil, bus, kereta, kapal dan pesawat terbang. Ya,
Allah telah mempermudah kita untuk menempuh perjalanan yang tidak
mungkin kita lakukan seorang diri. Apa yang harus kita lakukan sebagai
balasan atas nikmat ini adalah dengan mengingat Allah di saat kita naik
ke atas kendaraan, memuji nama-Nya, dan berterima kasih kepada-Nya.
Allah berfirman kepada kita mengenai ini:
Supaya kamu duduk
di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu
telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan
yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya
tidak mampu menguasainya." (QS Az Zukhruf, 43:13)
Berjalan
jauh masa kini jauh lebih cepat, mudah dan nyaman daripada masa lalu.
Bagi orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an, merenungkan hal
ini merupakan cara penting untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
bersyukur kepada-Nya dengan ikhlas atas segala nikmat-Nya.
Orang beriman juga
mengingat Allah ketika dia berada dalam perjalanan. Dia merenungkan
orang di sampingnya yang mengemudikan mobil, model dan warna mobil
tersebut, mobil lain dan orang di sekelilingnya, pergerakan mereka,
tulisan di jendela belakang mobil yang ada di depannya, barisan bangunan
sepanjang jalan, bentuknya, jendelanya, papan reklame, dan tulisan yang
ada padanya. Semuanya telah diciptakan oleh Allah atas perintah-Nya.
Allah menyampaikan ini kepada manusia dalam ayat berikut:
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS Al Qamar, 54:49)
Allah menciptakan
benda-benda yang kita temui setiap saat dalam hidup kita, bukan hanya
untuk orang tertentu, tetapi juga untuk miliaran manusia di bumi. Bagi
seseorang yang hidup mengikuti ajaran Al Qur’an, memikirkan hal ini
adalah sebuah jalan baginya untuk mengetahui bahwa Allah senantiasa
berada di sisinya, dan Dia melihat setiap gerak-gerik dan perbuatannya.
Karena kesadaran akan kenyataan ini senantiasa bersamanya sepanjang
hari, kemacetan, atau kendaraan yang mengambil jalurnya, atau kesulitan
lain yang dia alami tidak akan mengubah sikap berserah dirinya kepada
Allah.
Sebagian orang
memandang ketidakberuntungan kecil saja sebagai sebuah hambatan besar.
Mereka menjadi tidak sabar dan terkadang kehilangan kendali atas diri
sendiri, bertingkah laku secara tidak masuk akal. Mereka mungkin mulai
menggerutu sendiri atau berteriak. Mereka tidak memiliki kesabaran saat
mereka terjebak dalam kemacetan dan mereka menunjukkannya dengan
membunyikan klakson terus-menerus dan mengganggu orang lain. Semua itu
adalah karena mereka telah lupa bahwa segalanya berada dalam kendali
Allah.
Bagi orang yang
berpaling dari Allah, transportasi bukanlah sebuah nikmat, melainkan
sebuah gangguan dan hal yang menjengkelkan. Misalnya, lubang di jalan,
kemacetan lalu-lintas, hujan angin tiba-tiba dan banyak hal lainnya
memenuhi pikirannya sepanjang hari. Padahal, pikiran yang tak berguna
ini tidaklah bermanfaat baginya, baik dalam kehidupan ini maupun
kehidupan yang akan datang. Sebagian orang mengaku bahwa hal utama yang
mencegah mereka dari berpikir terlalu dalam mengenai masalah ini adalah
perjuangan yang mereka lakukan di dunia. Karena waktu yang harus mereka
korbankan untuk memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal dan kesehatan,
mereka mengaku tidak punya waktu untuk berpikir mengenai keberadaan
Allah atau bukti-bukti yang menuntun kepada iman. Namun ini tak lain
hanyalah tindakan menghindari tanggung jawab. Tugas seseorang sebagai
kepala keluarga dan jabatannya tidak ada hubungannya dengan berpikir.
Seseorang yang, dalam rangka meraih ridha Allah, memikirkan bukti-bukti
yang menuntun kepada iman, perintah Allah, akhirat, kematian, dan
merenungkan nikmat yang telah Allah berikan kepadanya dalam kehidupan
ini, akan mendapatkan pertolongan Allah bagi dirinya. Dia akan melihat
bahwa banyak permasalahannya dapat dengan mudah diselesaikan dan dia
akan mampu meluangkan waktu dan istirahat untuk merenung.
Orang beriman tidak
pernah lupa bahwa Allah telah menciptakan setiap situasi yang dialaminya
sepanjang hari. Tujuan dari penciptaan tersebut adalah agar kita
bersabar atau menggunakan pikiran kita untuk menyelesaikan masalah
dengan cara yang paling disukai Allah. Apabila ada masalah yang tidak
mampu diselesaikan seorang diri, maka yang harus dilakukan adalah
bersabar. Marah, berteriak, dan menghujat seperti yang dilakukan
sebagian orang, adalah keliru dan tidak ada artinya karena dapat
membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain.
Salah jika ada orang
yang menganggap bahwa cobaan hanya muncul dalam bentuk kepedihan yang
luar biasa dan tragedi sebagai ujian bagi kesabaran kita. Allah menguji
manusia sepanjang hari dengan berbagai cobaan, baik yang besar maupun
kecil. Jadi, hal yang menjengkelkan seperti terjebak kemacetan atau
terlambat menuju suatu tempat dan kecelakaan kecil adalah ujian bagi
manusia. Namun, dalam situasi ini, mereka yang hidup sesuai dengan
ajaran Al Qur’an tidak merasa jengkel dan tetap bersabar tanpa
berkeluh-kesah. dalam Al Qur’an, Allah menerangkan bahwa salah satu
sifat orang beriman adalah tetap bersabar dengan cobaan yang datang
kepada mereka:
(yaitu)
orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,
orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang
yang mendirikan sembahyang, dan orang-orang yang menafkahkan sebagian
dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka. (QS Al-Hajj, 22:35)
Dalam menghadapi
kecelakaan lalu lintas yang mungkin mereka alami, orang beriman menjaga
ketenangan mereka dan berserah diri kepada takdir, tidak dalam arti diam
saja, tetapi secara realistis menerima apa yang telah Allah tentukan
pada mereka. Dalam situasi tersebut mereka bertindak arif dengan
menyadari bahwa Allah telah menciptakan apa yang terjadi kepada mereka
dan mereka mencoba melakukan sesuatu untuk mengobati lukanya, mencari
bantuan, dan menghentikan kerusakan. Mereka tahu bahwa mereka
bertanggung jawab setiap saat dalam kehidupan duniawi ini untuk
bertindak dengan apa yang disukai oleh Allah.
Dalam Surat Al-Mulk, Allah menerangkan tujuan penciptaan manusia dan tanggung jawab yang diberikan kepada kita:
Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia mengujimu, siapa di antaramu yang lebih baik
amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Al Mulk, 67:2)
Orang beriman yang
menjalani setiap saat dalam kehidupan dunianya sesuai dengan ajaran Al
Qur’an tidak akan membiarkan pikirannya dikuasai oleh pikiran yang tidak
berguna dan tidak masuk akal selama perjalanan. Dia mengarahkan
perhatiannya pada hal dan peristiwa yang dapat dia renungkan dengan
mendalam. Misalnya, mereka yang telah jauh dari ajaran Al Qur’an, ketika
memperhatikan burung yang terbang di udara akan melihatnya sebagai
kejadian biasa. Namun demikian, bagi orang beriman, burung yang jelas
tidak menempel pada suatu apa pun, tetapi tetap melayang di udara yang
renggang dan melakukan gerakan manuver dengan sayapnya yang lemah; dan
sayap mereka yang dirancang agar mereka dapat terbang, bergerak cepat
dan melakukan manuver ini; dan paruh mereka mereka dengan susunan yang
diciptakan khusus agar mereka dapat makan dengan baik; cara terbang
mereka, susungan rangka tulang yang khusus, dan sistem pernapasan,
syaraf dan lainnya; susunan aerodinamis dan rumit dari bulu-bulu mereka;
cara pembuatan sarang mereka; alat penginderaan mereka, cara berburu
dan memberi makan, tingkah laku mereka, suara yang mereka buat di saat
kawin dan waktu-waktu lainnya; kenyataan bahwa sistem yang mereka amati
pada burung jelas adalah rancangan yang menakjubkan, adalah bukti
keberadaan Allah, kekuatan, dan ilmu-Nya. Allah menuntun kita untuk
memperhatikan hal ini dalam Al Qur’an: “Dan apakah mereka tidak
memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya
di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha
Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu" (QS Al Mulk,
67:19).
Di saat orang beriman
berada dalam perjalanan mereka, mereka mengamati ciptaan yang
menakjubkan seperti yang ada di sekeliling mereka. Mereka menjadi saksi
setiap saat akan kekuasaan Allah yang tidak terbatas.
Di Tempat Kerja
Pada umumnya orang dewasa menghabiskan sebagian besar hari mereka untuk bekerja. Namun mereka yang bertindak sesuai dengan ajaran Al Qur’an sangat berbeda dengan rekan-rekan kerjanya, yang memiliki kesamaan nilai moral. Bagi orang beriman, tidak peduli betapa penting urusannya di hari itu, melakukan pengabdian dan menyembah Allah adalah lebih penting daripada apa pun. Allah menerangkan hal ini dalam Al Qur’an:
Katakanlah, "Apa
yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan," dan
Allah Sebaik-baik Pemberi rezki." (QS Al Jumu'ah, 62:11)
Orang beriman
menyadari hal ini, dan tidak ada pekerjaan yang akan mencegahnya dari
mengingat nama Allah atau melakukan sholat. Dia tidak akan mengabaikan
atau menunda kewajiban agama apa pun demi meraih materi. Allah mengajak
kita untuk memperhatikan ini dalam sebuah ayat Al Qur’an:
Bertasbih kepada
Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan
(dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari
itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (QS An Nur, 24:36-37)
Alasan di balik
memberikan perhatian pada perniagaan dalam ayat ini adalah karena
keinginan yang besar akan keuntungan materi merupakan salah satu
kelemahan terbesar pada manusia. Sebagian orang rela mengabaikan ajaran
agama demi mendapatkan uang lebih banyak, memperoleh harta lebih banyak,
dan meraih kekuasaan lebih besar. Misalnya, mereka tidak melaksanakan
sholat atau menunaikan kewajiban lainnya, dan mereka tidak menunjukkan
watak terpuji, walaupun mereka mampu melakukannya.
Ada beberapa hal yang
mereka harap dapat diraih dari pekerjaan mereka. Mereka menginginkan
kehidupan yang baik di dunia ini, menjadi kaya-raya, mendapat jabatan
dan penghormatan dan dimuliakan masyarakat, memiliki perkawinan yang
baik dan anak-anak yang terpuji.. Hal-hal inilah yang memisahkan manusia
dari nilai-nilai Al Qur’an, bahkan tersesat lebih jauh dengan
mengutamakannya daripada kehidupan setelah mati. Memang benar, semua itu
adalah nikmat yang boleh kita tuju untuk meraih ridha Allah dan
menggapai akhirat sebagai cita-cita. Orang beriman juga ingin
mendapatkan nikmat yang sama: pekerjaan yang berguna, mendapatkan uang
dan harta milik sendiri. Namun mereka memiliki beberapa sifat yang
membedakan mereka dari orang lain: mereka melakukan semua pekerjaan
mereka demi ridha Allah, membelanjakan uang mereka di jalan yang
dituntun oleh Allah. Dan dalam perniagaan mereka, sebagaimana dalam hal
lainnya, mereka sangat berhati-hati mematuhi perintah Allah.
Di dalam ayat Al Qur’an, Allah mengajak kita memperhatikan bahaya karena mengutamakan perniagaan di atas agama:
Katakanlah, "Jika
bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (QS At Taubah, 9:24)
Orang beriman dengan
iman yang sangat mendalam akan berbuat sekuat tenaga untuk menghindar
dari terjebak dalam nafsu semacam ini. Ada sebuah sifat mulia yang
dikehendaki oleh Allah dari orang beriman, dan yang akan mereka
tunjukkan, dalam pekerjaan apa pun yang mereka lakukan. Dalam melakukan
pekerjaan mereka jujur, ikhlas, rela berkorban, bekerja keras, adil, dan
sederhana. Seluruh perhatian mereka diarahkan untuk meraih ridha Allah
dan menjaga batasan yang telah ditetapkan antara yang benar dan yang
salah. Allah telah memerintahkan orang beriman bahwa dalam bekerja
mereka dilarang melanggar hak orang lain, mereka harus memberikan
takaran dan berat yang sempurna berdasarkan keadilan, dan tidak
mengurangi hak milik orang lain. (Surah Hud: 85).
Dalam beberapa ayat
Allah menerangkan pentingnya kejujuran dalam bekerja, memperlakukan
orang dengan adil dan, dalam melakukan itu, menunjukkan sikap mencari
ridha Allah:
Dan sempurnakanlah
takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar.
Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS Al Isra',
17:35)
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS Ar Rahman, 55:9)
Dalam Al Qur’an,
Allah menjelaskan bagaimana seharusnya kita melakukan perdagangan dan
perniagaan. Pertama-tama, Allah dengan jelas melarang riba: ".. padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. " (QS Al
Baqarah, 2:275)
Hal lain yang
diterangkan oleh Allah adalah bagaimana mengatur perdagangan dan
utang-piutang. Allah memerintahkan bahwa, dalam bekerja, saat berutang
(yang akan dibayar di kemudian hari pada waktu yang telah ditentukan),
dia harus menuliskannya. Apabila orang yang berutang tersebut tidak
mampu atau lemah atau tidak mampu menyebutkannya, maka walinya harus
menyebutkan untuknya dengan adil. Dan dua orang dari golongan mereka
harus harus menjadi saksi. (QS Al Baqarah, 2:282)
Hal lain yang harus
dilakukan dengan seksama oleh orang beriman dalam pekerjaan mereka
adalah membahas pandangan orang lain saat mengambil keputusan, memulai
usaha baru, dan memajukan kegiatan mereka. Allah berfirman dalam Al
Qur’an bahwa hal ini adalah sifat dari orang beriman.
Seperti halnya dalam
setiap segi kehidupan, begitu pula dalam perdagangan dan perniagaan, Al
Qur’an membawa hal terbaik, termudah, dan paling benar ke dalam
kehidupan manusia. Dalam hal ini, Al Qur’an membantu manusia keluar
stress dan tekanan batin dan memungkinkan mereka bekerja dalam
lingkungan yang sehat dan damai, tempat mereka dapat berserah diri
kepada Allah, mengambil keputusan yang tepat, dan berunding dengan orang
lain saat mengambil keputusan.
Di
samping itu, orang beriman sangat berpikiran terbuka dalam kehidupan
kerjanya, dalam menyusun rencana, baik jangka panjang maupun jangka
pendek dan merancang berbagai tahapannya. Dan setelah dia mulai bekerja,
dia akan benar-benar memperhitungkan tahapan selanjutnya, tindakan apa
yang akan memastikan kesuksesan baginya untuk waktu yang lama dan
kemungkinan jalan lain. Dan dia akan memperhatikan segala peringatan
yang telah diberikan Allah dalam Al Qur’an untuk memastikan bahwa
langkah yang menurutnya bermanfaat untuk dilakukan tidak akan
merugikannya di tahapan berikutnya. Selagi terlibat dalam pekerjaannya,
dia akan berdoa terus-menerus kepada Allah di dalam hati, meminta Allah
untuk memudahkannya dan dia akan memahami bahwa tidak ada perusahaan
yang berhasil, kecuali Allah menghendaki. Dia berharap agar pekerjaan
yang dia kerjakan menjadi sarana untuk meraih ridha Allah.
Di masa kita hidup
saat ini, penemuan baru dan perkembangan ilmu pengetahuan telah terjadi.
Orang-orang di masa lampau bahkan tidak pernah dapat membayangkannya.
Ajaran Al Qur’an mewajibkan kita untuk berterima kasih atas kesempatan
yang tidak ada bandingannya ini. Misalnya, ilmu pengetahuan, teknologi,
transportasi canggih, dan komunikasi telah mencapai tingkatan kemajuan
seperti saat ini. Berkat komputer dan teknologi internet, orang dari
seluruh dunia dapat saling berkomunikasi dalam hitungan detik, berbagi
informasi, dan menjalin hubungan. Tentu saja, semuanya adalah nikmat
yang harus direnungkan dalam-dalam. Para nabi yang telah dijadikan
sebagai contoh oleh Allah dalam Al Qur’an senantiasa mendekatkan diri
kepada Allah dengan ikhlas, dan senantiasa mengingat Allah serta
bersyukur kepada-Nya di saat menjalani pekerjaan mereka. Dalam Surat
Saba’, Allah berfirman:
Para jin itu
membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya (dalam bentuk)
gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung serta piring-piring yang
(besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku).
Bekerjalah, Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan
sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (QS Saba',
34:13)
Berbelanja
Saat ini berbelanja merupakan kegiatan penting bagi banyak orang. Misalnya, banyak orang menghabiskan berjam-jam, bahkan berhari-hari mendatangi toko demi mendapatkan busana untuk dipamerkan kepada teman-teman mereka. Mereka menghabiskan banyak uang untuk pakaian yang akan dikenakan beberapa saat saja dalam hidup mereka. Tanpa peduli dengan keadaan lemari mereka yang sudah penuh, mereka mungkin akan membeli pakaian baru dengan hasrat yang tidak berkurang. Bagi orang ini, berbelanja lebih dari sekadar sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjadi bagian penting dalam hidup mereka. Inilah sifat orang yang lupa diri saat berbelanja dan seringkali membeli barang kemudian mereka sesali telah membelinya.
Sudah
barang tentu, berbelanja adalah penting bagi setiap orang dan bahkan
bisa menjadi sebuah kegiatan sehari-hari yang menyenangkan. Namun yang
salah adalah jika belanja dapat menimbulkan hasrat duniawi dalam diri
manusia dan membuat mereka sepenuhnya lalai akan kehidupan setelah mati.
Mereka mencurahkan seluruh hidup, pikiran, dan kegiatan untuk kegiatan
ini. Bukan mencari jalan yang diridhai oleh Allah Yang telah
menciptakan mereka, mereka malah mencoba mencari kepuasan dalam
pekerjaan sepele seperti berbelanja.
Seperti dalam bagian
lain dari kehidupan, seseorang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an
pun akan mencoba memandang kegiatan berbelanja sebagai kebaikan yang
telah diciptakan oleh Allah serta makna di balik peristiwa yang terjadi.
Baginya, berbelanja bukan sekadar berjalan-jalan tanpa tujuan,
melainkan kesempatan untuk mencukupi dirinya dan keluarganya dengan
barang yang dia butuhkan. Berbelanja sudah pasti tidak akan
menjauhkannya dari melakukan kewajibannya kepada Allah. Allah
memerintahkan orang beriman di dalam Al Qur’an:
Dan bersabarlah
kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan
senja hari dengan mengharap ridha-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan
janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya; dan adalah keadaan (mereka
itu) melewati batas. (QS Al Kahfi, 18:28)
Orang beriman yang
pergi berbelanja akan selalu ingat: Allah telah menciptakan berbagai
macam makanan, pakaian, dan nikmat-nikmat lainnya bagi orang beriman.
Namun di banyak negara, karena pengangguran, kemiskinan atau konflik,
orang tidak dapat menemukan apa pun untuk dimakan. Walaupun tinggal di
negara yang kaya akan sumber daya alam, ada orang yang terlalu miskin
untuk dapat membeli kebutuhan mereka. Semua ini berada di bawah
kekuasaan Allah. Jumlah rezeki yang telah ditetapkan oleh Allah untuk
diberikan kepada manusia memiliki alasan tersendiri. Allah mengingatkan
kita akan hal ini dalam Al Qur’an:
Dan tidakkah
mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya
bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. (QS Az
Zumar, 39:52)
Allah telah
menciptakan berbagai macam keadaan untuk menguji manusia. Dan orang
beriman tidak akan berhenti bersyukur atas apa yang diterimanya, dalam
keadaan apa pun dia berada. Dia menyadari bahwa ujian dan keadaan
dirinya hanyalah bersifat sementara. Untuk itu, dia berkemauan keras
untuk bertindak setiap saat dengan cara yang disukai Allah. Dia
mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah atas nikmat-Nya di dalam hati,
dalam ucapannya, dan dalam tindakannya. Dia membelanjakan karunia yang
dimilikinya pada amal saleh, dan jika Allah membatasi nikmat yang
diterimanya, dia akan bersabar dan tetap bersyukur dengan ikhlas
kepada-Nya. Dia tahu bahwa dia sedang diuji dengan kemiskinan dan berdoa
agar Allah memberinya kesabaran. Dalam segala keadaan, orang beriman
ridha atas keputusan Allah dan berharap agar Allah merasa ridha
dengannya.
Namun manusia yang
mengikuti tradisi, kebiasaan, dan norma masyarakat yang tidak hidup
berdasarkan ajaran Al Qur'an, segera kehilangan rasa bersyukur mereka di
saat berhadapan dengan ketidaknyamanan yang paling kecil sekalipun.
Allah melaknat mereka dalam Al Qur'an, sebagai kehinaan karena tidak
mampu melihat bahwa kekayaan dan kemakmuran mereka adalah sebuah cobaan
yang sama dengan pengalaman mereka akan kemiskinan dan kekurangan:
Adapun manusia,
apabila Tuhannya mengujinya, lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, maka dia akan berkata, "Tuhanku telah memuliakanku." Adapun
bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata,
"Tuhanku menghinakanku." (QS Al Fajr, 89:15-16)
Allah
telah menciptakan nikmat yang tidak terhitung jumlahnya di bumi ini.
Namun, orang yang tidak menyadari hal ini lupa bahwa hanya atas kehendak
Allah dan izin-Nya sajalah mereka dapat membeli makanan dan pakaian
mereka. Mereka tidak berterima kasih kepada Allah. Mereka justru
terus-menerus bertindak di bawah kendali hawa nafsu. Semua yang mereka
pikirkan di saat berbelanja adalah pakaian mana yang akan dikagumi
teman-teman mereka. Apa yang memenuhi pikiran mereka seringkali adalah:
di mana mereka dapat membeli pakaian dengan model terbaru dan paling
menarik dalam hal warna dan mutu yang mereka inginkan. Mereka selalu
menaruh perhatian kepada apa yang dimiliki orang lain. Mereka iri akan
semua itu. Mereka tidak sanggup hidup tanpa harta benda maupun materi.
Mereka sangat menginginkan memiliki kekayaan dan harta benda. Mereka
membandingkan apa yang telah mereka terima dengan apa yang diterima oleh
orang lain. Mereka menjadi tidak sabar. Mereka berpikir bahwa mereka
diperlakukan tidak adil dan mereka tidak bersyukur. Dalam Al Qur'an,
Allah menerangkan sikap tidak bersyukur orang yang tidak puas dengan apa
yang mereka miliki dan selalu menginginkan lebih banyak lagi:
Dan sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang diberikan-Nya)
kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya). (QS An
Naml, 27:73)
Orang beriman yang
hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui bahwa nikmat yang ada di
sekelilingnya merupakan pemberian dari Allah. Mereka berhati-hati untuk
tidak membelanjakan uang dengan tergesa-gesa. Di saat sedang
berbelanja, dia berusaha sekuat tenaga untuk menghindari buang-buang
uang dan waktu. Dia bertindak sesuai dengan firman Allah dalam Al
Qur'an:
“.. makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan (QS Al A’raf, 7:27).
Dia tidak pernah
lupa bahwa Allah menyebut orang yang menghambur-hamburkan uang secara
berlebihan sebagai “saudara-saudara setan” (QS Al Isra’, 17:27).
Al Qur'an menuntut
kita untuk tidak menghamburkan uang dalam berbelanja atau membeli barang
lainnya. Seperti itu pula kita dituntut untuk bersifat dermawan. Allah
menerangkan hal ini di dalam Surat al-Furqan: “Dan orang-orang yang
apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah yang demikian
(QS. al-Furqan, 25:67)”. Ayat ini meningkatkan kearifan yang ditunjukkan
oleh orang-orang beriman dalam cara mereka berbelanja.
Olahraga dan Latihan Fisik
Setiap
orang beriman mengetahui bahwa tubuhnya telah diamanahkan kepadanya
untuk digunakan dalam waktu yang singkat di kehidupan dunia ini. Dia
bertanggung jawab untuk memeliharanya sebaik mungkin. Oleh karena itu
dia berhati-hati menjaga kesehatannya. Untuk itu, dia menyediakan waktu
dengan sungguh-sungguh dalam kegiatannya sehari-hari untuk melakukan
olahraga atau latihan fisik. Olahraga dan latihan fisik membantu
menguatkan tubuh, memberikannya daya tahan, dan membuat tubuh mampu
berfungsi teratur dan sehat. Olahraga memungkinkan orang beriman untuk
bekerja lebih baik lagi untuk mendapatkan ridha Allah dan beramal saleh.
Metabolisme (kerja
tubuh) manusia tidak akan baik jika kita tidak melakukan kegiatan.
Metabolisme diciptakan untuk mendukung pergerakan. Saat ini diketahui
bahwa olahraga memiliki banyak manfaat: olahraga memperkuat kekebalan
tubuh, peredaran darah, pernapasan, dan sistem saraf.Olahraga membuat
tubuh memiliki daya tahan lebih terhadap kumandan penyakit.
Olahragamenjamin keteraturan fungsi sistem hormon, hati dan
pembuluhdarah. Olahraga memperkuat otot, sendi, dan urat otot. Olahraga
meningkatkan kondisi
tubuh dan kekuatan. Olahraga membantu memelihara keseimbangan dalam
gula darah, mengurangi tingkat kolesterol “jahat”, dan menambah tingkat
kolesterol “baik”.
Alasan lain mengapa
orang beriman berusaha berolahraga dengan baik, adalah karena kesehatan
fisik adalah ciri yang disorot oleh Allah dalam Al Qur'an, untuk kita
perhatikan. Misalnya, dapat dilihat pada ayat 144 Surat al-A’raf, ketika
Allah berkata kepada Musa AS dan memilihnya untuk memimpin Bani Israil.
Kisah tersebut menceritakan tentang kekuatan fisiknya. Ayat lain
menceritakan kekuatan fisik Talut AS yang diutus untuk memimpin kaumnya:
Nabi mereka
berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut
menjadi rajamu." Mereka menjawab, "Bagaimana Thalut memerintah kami,
padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang
dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka)
berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya
ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi
Maha Mengetahui. (QS Al Baqarah, 2:247)
Ada alasan lain,
mengapa orang beriman harus dengan seksama memperhatikan kebutuhan
olahraga: apabila orang yang menyampaikan ajaran Al Qur'an berpenampilan
fisik yang kuat dan menarik, dia akan memiliki pengaruh terhadap orang
lain. Penampilan luar orang tersebut yang terhormat dan menarik akan
memberi kesan yang baik bagi mereka yang sedang diajaknya berbicara.
Oleh karena itu,
orang beriman harus selalu berusaha untuk memelihara tubuh yang kuat dan
sehat. Mereka tidak boleh malas, teledor, atau ceroboh dalam hal ini.
Berdoa
Ayat ke-56 Surat
Adz Dzariyat yang berbunyi: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” menyatakan bahwa Allah telah
menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Dengan kata lain, tujuan
diciptakannya manusia adalah, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an,
untuk mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan segalanya. Untuk
itu, orang yang menerima Al Qur'an sebagai pedoman hidup mereka akan
menempatkan pengabdian kepada Allah di atas segalanya. Mereka
menggunakan kehidupan singkat mereka (sekitar 70 tahun bila Allah
menghendakinya) dengan memperhatikan kehidupan akhirat dan meraih ridha
Allah. Hal ini terlihat dengan sendirinya dalam setiap saat di kehidupan
duniawi mereka.
Orang beriman selalu
menyadari bahwa ajaran Al Qur'an berlaku tidak hanya pada sebagian saja
dari hidupnya di dunia ini, atau pada saat atau tahapan tertentu di
dalamnya, melainkan pada seluruh hidupnya. Dia mematuhi semua perintah
Allah dengan sepenuh kemampuannya dan melakukan sebanyak mungkin
kebajikan yang dapat dia lakukan, Dia menghabiskan waktunya dengan amal
ibadah sebagaimana yang telah difirmankan Allah dalam Al Qur'an. Di saat
dia telah menyelesaikan pekerjaannya, dia melanjutkan ke pekerjaan
berikutnya. Karena Allah berfirman dalam ayat 162 Surat Al An’am,
(6:162): “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,” dia mengejar apa yang
baik dan bermanfaat, dan tidak ada kata henti, tunggu, atau batasan
dalam usahanya tersebut. Bagi orang beriman, memulai pekerjaan baru
setelah yang sebelumnya diselesaikan adalah penting karena dia tahu
bahwa dia harus menghabiskan setiap detik yang diberikan kepadanya di
dunia ini dengan bekerja untuk mendapatkan ridha Allah. Dia akan memberi
perhatian kepada hidup setelah mati dalam setiap saat yang telah
dilewatinya di dunia ini. Untuk itu, dia menghabiskan setiap menit
dengan hanya mengharapkan ridha Allah, dan mengerjakan semua yang dia
harapkan paling diridhai oleh Allah. Dalam Al Qur'an, Allah menyampaikan
kepada orang beriman untuk mencurahkan usahanya menuju ke arah
tersebut:
Maka apabila kamu
telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain. (QS Alam-Nasyrah, 94:7)
Perbuatan orang
beriman untuk mendapatkan ridha Allah tidak berhenti dari hari ke hari.
Hal ini ditunjukkan dalam ayat ke-76 Surat Maryam: “Dan amal-amal saleh
yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik
kesudahannya.” Dan dalam ayat yang lain, Allah menerangkan bahwa Dia
menginginkan agar manusia tekun dalam ibadah mereka:
Tuhan (yang
menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah
kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?
(QS Maryam, 19:65)
Jalan pemikiran sesat
dari sebagian kaum jahiliyah dalam persoalan ini, menjerumuskan mereka
ke dalam keragu-raguan akan keberadaan kehidupan setelah mati dan hanya
melakukan beberapa kegiatan peribadatan dari waktu ke waktu saja.
Sebagian orang membuat
kekeliruan yang sangat besar ketika berusaha memperoleh nikmat di dunia
ini, yang mereka jadikan sebagai tujuan. Mereka melakukan apa saja
untuk menjadi kaya, mendapat jabatan, dan mendapatkan hal lain yang
mereka inginkan. Dalam waktu yang sangat singkat mereka terlibat dalam
sebuah perlombaan yang besar demi “harga yang sedikit” (QS. At-Taubah,
9:9) yang akan segera lenyap dari mereka. Namun orang beriman yang
mengejar ridha Allah dan jalan menuju Surga, berjuang hanya demi Allah.
Al Qur'an menggambarkan sifat orang beriman ini:
Dan
barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu
dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah
orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. (QS Al Isra’, 17:19)
Orang beriman yang
menghabiskan seluruh harinya dengan mencari ridha Allah giat dan
bersemangat dalam menunaikan sholatnya. Dia mengingat Allah sepanjang
hari di dalam hatinya dan dalam kegiatannya dan merenungi dalam-dalam
kekuasaan-Nya, kecerdasan-Nya, pengetahuan-Nya, karya seni-Nya, dan
sifat-sifat-Nya yang lain. Sikap ini merupakan penerapan dalam kehidupan
sehari-hari dari perintah yang ada dalam ayat-ayat berikut:
“…Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari." (QS Ali ‘Imran, 3:41)
Dan sebutlah
(nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan
dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang. (QS Al A’raf,
7:205)
Dalam ayat 28 Surat ar-Ra’d, Allah berfirman bahwa hati hanya akan merasa damai jika mengingat Allah:
… (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah… (QS. ar-Ra’d, 13:28)
Seseorang yang
menjadikan Al Qur'an sebagai petunjuknya akan sangat berhati-hati dalam
melakukan ibadah seperti sholat lima waktu, berpuasa, dan berwudhu,
sebagaimana yang telah Allah perintahkan. Misalnya, sholat tepat waktu
adalah hal yang penting. Dia tidak membiarkan urusan dunia
menghalanginya dalam menunaikan sholat. Setiap dia sholat, dia
melakukannya dengan rendah hati, suka-cita dan bersemangat, berharap
bahwa hal itu akan membawanya semakin dekat kepada Allah.
Namun demikian, orang
yang tidak mendekatkan diri kepada Allah dengan semangat yang benar,
melainkan untuk pamer atau takut akan pendapat orang lain, tidak dapat
merasakan kenikmatan dalam beribadah kepada Allah. Saat mereka melakukan
sholat, mereka tidak tahu bahwa itu dapat mendekatkan dirinya kepada
Allah. Pikiran mereka terlalu tenggelam dalam urusan sehari-hari
sehingga sulit untuk dapat mengingat Allah dan memuji-Nya. Dalam Al
Qur'an, Allah memperingatkan orang-orang yang lalai dalam sholatnya:
Maka kecelakaanlah
bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
sholatnya, orang-orang yang berbuat riya. (QS Al Ma’un, 107:6)
Ini berarti, mereka
menunda sholat dari waktu yang telah ditentukan dan bahkan tidak
melaksanakannya sama sekali. Sekalipun demikian, meski Surat tersebut
tidak merujuk pada hal itu, orang yang cerdas akan melihat peringatan
akan kelalaian dalam sholat.
Orang yang lalai
keliru ketika berpikir bahwa mereka melakukan sesuatu untuk Allah tanpa
takut kepada-Nya, memikirkan-Nya dan tanpa merasakan kehadiran atau
kedekatan-Nya. Perilaku yang akan membawa seseorang lebih dekat kepada
Allah meliputi keiklasan dalam mendirikan sholat, takut kepada Allah dan
kepatuhan serta merendahkan-diri di hadapan-Nya.
Sebagian orang
memiliki pandangan yang sangat sempit tentang sholat, menganggap bahwa
cukuplah mematuhi beberapa perintah Allah saja dalam sehari. Padahal,
menurut Al Qur'an, ibadah tidak hanya terbatas pada perintah agama
seperti sholat, berpuasa, haji, dan bersedekah.
Ibadah berarti
melayani. Jadi, ibadah meliputi tingkah laku seseorang dan pikirannya
serta segala hal yang dilakukan dan diucapkan sebagai hamba Allah.
Sepenting apa pun sebuah kewajiban sholat sebagai sebuah amal ibadah
pribadi, begitu pula halnya mengalahkan kemarahan, menggunakan tutur
kata yang sopan, melakukan kebaikan dan melarang kejahatan, memberikan
kepercayaan kepada muslim yang lain dan tidak bersikap menang sendiri;
semua ini juga termasuk perbuatan ibadah. (Untuk lebih lengkapnya
bacalah karya Harun Yahya Commonly Disregarded Rulings of the Qur'an
(dalam Bahasa Indonesia berarti, Aturan Al Qur’an yang Sering
Diabaikan). Karena itu, perilaku baik termasuk hal yang harus
dilaksanakan dan diterapkan dengan cara yang sama dalam hal semangat dan
kekhusyukan dengan amal ibadah. Tentu, sejalan dengan itu, seorang
Muslim harus mengetahui berbagai hubungan muamalah di dunia, seperti
jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan, dan perceraian yang dapat diterima,
serta cara yang benar untuk melakukan hal-hal tersebut. Singkatnya,
orang beriman menunjukkan kepedulian yang sangat besar di setiap saat
dalam hidupnya pada perintah Allah dalam Al Qur'an serta terhadap
perintah, larangan, dan tuntunan Rasulullah SAW.
Salah satu amal ibadah
yang paling penting yang dapat dilaksanakan oleh orang beriman
sepanjang hari adalah berdakwah, yaitu mengajak manusia mengikuti jalan
yang benar, menyampaikan kebaikan kepada mereka, dan memperingatkan
mereka akan kejahatan, serta mengajak mereka untuk meningkatkan
pengetahuan mereka mengenai Islam, Iman, dan Ihsan serta membaca Al
Qur'an. Ibadah ini merupakan bagian penting dalam kegiatan mereka
sehari-hari. Orang beriman bertanggung jawab setiap saat sebagai wakil
Allah di antara makhluk-Nya dan menyerukan agama Allah melalui
perkataannya, perilakunya, dan keberadaan dirinya sendiri. Tanggung
jawab ini tidak semata-mata terbatas pada kegiatan ibadah. Orang beriman
akan berusaha menjadi teladan bagi orang di sekitarnya dengan bertindak
dengan cara sebaik mungkin. Allah berfirman mengenai hal ini dalam Al
Qur'an:
Dan orang-orang
yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat
dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat
oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (QS At
Taubah, 9:71).
Orang beriman
bersemangat untuk melakukan semua yang bisa dia lakukan untuk mengajak
orang lain kepada Allah dan kepada jalan-Nya. Dia akan menyampaikan
kepada mereka mengenai Allah, Keesaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya, tujuan
penciptaan mereka, perilaku, dan perbuatan baik serta bentuk kehidupan
yang disukai oleh Allah. Mereka juga menyampaikan kebaikan, kejahatan,
kebenaran, dan kekeliruan yang difirmankan dalam Al Qur'an, Hari
pembalasan, Neraka dan Surga, dan pembahasan lain semacam itu. Dia akan
menyampaikan kepada mereka mengenai Nabi Muhammad SAW dengan cara
sedemikian rupa sehingga membuat mereka tertarik kepadanya, untuk
mengikuti dan meneladaninya.
Perbincangan
antar-orang beriman benar-benar menjadi peringatan bersama. Mereka
saling mengajak untuk mematuhi perintah Allah dan hidup berdasarkan
Sunnah Rasul-Nya SAW dan untuk menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Singkatnya, jalan yang lazim ditempuh oleh orang beriman adalah
saling mengingatkan dan memberi peringatan.
Orang beriman
menggunakan cara lisan maupun tulisan sebagai peringatan, dan mereka
dapat memanfaatkan sarana komunikasi massa yang sangat maju saat ini.
Dalam memanggil orang kepada ajaran Al Qur'an, mereka dapat memanfaatkan
televisi, radio, buku, majalah, surat kabar, internet, atau media
lainnya.
Sama pentingnya dengan
dakwah harian kepada Islam oleh orang beriman yang hidup sesuai dengan
ajaran Al Qur'an, ada waktu yang mereka sediakan untuk mempersiapkan
dakwah tersebut. Dalam Al Qur'an, Allah menunjukkan bahwa orang yang
ingin melaksanakan perjuangan pemikiran di jalan-Nya, pertama-tama harus
melakukan persiapan untuk itu. Untuk itu, sangatlah penting agar
seseorang mempersiapkan diri dengan berbagai cara untuk pekerjaan ini.
Allah berfirman: “Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka
menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu.” (QS At Taubah, 9:46)
Untuk menyampaikan
pesan Allah, salah satu hal yang harus dilakukan oleh orang beriman yang
memenuhi syarat untuk berdakwah adalah mengembangkan dirinya sendiri
dan mempelajari berbagai macam pengetahuan yang berguna untuk dapat
menyampaikan agama Allah. Yaitu, dia harus mendidik dirinya sendiri,
baik dalam hal agama maupun kecerdasan. Dia harus melakukan segala usaha
untuk berbicara dan menulis dengan tepat, langsung pada pokok masalah
dan tepat sasaran, mampu meyakinkan orang lain, tepat guna, dan
memuaskan pendengarnya dengan kearifan yang dipelajarinya dari agama
Allah. Syarat utamanya adalah orang beriman mempelajari agama Islam,
makna ayat-ayat Al Qur'an, dan memahami perbuatan dan perkataan Nabi
kita Muhammad SAW. Jadi, semua persiapan dan usaha ini mendapat tempat
istimewa dalam kehidupan sehari-hari orang beriman yang mampu dan berhak
untuk menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya.
Berangkat Tidur di Malam Hari
Bagi
semua orang yang berpikir, ada banyak hal untuk direnungkan dalam
penciptaan malam. Allah mengemukakan ini kepada manusia dalam ayat Al
Qur'an berikut: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi
mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan
serta-merta mereka berada dalam kegelapan” (QS Ya Sin, 36:37). Salah
satu hal penting dalam penciptaan itu tersimpan dalam hilangnya cahaya
secara perlahan-lahan dan semakin gelapnya langit. Karena peralihan yang
lambat ini, makhluk hidup dengan mudah menjadi terbiasa dengan
perbedaan cahaya dan suhu antara siang dan malam dan tidak menghadapi
bahaya karena perbedaan tersebut. Allah, dengan ilmu dan kekuasaan-Nya
Yang Mahatinggi, memiliki belas kasih kepada hamba-Nya dan semua makhluk
hidup, dan dia memberikan nikmat tersebut kepada semua orang. Namun
sebagian besar manusia tidak memikirkannya walau hanya sekali saja dalam
kehidupan mereka.
Ketika seseorang yang
menjalani hidup menurut nilai-nilai Al Qur'an memikirkan hal ini, dia
melihat bukti lain dari apa yang difirmankan Allah dalam ayat ke-92
Surat Yusuf: “… dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang."
Tidak ada keraguan bahwa bergantinya siang dan malam merupakan salah
satu dari nikmat yang tidak terhitung jumlahnya yang diciptakan Allah
untuk manusia. Supaya dapat memahami ini dengan lebih baik, Allah
mengajak kita memperhatikan akan hal ini di dalam Al Qur'an:
Katakanlah,
"Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam
terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?"
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang
terus-menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan
mendatangkan malam kepadamu agar kamu beristirahat padanya? Maka apakah
kamu tidak memperhatikan?" (QS Al Qashash, 28:71-72)
Allah menciptakan
keadaan, keseimbangan, dan sistem yang diperlukan untuk siang dan malam.
Hanya Allah yang mampu menolong jika salah satu dari semua hal ini
tidak ada. Apabila Allah menghendaki, dia dapat menciptakan siang
terus-menerus atau malam terus-menerus. Akan tetapi, makhluk hidup tidak
mampu bertahan hidup dalam keadaan semacam itu. Jika keadaan semacam
itu terjadi, kehidupan di bumi akan berakhir. Tidak ada keraguan bahwa
Allah menciptakan siang dan malam dalam keteraturan yang sempurna, yang
menyediakan lingkungan tempat makhluk hidup mampu bertahan. Ini adalah
tanda kasih sayang dan belas kasihan-Nya. Dalam ayat yang mengikuti ayat
sebelumnya, Allah berfirman sebagai berikut:
Dan karena
rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari
karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS Al
Qasas, 28:73)
Orang yang merenungkan
alasan di balik bergantinya siang dan malam hanyalah orang yang
menggunakan akal pikiran untuk memikirkan penciptaan tersebut, dan
mereka yang takut kepada Allah, yaitu, yang menjalani hidup sesuai
dengan Al Qur'an. Allah menerangkan ini dalam beberapa ayat:
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS Ali ‘Imran,
3:190)
Sesungguhnya pada
pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di
langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya)
bagi orang- orang yang bertakwa. (QS Yunus, 10:6)
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa
yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu
segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan
kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Al Baqarah, 2:164)
Allah menciptakan metabolisme manusia yang membutuhkan istirahat di malam hari. Dia menerangkan hal ini dalam ayat-ayat berikut:
Dialah yang
menjadikan malam bagimu supaya kamu beristirahat padanya dan
(menjadikan) siang terang-benderang (supaya kamu mencari karunia Allah).
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi orang-orang yang mendengar (QS Yunus, 10:67).
Allah-lah yang
menjadikan malam untukmu supaya kamu beristirahat padanya; dan
menjadikan siang terang-benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar
mempunyai karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan
manusia tidak bersyukur (QS Al Mukmin, 40:61).
Selain sebagai waktu
beristirahat, malam memiliki sifat lain yang sangat istimewa. Salah satu
alasan diciptakannya malam adalah karena waktu yang penuh kedamaian dan
ketenangan di seluruh penjuru dunia ini sangat bernilai untuk kegiatan
ibadah tertentu. Dibandingkan dengan siang hari, malam hari lebih
memberikan kemudahan untuk berpikir, membaca, dan berdoa. Allah
menerangkan ini di dalam Al Qur'an:
Sesungguhnya
bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di
waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai
urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah
kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (QS Al Muzzammil, 73:8)
Adalah lebih mudah
bagi kita untuk memusatkan pikiran di malam hari untuk memikirkan
keajaiban ciptaan Allah, membaca Al Qur'an dan berdoa. Orang beriman
yang menyadari hal ini tidak akan menghabiskan seluruh malam hanya
dengan tidur atau beristirahat. Diam-diam dia akan menghadap Allah untuk
menyampaikan kebutuhannya dan memohon pengampunan atas segala
kekeliruan dan kesalahannya. Dia akan menilai hari yang telah berlalu,
meninjau ulang kekeliruan yang telah dibuatnya, menyesali kesalahannnya,
dan memohon ampun. Dia akan menjalani waktunya di jalan yang disukai
Allah, mengingat-Nya, dan mencoba untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dia
akan memikirkan banyak hal seperti keberadaan Allah dan kemuliaan-Nya,
Al Qur'an, rancangan alam semesta yang luar biasa, makhluk hidup di bumi
dengan sistem yang tanpa cacat, nikmat yang terus-menerus diciptakan
Allah, Surga, Neraka, dan keabadian. Perilaku orang beriman yang
mengabdikan sebagian malam untuk beribadah dipuji oleh Allah dalam
beberapa ayat Al Qur'an:
(Dan hamba-hamba
Tuhan yang Maha Penyayang itu ialah)… orang yang melalui malam hari
dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (QS Al Furqan, 25:64)
Lambung mereka
jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdo'a kepada Rabbnya
dengan penuh rasa takut dan harap. (QS As Sajdah, 32:16)
(Apakah kamu hai
orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di
waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima
pelajaran. (QS Az Zumar, 39:9)
Dengan jalan ini,
orang beriman melaksanakan Sunnah Nabi kita SAW yang menghabiskan
sebagian waktu setiap malam dengan berdoa, renungan, dan dengan ibadah.
Hal ini disebutkan dalam satu ayat:
Sesungguhnya
Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua
pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula)
segolongan dari orang-orang yang bersama kamu… (QS Al Muzzammil, 73:20)
Sebuah hadis telah
disampaikan kepada kita, bahwa Nabi kita SAW berdoa agar Allah
memberinya watak dan perbuatan yang baik. Diriwayatkan bahwa beliau
berdoa sebagai berikut:
“ Ya Allah, jadikanlah
jalan dan perbuatanku menjadi baik. Ya Allah, selamatkanlah aku dari
sifat dan perbuatan yang buruk.” (Imam Ghazali, Ihya Ulumuddin)
Tidak boleh dilupakan
bahwa, seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, tidur adalah layaknya
kematian. Bila Allah menghendaki, seseorang tidak akan bangun lagi.
Dengan alasan ini, menit terakhir sebelum tidur bisa jadi merupakan
kesempatan terakhir bagi seseorang untuk memohon ampun. Allah
menerangkan ini dalam Al Qur'an:
Allah memegang
jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati
di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan
kematiannya dan Dia lepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS Az Zumar, 39:42)
Orang beriman yang
hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui nilai dari kesempatan
yang diberikan oleh Allah kepadanya ini (mungkin yang terakhir baginya)
sebelum tidur. Dia menyimpannya dalam ingatan dan dengan ikhlas
mendekatkan diri kepada Allah; dia memohon ampun atas tindakannya yang
salah, memohon pertolongan Allah dalam segala hal, dan berdoa hanya
kepada-Nya dalam larutnya malam.
dapet dari mana nih, bagus-bagus,
BalasHapusAmpe pegel bacanya...
hehehe... semoga bermanfaat yaaahh...
BalasHapus