Rabu, 11 Januari 2012

PENGEMBANGAN PENGETAHUAN SOSIAL



A.   Pengertian Perkembangan Sosial
Secara fitrah manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial. Hurlock (1978:250) berpendapat bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Sedangkan Erik Erikson melihat perkembangan sosial pada anak terkait dengan kemampuan mereka dalam mengatasi krisis atau konflik yang terjadi pada setiap perpindahan tahap agar siap menghadapi berbagai permasalahan yang akan dijumpainya di kehidupan mendatang.
Perkembangan sosial yang terjadi pada anak bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Setiap tahapan perkembangan mereka menunjukkan ciri tersendiri pada kemampuan sosialnya yang akan menjadi bagian penting dalam perkembangan selanjutnya. Seperti halnya bahwa kompetensi perkembangan sosial yang diharapkan dari anak prasekolah tentu berbeda dengan anak di usia SD. Meskipun sangat dipahami bahwa kematangan anak dalam mengembangkan kemampuan sosialnya diharapkan akan memberi dampak pada pengetahuan sosial mereka di SD.   
Anak usia dini sama dengan orang dewasa dalam hal sebagai makhluk sosial. Anak senang diterima dan berada bersama dengan teman sebayanya. Kebersamaan ini membuat mereka saling bekerja sama dalam membuat rencana dan menyelesaikan pekerjaannya. Biasanya, dalam kebersamaan, mereka saling memberikan semangat dengan sesama temannya. Anak membangun konsep diri melalui interaksi sosial di sekolah. Karena sekolah adalah tempat di mana mereka akan membangun kepuasan melalui penghargaan diri.

B.   Proses Perkembangan Sosial
Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Ketiga proses ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Hurlock, ketiga proses sosialisasi tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a.    Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
b.    Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
c.    Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Perilaku sosial anak pada dasarnya diawali dengan adanya contoh/model yang dilihat oleh anak, mungkin saja perilaku yang ditunjukkan oleh orangtua, kakak, pengasuhnya, acara di televisi, kerabat, teman atau orang-orang yang ada di sekitarnya. Tahapan berikutnya adalah peniruan perilaku yang dilakukan anak berdasarkan contoh yang dilihatnya tersebut. Kemudian jika perilaku yang ditiru oleh anak tidak mendapat respon dari orangtua maka hal tersebut dapat menjadi rutinitas atau perilaku yang dianggap biasa. Hingga akhirnya perilaku tersebut terinternalisasi dalam diri anak dan menjadi pembentukan karakter pada dirinya.
Dalam sudut pandang psikologis, dapat pula kita lihat bahwa proses perkembangan sosial seseorang erat kaitannya dengan perkembangan emosinya. Perilaku sosial merupakan ukuran nyata kecerdasan emosi, dan sebaliknya kecerdasan emosi akan lebih terungkap secara faktual jika digali melalui perilaku sosial dan kehidupan anak. Menurut Goleman (2001) kemampuan sosial emosi merupakan suatu kemampuan untuk mengenali, mengolah, dan mengontrol emosi sehingga dapat merespon dengan baik setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehingga manusia terutama anak dapat menunjukkan perilaku yang sesuai dengan harapan sosial.
Dengan demikian dapat  terlihat bahwa, proses perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh berbagai hal. Lingkungan, proses pembelajaran dan interaksi, serta aspek-aspek perkembangan yang lain saling terkait dan memberi dampak pada perkembangan sosial anak.
   
C.   Perkembangan Kemampuan Sosialisasi di Prasekolah
Ketika anak di usia prasekolah mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan, mereka semakin menjadi makhluk sosial. Tumbuh dan kembang fisiknya memungkinkan mereka untuk bergerak kian kemari secara mandiri dan mereka ingin tahu tentang lingkungan mereka dan orang-orang di dalamnya. Keterampilan kognitif berkembang dan anak mampu mengetahui orang-orang yang akrab dan yang tidak.
Anak-anak prasekolah memperlihatkan minat yang semakin besar terhadap anak-anak lain dan orang-orang dewasa. Mereka biasa menggunakan permainan ataupun alat permainan sebagai media untuk mengembangkan aktivitas sosialnya.  Dengan bermain bersama akan menimbulkan kebutuhan pada mereka untuk bermain rukun dan jujur. Inilah keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak-anak guna membantu perkembangan mereka. Maka bermain dan kegiatan bersama seringkali menjadi aspek penting dari perkembangan sosial bagi anak usia prasekolah.
Mengembangkan hubungan sosial merupakan tonggak penting bagi anak prasekolah. Bagi banyak anak, pengalaman sekolah akan menjadi pertama kali mereka harus membicarakan kesepakatan dengan sebuah kelompok anak-anak sebaya mereka. Bila konflik benar-benar muncul, maka mereka ingin memecahkannya, tetapi tidak memiliki kemampuan verbal untuk melakukan itu. Namun sejalan dengan perkembangan usia mereka, perkembangan bahasa, kognitif, moral dan fisik motoriknya memberi peran dalam beberapa keterampilan sosialnya.
Menjelang memasuki usia SD keterampilan sosial anak semakin baik, bahkan mulai menghayati peraturan sosial. Pada usia ini, persahabatan menjadi lebih jelas definisinya. Dalam hal ini, anak semakin dapat memahami bahwa mereka sangat bergantung pada keberadaan orang lain dan sedikit demi sedikit mulai meninggalkan kepentingan pribadi dan memperhatikan beberapa kepentingan orang lain atau kepentingan bersama.
Syamsu Yusuf (2001) memaparkan beberapa keterampilan perilaku sosial yang diharapkan muncul pada usia prasekolah atau yang biasa digolongkannya ke dalam aspek kemampuan membina hubungan dengan dengan orang lain. Hal ini juga yang kemudian dikembangkan ke dalam kurikulum di satuan lembaga prasekolah. Aspek kemampuan tersebut dapat dikembangkan ke dalam indikator sebagai berikut:

·      Anak mampu menerima sudut pandang orang lain
·      Anak memiliki sikap empati atau kepekaan terhadap perasaan orang lain
·      Anak mampu mendengarkan orang lain
·      Anak memiliki kemampuan untuk memulai hubungan dengan orang lain
·      Anak dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain
·      Anak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain
·      Anak memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebayanya
·      Anak memiliki sikap tenggang rasa dan perhatian terhadap orang lain
·      Anak dapat memperhatikan kepentingan sosial seperti: tolong menolong, bekerja sama, hidup selaras, berbagi dan demokratis dalam bergaul.

D.   Pengetahuan Sosial di SD
Pada usia sekolah, pengetahuan dan pemahaman anak mengenai ketentuan-ketentuan dan berbagai peraturan telah meningkat. Peningkatan ini juga tampak pada perkembangan moral mereka. Selain itu, hubungan-hubungan antara anak dan keluarga, dengan teman sebaya dan dengan sekolah, mewarnai perkembangan sosial mereka.
Mungkin banyak di antara mereka belum dapat memahami ungkapan-ungkapan yang dipergunakan oleh orang dewasa tentang kondisi sosial masyarakat seperti istilah “keadilan sosial”, “kestabilan harga”, “pengentasan kemiskinan”, dan sebagainya. Namun sebenarnya di usia mereka telah dapat mengetahui dan merasakan masalah-masalah sosial. Mereka dapat mengetahui bahwa ada anggota masyarakat yang miskin dan ada yang berlebihan, bahwa terjadi kesulitan transportasi dan sebagainya. Jadi, keidakpahaman mereka hanyalah dalam hal istilah.
Ketika anak memasuki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), mereka tidak lagi hanya diharapkan menunjukkan perilaku sosial yang sesuai dengan standard sosial dalam lingkup yang kecil. Pada periode ini, anak mulai dituntut untuk mencapai suatu pemahaman yang diukur dari ranah kognitifnya. Selain itu, aptitude yang diharapkan dapat dicapai oleh anak juga lebih meluas hingga pada tingkat kenegaraan dan berbagai fenomena yang terkait di dalamnya.  Hal inilah yang kemudian mengarahkan anak untuk mengenali berbagai kajian yang terkait dengan pengetahuan sosial sebagai salah satu cabang ilmu.
Ilmu pengetahuan sosial merupakan suatu program pendidikan yang mengintegrasikan konsep-konsep terpilih dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan pembinaan warga Negara yang baik. Melalui mata pelajaran IPS di sekolah dasar, para siswa diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan wawasan tentang konsep-konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannya, serta memiliki keterampilan mengkaji dan memecahkan masalah-masalah sosial tersebut. Melalui mata pelajaran IPS diharapkan para siswa dapat terbina menjadi warga Negara yang baik dan bertanggung jawab.
Ketika anak dihadapkan pada sebuah mata pelajaran yang disebut dengan IPS maka mereka juga akan mulai dikenalkan dengan konsep-konsep dasar pengetahuan sosial yang berasal dari sosiologi, antropologi, ilmu politik, geografi, sejarah, dan ekonomi/koperasi. Semua yang telah disebutkan merupakan cabang ilmu sosial yang pada mulanya berinduk dari filssafat sosial. Sekalipun semua ilmu sosial tersebut mengkaji tentang manusia, tetapi setiap cabang ilmu sosial meninjaunya dari sudut pandang yang berbeda.

1.    Fakta, Konsep dan Generalisasi
Suatu struktur ilmu pengetahuan, termasuk ilmu sosial, tersusun dalam tiga tingkatan dari yang paling sempit ke yang paling luas, yaitu (1) fakta, (2) konsep, dan (3) generalisasi (Savage dan Amstrong, 1996:24). Ketiga hal itu yang membangun materi ilmu-ilmu sosial.

a.    Fakta
Fakta adalah informasi atau data yang ada/terjadi dalam kehidupan dan dikumpulkan oleh para ahli ilmu sosial yang terjamin kebenarannya. Fakta sangat penting dalam struktur ilmu, karena fakta tersebut membantu membentuk konsep dan generalisasi. Sebagai contoh, Gunung Galunggung meletus pada tahun 1982.

b.    Konsep
Konsep adalah kesepakatan bersama untuk penamaan sesuatu dan merupakan alat intelektual yang membantu kegiatan berfikir dan memecahkan masalah. Menurut Moore (Skeel, 1995:30) konsep adalah sesuatu yang tersimpan dalam suatu pemikiran, suatu ide atau suatu gagasan. Sedangkan Parker menyatakan bahwa konsep merupakan gagasan tentang sesuatu, konsep juga merupakan suatu gagasan yang ada melalui contoh-contohnya.
Konsep dapat berbentuk kongkrit, misalnya yang berkaitan dengan tempat, objek, lembaga, atau kejadian seperti: manusia, gunung, daratan, lautan, Negara, partai politik, barang, pabrik, gempa bumi, dan sebagainya.  
Konsep juga bersifat abstrak, misalnya: demokrasi, toleransi, kebudayaan, kemerdekaan, keadilan, saling ketergantungan, tanggung jawab, kerja sama, hak, kesamaan, dan sebagainya.
Konsep dianggap penting karena dapat membantu seseorang untuk mengorganisasikan informasi atau data yang mereka hadapi.

c.    Generalisasi
Generalisasi merupakan sejumlah konsep yang memiliki keterkaitan dan makna. Sering pula dikatakan sebagai pernyataan tentang hubungan di antara konsep. Generalisasi mengungkapkan sejumlah besar informasi. Beberapa generalisasi yang kita terima pada hari ini mungkin harus diperbaiki pada masa yang akan datang, sehingga bukti-bukti baru harus diadakan. Sebagai contoh: “Ketika suatu masyarakat meningkat menjadi masyarakat terdidik dan masyarakat industry, angka kelahirannya menurun.” (Savage dan Amstrong, 1996:26).

2.    Keterampilan-keterampilan Dasar Ilmu Sosial
Agar anak dapat mengoptimalkan pemahamannya dalam pengetahuan sosial, maka mereka perlu dilatih untuk memiliki beberapa keterampilan dasar sosial. Keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan bertanya/wawancara, menggunakan angket serta pembiasaan membaca.
a.    Keterampilan Bertanya
Pada dasarnya inti dari setiap komunikasi antar manusia sangat tergantung pada kemampuan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dimengerti kedua belah pihak yang berkomunikasi. Dengan bertanya anak akan mendapatkan banyak informasi, serta melatih kemampuan interaksinya dengan orang lain. Dalam hal ini guru perlu banyak memberikan contoh teknik bertanya yang baik dan benar pada anak, di mana pertanyaan tersebut mampu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu anak, memusatkan perhatian, mengembangkan kemampuan kognitif, mengaktifkan siswa, mendorong siswa mengemukakan pendapat serta dapat menguji dan mengukur hasil belajar siswa (Bolla dan Pah, 1984).

b.    Keterampilan Menggunakan Angket dan Observasi
Angket merupakan teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi sendiri oleh responden. Dengan kata lain, anak juga perlu dilatih keterampilannya dalam menggunakan bahasa literacy, di mana proses pencarian informasi yang dilakukan anak dituangkan dalam bentuk pertanyaan tertulis. Tetapi dapat pula mereka diberi kesempatan untuk banyak mengobservasi secara langsung berbagai peristiwa atau fenomena di sekitar mereka, kemudian dicatat atau didokumentasikan sebagai data atau informasi yang akurat.

c.    Mencari Informasi Melalui Membaca
Begitu banyak informasi dan ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh anak melalui membaca. Dalam membentuk konsep yang benar pada diri anak dibutuhkan berbagai pengetahuan yang saling mendukung yang salah satunya didapat melalui membaca. Terlebih di era informasi seperti saat ini, kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung akan sangat berperan dan bermanfaat bagi seseorang dalam mengikuti perkembangan zaman, mengikuti berbagai perkembangan di berbagai belahan dunia.
 
3.    Kajian dalam IPS Sekolah Dasar
Dalam mata pelajaran IPS di SD, konsep-konsep geografi dan sosiologi mempunyai porsi yang cukup besar. Geografi memberikan pengetahuan kepada para siswa tentang dimensi ruang yang merupakan sesuatu yang akan selalu dialaminya. Ruang lingkup pengajaran IPS yang bersumber dari Geografi antara lain meliputi konsep-konsep tentang fenomena alam, seperti gempa bumi, musim, wilayah, sumber daya alam, dan sebagainya. Sedangkan sosiologi akan banyak membahas tentang fenomena manusia (lingkungan sosial) di mana para siswa akan dikenalkan pranata sosialnya, mulai dari lingkungan rumah, tetangga, kelurahan hingga pada tingkat bangsa dalam suatu negara.
Dari keduanya kemudian akan memunculkan bahasan yang terkait dengan kebutuhan atau sistem perekonomian masyarakat setempat sesuai dengan wilayah geografisnya. Namun demikian hal tersebut juga tidak terlepas dari sejarah terbentuknya peradaban dan pemerintahan di sebuah negara hingga kemudian memberi dampak pada sistem hukum dan sosial-budayanya. Hingga pada akhirnya siswa dapat memahami kemajemukan agama, ras, dan etnik, terutama yang ada di Indonesia.  

4.    Pengembangan Kurikulum IPS di SD
a.    Konsep Sosiologi dalam Kurikulum IPS
1.    Keluarga, Masyarakat dan Tetangga
2.    Kelas Sosial
3.    Sistem Kemasyarakatan, Peran, Norma, Nilai, Sanksi, dan sebagainya.
4.    Aturan sosial, Etika, Sopan santun, dan sebagainya.
5.    Tingkatan Sosial

b.    Konsep Antropologi dalam Kurikulum IPS
1.    Pertumbuhan masyarakat, Sistem hidup, Tradisi, Nilai, Keterampilan dan Pengetahuan
2.    Kebudayaan
3.    Hambatan pemenuhan kebutuhan
4.    Seni, music, makanan, pakaian, peralatan perang, alat bantu transportasi
5.    Partisipasi dalam pembentukan budaya

c.    Konsep Geografi dalam Kurikulum IPS
1.    Gejala alam
2.    Wilayah berdasarkan lintang dan bujur
3.    Bumi dan bagian-bagiannya
4.    Arah mata angin
5.    Musim
6.    Kekayaan/sumber daya alam

d.    Konsep Politik dalam Kurikulum IPS
1.    Struktur Kenegaraan
2.    Peraturan dan kebijakan
3.    Sistem kenegaraan dan kemasyarakatan
4.    Lembaga Perwakilan Rakyat
5.    Demokrasi & Sistem Kepartaian
e.    Konsep Ekonomi dalam Kurikulum IPS
1.    Pola kebutuhan manusia/masyarakat
2.    Hasil kerajinan/Home Industry
3.    Bahan kebutuhan masyarakat dan usaha produksinya
4.    Penyesuaian pendidikan, keterampilan, dan kesempatan kerja
5.    Iklan dan usaha marketing lewat berbagai media
6.    Pekerjaan dan usaha musiman
7.    Aturan pemerintah
8.    Pengelolaan keuangan
9.    Etika bisnis      















DAFTAR PUSTAKA

1.    Dariyo, Agus. (2007). Psikologi Perkembangan, Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: PT. Refika Aditama.
2.    Hadis, Fawzia Aswin. (1996). Psikologi Perkembangan Anak. Depdikbud: Dirjend. Dikti.
3.    Hartati, Sofia. (2007). How to be a Good Teacher and to be a Good Mother. Jakarta: Enno Media.
4.    Martorella, Peter H. (1996). Elementary Social Studies, Developing Reflective, Competent, and Concerned Citizens. USA: Little, Brown and Company.
5.    Papalia, D. E, Old, S. W & Feldman, R. D. (2004). Human Development, 9th Ed. Boston: McGraw-Hill.
6.    Samlawi, Fakih & Bunyamin Maftuh. (1999). Konsep Dasar IPS. Depdikbud: Dirjend. Dikti.
7.    Santrock, John W. (2002). Life-Span Development. Boston: McGraw-Hill.
8.    Seefeldt, Carol & Barbara A. Wasik. (2006). Early Education: Three, Four, and Five Years Olds Go to School 2nd Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar