A.
Pengertian Perkembangan Sosial
Secara
fitrah manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial. Hurlock (1978:250) berpendapat
bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. Sedangkan Erik Erikson melihat perkembangan sosial pada
anak terkait dengan kemampuan mereka dalam
mengatasi krisis atau konflik yang terjadi pada setiap perpindahan tahap agar
siap menghadapi berbagai permasalahan yang akan dijumpainya di kehidupan
mendatang.
Perkembangan
sosial yang terjadi pada anak bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh
lingkungannya. Setiap tahapan perkembangan mereka menunjukkan ciri tersendiri
pada kemampuan sosialnya yang akan menjadi bagian penting dalam perkembangan
selanjutnya. Seperti halnya bahwa kompetensi perkembangan sosial yang
diharapkan dari anak prasekolah tentu berbeda dengan anak di usia SD. Meskipun
sangat dipahami bahwa kematangan anak dalam mengembangkan kemampuan sosialnya
diharapkan akan memberi dampak pada pengetahuan sosial mereka di SD.
Anak
usia dini sama dengan orang dewasa dalam hal sebagai makhluk sosial. Anak
senang diterima dan berada bersama dengan teman sebayanya. Kebersamaan ini
membuat mereka saling bekerja sama dalam membuat rencana dan menyelesaikan
pekerjaannya. Biasanya, dalam kebersamaan, mereka saling memberikan semangat
dengan sesama temannya. Anak membangun konsep diri melalui interaksi sosial di
sekolah. Karena sekolah adalah tempat di mana mereka akan membangun kepuasan
melalui penghargaan diri.
B.
Proses Perkembangan Sosial
Untuk
menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi.
Ketiga proses ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sebagaimana
dikemukakan oleh Hurlock, ketiga proses sosialisasi tersebut dijabarkan sebagai
berikut:
a. Belajar untuk bertingkah laku dengan cara
yang dapat diterima masyarakat.
b. Belajar memainkan peran sosial yang ada di
masyarakat.
c. Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial
terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Perilaku
sosial anak pada dasarnya diawali dengan adanya contoh/model yang dilihat oleh
anak, mungkin saja perilaku yang ditunjukkan oleh orangtua, kakak, pengasuhnya,
acara di televisi, kerabat, teman atau orang-orang yang ada di sekitarnya. Tahapan
berikutnya adalah peniruan perilaku yang dilakukan anak berdasarkan contoh yang
dilihatnya tersebut. Kemudian jika perilaku yang ditiru oleh anak tidak
mendapat respon dari orangtua maka hal tersebut dapat menjadi rutinitas atau
perilaku yang dianggap biasa. Hingga akhirnya perilaku tersebut
terinternalisasi dalam diri anak dan menjadi pembentukan karakter pada dirinya.
Dalam
sudut pandang psikologis, dapat pula kita lihat bahwa proses perkembangan
sosial seseorang erat kaitannya dengan perkembangan emosinya. Perilaku sosial
merupakan ukuran nyata kecerdasan emosi, dan sebaliknya kecerdasan emosi akan
lebih terungkap secara faktual jika digali melalui perilaku sosial dan
kehidupan anak. Menurut Goleman (2001) kemampuan sosial emosi merupakan suatu
kemampuan untuk mengenali, mengolah, dan mengontrol emosi sehingga dapat
merespon dengan baik setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi
tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehingga manusia terutama anak dapat
menunjukkan perilaku yang sesuai dengan harapan sosial.
Dengan
demikian dapat terlihat bahwa, proses
perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh berbagai hal. Lingkungan,
proses pembelajaran dan interaksi, serta aspek-aspek perkembangan yang lain
saling terkait dan memberi dampak pada perkembangan sosial anak.
C.
Perkembangan Kemampuan Sosialisasi di Prasekolah
Ketika anak di usia prasekolah mengalami
proses pertumbuhan dan perkembangan, mereka semakin menjadi makhluk sosial.
Tumbuh dan kembang fisiknya memungkinkan mereka untuk bergerak kian kemari
secara mandiri dan mereka ingin tahu tentang lingkungan mereka dan orang-orang
di dalamnya. Keterampilan kognitif berkembang dan anak mampu mengetahui
orang-orang yang akrab dan yang tidak.
Anak-anak prasekolah memperlihatkan
minat yang semakin besar terhadap anak-anak lain dan orang-orang dewasa. Mereka
biasa menggunakan permainan ataupun alat permainan sebagai media untuk
mengembangkan aktivitas sosialnya.
Dengan bermain bersama akan menimbulkan kebutuhan pada mereka untuk
bermain rukun dan jujur. Inilah keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
anak-anak guna membantu perkembangan mereka. Maka bermain dan kegiatan bersama
seringkali menjadi aspek penting dari perkembangan sosial bagi anak usia
prasekolah.
Mengembangkan hubungan sosial merupakan
tonggak penting bagi anak prasekolah. Bagi banyak anak, pengalaman sekolah akan
menjadi pertama kali mereka harus membicarakan kesepakatan dengan sebuah
kelompok anak-anak sebaya mereka. Bila konflik benar-benar muncul, maka mereka
ingin memecahkannya, tetapi tidak memiliki kemampuan verbal untuk melakukan
itu. Namun sejalan dengan perkembangan usia mereka, perkembangan bahasa,
kognitif, moral dan fisik motoriknya memberi peran dalam beberapa keterampilan
sosialnya.
Menjelang memasuki usia SD keterampilan sosial
anak semakin baik, bahkan mulai menghayati peraturan sosial. Pada usia ini,
persahabatan menjadi lebih jelas definisinya. Dalam hal ini, anak semakin dapat
memahami bahwa mereka sangat bergantung pada keberadaan orang lain dan sedikit
demi sedikit mulai meninggalkan kepentingan pribadi dan memperhatikan beberapa
kepentingan orang lain atau kepentingan bersama.
Syamsu
Yusuf (2001) memaparkan beberapa keterampilan perilaku sosial yang diharapkan
muncul pada usia prasekolah atau yang biasa digolongkannya ke dalam aspek
kemampuan membina hubungan dengan dengan orang lain. Hal ini juga yang kemudian
dikembangkan ke dalam kurikulum di satuan lembaga prasekolah. Aspek kemampuan
tersebut dapat dikembangkan ke dalam indikator sebagai berikut:
·
Anak
mampu menerima sudut pandang orang lain
·
Anak
memiliki sikap empati atau kepekaan terhadap perasaan orang lain
·
Anak
mampu mendengarkan orang lain
|
·
Anak
memiliki kemampuan untuk memulai hubungan dengan orang lain
·
Anak
dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain
·
Anak
memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain
·
Anak
memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebayanya
·
Anak
memiliki sikap tenggang rasa dan perhatian terhadap orang lain
·
Anak
dapat memperhatikan kepentingan sosial seperti: tolong menolong, bekerja
sama, hidup selaras, berbagi dan demokratis dalam bergaul.
|
D.
Pengetahuan Sosial di SD
Pada
usia sekolah, pengetahuan dan pemahaman anak mengenai ketentuan-ketentuan dan
berbagai peraturan telah meningkat. Peningkatan ini juga tampak pada
perkembangan moral mereka. Selain itu, hubungan-hubungan antara anak dan
keluarga, dengan teman sebaya dan dengan sekolah, mewarnai perkembangan sosial
mereka.
Mungkin
banyak di antara mereka belum dapat memahami ungkapan-ungkapan yang
dipergunakan oleh orang dewasa tentang kondisi sosial masyarakat seperti
istilah “keadilan sosial”, “kestabilan harga”, “pengentasan kemiskinan”, dan
sebagainya. Namun sebenarnya di usia mereka telah dapat mengetahui dan
merasakan masalah-masalah sosial. Mereka dapat mengetahui bahwa ada anggota
masyarakat yang miskin dan ada yang berlebihan, bahwa terjadi kesulitan
transportasi dan sebagainya. Jadi, keidakpahaman mereka hanyalah dalam hal
istilah.
Ketika
anak memasuki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), mereka tidak lagi hanya
diharapkan menunjukkan perilaku sosial yang sesuai dengan standard sosial dalam
lingkup yang kecil. Pada periode ini, anak mulai dituntut untuk mencapai suatu
pemahaman yang diukur dari ranah kognitifnya. Selain itu, aptitude yang
diharapkan dapat dicapai oleh anak juga lebih meluas hingga pada tingkat kenegaraan
dan berbagai fenomena yang terkait di dalamnya.
Hal inilah yang kemudian mengarahkan anak untuk mengenali berbagai
kajian yang terkait dengan pengetahuan sosial sebagai salah satu cabang ilmu.
Ilmu
pengetahuan sosial merupakan suatu program pendidikan yang mengintegrasikan
konsep-konsep terpilih dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan
pembinaan warga Negara yang baik. Melalui mata pelajaran IPS di sekolah dasar,
para siswa diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan wawasan tentang
konsep-konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran
terhadap masalah sosial di lingkungannya, serta memiliki keterampilan mengkaji
dan memecahkan masalah-masalah sosial tersebut. Melalui mata pelajaran IPS
diharapkan para siswa dapat terbina menjadi warga Negara yang baik dan
bertanggung jawab.
Ketika
anak dihadapkan pada sebuah mata pelajaran yang disebut dengan IPS maka mereka juga
akan mulai dikenalkan dengan konsep-konsep dasar pengetahuan sosial yang
berasal dari sosiologi, antropologi, ilmu politik, geografi, sejarah, dan
ekonomi/koperasi. Semua yang telah disebutkan merupakan cabang ilmu sosial yang
pada mulanya berinduk dari filssafat sosial. Sekalipun semua ilmu sosial tersebut
mengkaji tentang manusia, tetapi setiap cabang ilmu sosial meninjaunya dari
sudut pandang yang berbeda.
1.
Fakta, Konsep dan Generalisasi
Suatu
struktur ilmu pengetahuan, termasuk ilmu sosial, tersusun dalam tiga tingkatan
dari yang paling sempit ke yang paling luas, yaitu (1) fakta, (2) konsep, dan
(3) generalisasi (Savage dan Amstrong, 1996:24). Ketiga hal itu yang membangun
materi ilmu-ilmu sosial.
a. Fakta
Fakta adalah
informasi atau data yang ada/terjadi dalam kehidupan dan dikumpulkan oleh para
ahli ilmu sosial yang terjamin kebenarannya. Fakta sangat penting dalam
struktur ilmu, karena fakta tersebut membantu membentuk konsep dan
generalisasi. Sebagai contoh, Gunung Galunggung meletus pada tahun 1982.
b. Konsep
Konsep adalah
kesepakatan bersama untuk penamaan sesuatu dan merupakan alat intelektual yang
membantu kegiatan berfikir dan memecahkan masalah. Menurut Moore (Skeel,
1995:30) konsep adalah sesuatu yang tersimpan dalam suatu pemikiran, suatu ide
atau suatu gagasan. Sedangkan Parker menyatakan bahwa konsep merupakan gagasan
tentang sesuatu, konsep juga merupakan suatu gagasan yang ada melalui
contoh-contohnya.
Konsep dapat
berbentuk kongkrit, misalnya yang berkaitan dengan tempat, objek, lembaga, atau
kejadian seperti: manusia, gunung, daratan, lautan, Negara, partai politik,
barang, pabrik, gempa bumi, dan sebagainya.
Konsep juga bersifat
abstrak, misalnya: demokrasi, toleransi, kebudayaan, kemerdekaan, keadilan,
saling ketergantungan, tanggung jawab, kerja sama, hak, kesamaan, dan
sebagainya.
Konsep dianggap
penting karena dapat membantu seseorang untuk mengorganisasikan informasi atau
data yang mereka hadapi.
c. Generalisasi
Generalisasi
merupakan sejumlah konsep yang memiliki keterkaitan dan makna. Sering pula
dikatakan sebagai pernyataan tentang hubungan di antara konsep. Generalisasi
mengungkapkan sejumlah besar informasi. Beberapa generalisasi yang kita terima
pada hari ini mungkin harus diperbaiki pada masa yang akan datang, sehingga
bukti-bukti baru harus diadakan. Sebagai contoh: “Ketika suatu masyarakat
meningkat menjadi masyarakat terdidik dan masyarakat industry, angka
kelahirannya menurun.” (Savage dan Amstrong, 1996:26).
2.
Keterampilan-keterampilan Dasar Ilmu Sosial
Agar anak dapat mengoptimalkan pemahamannya
dalam pengetahuan sosial, maka mereka perlu dilatih untuk memiliki beberapa
keterampilan dasar sosial. Keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan
bertanya/wawancara, menggunakan angket serta pembiasaan membaca.
a. Keterampilan Bertanya
Pada dasarnya inti
dari setiap komunikasi antar manusia sangat tergantung pada kemampuan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dimengerti kedua belah pihak yang
berkomunikasi. Dengan bertanya anak akan mendapatkan banyak informasi, serta
melatih kemampuan interaksinya dengan orang lain. Dalam hal ini guru perlu
banyak memberikan contoh teknik bertanya yang baik dan benar pada anak, di mana
pertanyaan tersebut mampu membangkitkan minat dan rasa ingin tahu anak,
memusatkan perhatian, mengembangkan kemampuan kognitif, mengaktifkan siswa,
mendorong siswa mengemukakan pendapat serta dapat menguji dan mengukur hasil
belajar siswa (Bolla dan Pah, 1984).
b. Keterampilan Menggunakan Angket dan Observasi
Angket merupakan
teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan
untuk diisi sendiri oleh responden. Dengan kata lain, anak juga perlu dilatih
keterampilannya dalam menggunakan bahasa literacy, di mana proses pencarian
informasi yang dilakukan anak dituangkan dalam bentuk pertanyaan tertulis.
Tetapi dapat pula mereka diberi kesempatan untuk banyak mengobservasi secara
langsung berbagai peristiwa atau fenomena di sekitar mereka, kemudian dicatat
atau didokumentasikan sebagai data atau informasi yang akurat.
c. Mencari Informasi Melalui Membaca
Begitu banyak
informasi dan ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh anak melalui membaca. Dalam
membentuk konsep yang benar pada diri anak dibutuhkan berbagai pengetahuan yang
saling mendukung yang salah satunya didapat melalui membaca. Terlebih di era
informasi seperti saat ini, kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung akan
sangat berperan dan bermanfaat bagi seseorang dalam mengikuti perkembangan
zaman, mengikuti berbagai perkembangan di berbagai belahan dunia.
3.
Kajian dalam IPS Sekolah Dasar
Dalam
mata pelajaran IPS di SD, konsep-konsep geografi dan sosiologi mempunyai porsi
yang cukup besar. Geografi memberikan pengetahuan kepada para siswa tentang
dimensi ruang yang merupakan sesuatu yang akan selalu dialaminya. Ruang lingkup
pengajaran IPS yang bersumber dari Geografi antara lain meliputi konsep-konsep
tentang fenomena alam, seperti gempa bumi, musim, wilayah, sumber daya alam,
dan sebagainya. Sedangkan sosiologi akan banyak membahas tentang fenomena
manusia (lingkungan sosial) di mana para siswa akan dikenalkan pranata
sosialnya, mulai dari lingkungan rumah, tetangga, kelurahan hingga pada tingkat
bangsa dalam suatu negara.
Dari
keduanya kemudian akan memunculkan bahasan yang terkait dengan kebutuhan atau
sistem perekonomian masyarakat setempat sesuai dengan wilayah geografisnya.
Namun demikian hal tersebut juga tidak terlepas dari sejarah terbentuknya
peradaban dan pemerintahan di sebuah negara hingga kemudian memberi dampak pada
sistem hukum dan sosial-budayanya. Hingga pada akhirnya siswa dapat memahami
kemajemukan agama, ras, dan etnik, terutama yang ada di Indonesia.
4.
Pengembangan Kurikulum IPS di SD
a. Konsep Sosiologi dalam Kurikulum IPS
1. Keluarga, Masyarakat dan Tetangga
2. Kelas Sosial
3. Sistem Kemasyarakatan, Peran, Norma, Nilai,
Sanksi, dan sebagainya.
4. Aturan sosial, Etika, Sopan santun, dan
sebagainya.
5. Tingkatan Sosial
b. Konsep Antropologi dalam Kurikulum IPS
1. Pertumbuhan masyarakat, Sistem hidup,
Tradisi, Nilai, Keterampilan dan Pengetahuan
2. Kebudayaan
3. Hambatan pemenuhan kebutuhan
4. Seni, music, makanan, pakaian, peralatan
perang, alat bantu transportasi
5. Partisipasi dalam pembentukan budaya
c. Konsep Geografi dalam Kurikulum IPS
1. Gejala alam
2. Wilayah berdasarkan lintang dan bujur
3. Bumi dan bagian-bagiannya
4. Arah mata angin
5. Musim
6. Kekayaan/sumber daya alam
d. Konsep Politik dalam Kurikulum IPS
1. Struktur Kenegaraan
2. Peraturan dan kebijakan
3. Sistem kenegaraan dan kemasyarakatan
4. Lembaga Perwakilan Rakyat
5. Demokrasi & Sistem Kepartaian
e. Konsep Ekonomi dalam Kurikulum IPS
1. Pola kebutuhan manusia/masyarakat
2. Hasil kerajinan/Home Industry
3. Bahan kebutuhan masyarakat dan usaha
produksinya
4. Penyesuaian pendidikan, keterampilan, dan
kesempatan kerja
5. Iklan dan usaha marketing lewat berbagai
media
6. Pekerjaan dan usaha musiman
7. Aturan pemerintah
8. Pengelolaan keuangan
9. Etika bisnis
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dariyo,
Agus. (2007). Psikologi Perkembangan,
Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung: PT. Refika Aditama.
2.
Hadis,
Fawzia Aswin. (1996). Psikologi
Perkembangan Anak. Depdikbud: Dirjend. Dikti.
3.
Hartati,
Sofia. (2007). How to be a Good Teacher
and to be a Good Mother. Jakarta: Enno Media.
4.
Martorella,
Peter H. (1996). Elementary Social
Studies, Developing Reflective, Competent, and Concerned Citizens. USA:
Little, Brown and Company.
5.
Papalia,
D. E, Old, S. W & Feldman, R. D. (2004). Human Development, 9th Ed. Boston: McGraw-Hill.
6.
Samlawi,
Fakih & Bunyamin Maftuh. (1999). Konsep
Dasar IPS. Depdikbud: Dirjend. Dikti.
7.
Santrock,
John W. (2002). Life-Span Development.
Boston: McGraw-Hill.
8.
Seefeldt,
Carol & Barbara A. Wasik. (2006). Early
Education: Three, Four, and Five Years Olds Go to School 2nd Ed.
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar