A. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Bahasa adalah penggunaan kode yang
merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk
membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi.
Definisi bahasa adalah sebagai berikut:
- suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.
- suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain
- suatu kesatuan sistem makna
- suatu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.
- suatu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan, kalimat, dan lain-lain.)
- suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.
Bahasa
erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah
fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan. Ilmu yang mengkaji
bahasa ini disebut sebagai linguistik. Menetapkan perbedaan utama antara bahasa
manusia satu dan yang lainnya sering amat sukar. Chomsky (1986) membuktikan bahwa sebagian dialek Jerman hampir
serupa dengan bahasa Belanda dan tidaklah terlalu berbeda sehingga tidak mudah
dikenali sebagai bahasa lain, khususnya Jerman.
Kata sintaksis berasal
dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang berarti “menempatkan”.
Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi
kelompok kata atau kalimat, atau dengan kata lain bagian dari tata bahasa yang
mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu
bahasa.
Penelitian bidang fonetis,
morfologis dan struktur frasa dari suatu bahasa merupakan bagian dari Ilmu
Bahasa yang masih bersifat statis. Dalam sintaksis bidang-bidang statis
seolah-olah digerakkan dan dihidupkan ke dalam kesatuan gerak yang dinamis,
diikat dan dijalin ke dalam berbagai macam konstruksi.
Setiap bahasa mempunyai
sistem-sistem yang khusus untuk mengikat kata-kata atau kelompok-kelompok kata
ke dalam suatu gerak yang dinamis. Oleh karena itu tidak dapat dibenarkan untuk
menyusun tata kalimat suatu bahasa dengan menerapkan begitu saja sintaksis
bahasa lain, seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli tatabahasa lama. Sintaksis
suatu bahasa haruslah merupakan perumusan dari berbagai macam gejala susun peluk
kata-kata dalam suatu bahasa. Bahwa nanti ada persamaan tata kalimat suatu
bahasa dengan bahasa lain, haruslah merupakan hasil perbandingan yang diadakan
antara bahasa-bahasa tersebut, tetapi bukan sebagai hasil penerapan sintaksis
bahasa lain.
Pelaksanaan Pembelajaran
Bahasa SD
Pembelajaran
merupakan terjemahan dari instructional. Proses member rangsangan kepada siswa
supaya belajar. Pembelajaran berbeda dengan pengajaran yang merupakan
terjemahan dari teaching. Pembelajaran bahasa adalah proses
member rangsangan belajar berbahasa kepada siswa dalam upaya siswa mencapai
kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa
dalam arti luas adalah kemampuan mengorganisasi pemikiran, keinginan, ide,
pendapat atau gagasan dalam bahasa lisan maupun tulisan. Secara umum kemampuan
ini tergantung pada frekuensi dan kualitas materi dengar, bicara baca, dan
tulis yang dilakukan oleh seseorang dalam kesehariannya. Semakin kerap
seseorang mengasah hal tersebut semakin berkualitas materi tersebut.
Usia
sekolah dasar merupakan masa yang tepat untuk melatih kegiatan
bahasa.pembelajaran berbahasa dimulai dari kalimat-kalimat minim, inti,
sederhana, kalimat tunggal dikelas rendah. Pemahaman kalimat bagi anak sekolah
dasar sangatlah pentin. Namun harus diperhatikan anak bukan diharuskan
menghafal istilah-istilah macam-macam kalimat. Hal yang paling penting
anak-anak berlatih menghasilkan berbagai macam kalimat dalam konteks, artinya
semua contoh yang diberikan sebaiknya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan
Adapun
tujuan dari pembelajaran sintaksis Bahasa Indonesia SD adalah :
1. Memilih materi pembelajaran keterampilan
bahasa tulis
2. Menerapkan model pembelajaran keterampilan
bahasa tulis
3. Menulis materi pembelajaran keterampilan
bahasa lisan
4. Menerapkan model pembelajaran keterampilan
bahasa lisan
BAB I
PEMBAHASAN
1.1. Pengertian
Sintaksis
Sistaksis adalah bagian darri tatabahasa yang mempelajari
dasar-dasar dan proses-proses
pembentukkan kalimat dalam suatu bahasa.
Penelitian bidang fonetis, morfoligis dan struktur frasa dari suatu
bahasa merupakan bagian dari Ilmu Bahasa yang masih bersifat statis. Dalam
sintaksis bidang-bidang statis seolah-olah digerakkan dan dihidupkan ke dalam
kesatuan gerak yang dinamis, diikat dan dijalin ke dalam berbagai macam
kontruksi.
Sintaksis suatu bahasa haruslah
merupakan perumusan dari berbagai macam gejala susun-peluk kata-kata dalam
suatu bahasa. Haruslah merupakan hasil perbandingan yang diadakan antara
bahasa-bahasa tersebut, tetapi bukan sebagai hasil penerapan sintaksis bahasa
lain.
Tatabahasa lama tidak banyak bicara tentang sintaksis.
Dimana-mana fenomena bahasa selalu ditinjau dari bidang falsafah. Falsafah
dijadikan alat untuk memecahkan segala macam persoalan. Sehingga timbul suatu
kesan, bahwa bukan masalah bahasa yang dipersoalkan, tetapi kecerdasan berpikir
atau berpikir secara logislah yang
dipersoalkan.
1.2. Kalimat
a.
Batasan kalimat
Satu
bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan. Sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa
bagian ujaran itu sudah lengkap. Inilah sebuah tentang kalimat. Tutur seeorang
atau lebih sempit lagi , kalimat yang diungkapkan oleh seseorang dengan
sendirinya mencakup beberapa segi :
1. Bentuk ekspresi
2. Intonasi
3. Makna atau arti
4. Situasi
b.
Ketentuan dan ciri kalimat:
Kalimat adalah satu unsur bahasa yang membangun satuan
bahasa. Baik pada bahasa lisan maupun bahasa tulisan, kalimat merupakan tutur
yang harus dipahami. Maka dari itu sebuah kalimat harus memiliki sebuah
ketentuan. Ketentuan kalimat baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis
prinsipnya sama. Beberapa ahli bahasa menjelaskan bahwa kalimat adalah :
1. Satuan gramatika yang dibatasi oleh adanya
jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik (Sintaksis. Prof. Drs. M.
Ramlan)
2. Bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh
kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah
lengkap. (Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia, Gorys Keraf)
3. Satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan
atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia Hasan Alwi dkk, ed. Ketiga)
Dari
ketiga pengertian tentang kalimat diatas dapat disimpulkan bahwa kalimat
mencakup beberapa unsur, yakni berikut ini :
1. Bentuk (unsur-unsur segmental), yaitu kata,
frase, klausa, wacana)
2. Intonasi (unsur suprasegmental) yaitu naik
turun suara, keras lembut tekanan suara, jeda, kesenyapan atau perhentian
sesaat atau beberapa saat. Dalam bahasa tulis unsur intonasi ditandai dengan
tanda baca koma (,), tanda pisah (-), titik dua (;) diakhir kalimat ditandai
dengan tanda titik (.), tanda tanya (?) atau tanda seru (!). Sebuah kalimat
diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda baca titik, tanda seru
atau tanda tanya.
3. Situasi yang menimbulkan ujaran itu timbul.
Hal ini mempengaruhi pilihan kata dan intonasi yang digunakan penutur.
4. Makna atau arti yang didukungnya.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat terletak pada dasar analisisnya yaitu
bentuk, intonasi, situasi dan makna.
Contoh
:
·
Riky
memotong ayam
·
Dinda
membaca buku
c. Macam-macam Kalimat
1.
Berdasarkan Jumlah Inti yang Membentuk Sebuah Kalimat
a. Kalimat minor : kalimat yang hanya mengandung
satu unsur inti atau pusat
Contoh
: damai, mustahil
Kalimat-kalimat
diatas hanya mengandung satu unsur inti : damai, mustahil. Oleh karena hanya
mengandung satu inti maka disebut kalimat minor.
b. Kalimat mayor : kalimat yang
sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti
Contoh
:
·
Upaya
kea rah perdamaian kerap sulit diwujudkan.
·
Keributan
bahkan peperangan sering terjadi di beberapa tempat.
·
Apakah
nurani sebagian manusia mulai tumpul
Kalimat-kalimat
di atas mengandung dua inti kalimat atau lebih (upaya perdamaian sulit,
keributan terjadi, nurani manusia tumpul)
Kedua unsur inti yang membina
kalimat mayor atau kalimat inti disebut inti
kalimat. Untuk tujuan analisa antar kalimat, kalimat inti dijadikan
Pola-pola Dasar atau Model Terkecil dari suatu konstruksi. Jadi, kita mendapat 3 macam
Pola Dasar Kalimat:
Pola kalimat I :
Kata Benda - Kata Kerja (KB-KK)
Pola kalimat II :
Kata Benda - Kata Sifat (KB-KS)
Pola kaliamat III :
Kata Benda - Kata Benda (KB-KB)
Dengan
demikian kalimat-kalimat luas berikut dapat dipulangkan kapada salah satu pola
kalimat di atas:
§ Dalam
pada itu Ida Gde belum juga datang ke Manggis:
dapat dipulangkan kepada Pola I: Ida Gde datang = KB-KK
§ Awan
yang merah dan kuning bersusun-susun seperti hamparan sutera yang halus-halus:
inti kalimatnya: awan bersusun-susun. Pola I.
§ Dalam
hal serupa ini saya lebih hormat lagi kepada orang kampung yang terus terang
memgang upacara yang dianggapnya bersangkutan dengan agama:
dapat dipulangkan kepada Pola II: Saya hormat.
Interelasi unsur-unsur
kalimat
a.) INTERELASI DALAM POLA I
Interelasi unsur-unsur kalimat yang membentuk Pola
Kalimat I dapat kita bagi atas dua macam hubungan: yakni hubungan pelaku dan
perbuatan dan hubungan penderita dan perbuatan.
Misalnya:
a. Hubungan Pelaku dan Perbuatan:
Adik Menangis
Ibu
menanak
Anjing menyalak
b. Hubungan Penderita dan Perbuatan:
Anjing
dipukul
Nasi ditanak
Tanah digali, dan sebagainya.
Hubungan pertama menyatakan bahwa
Kata Benda menjadi pelaku (agens) dari
tindakan atau perbuatan yang didukung oleh kata kerja yang mengikutinya.
Sedangkan Kata Kerja menjadi perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh Kata Benda tadi.
Hubungan macam yang kedua
menjelaskan bahwa Kata Bnda bukan menjadi pelaku tetapi menjadi penderita (patiens), atau menderita atau
menanggung akibat suatu tindakan. Sedangkan Kata Kerja menunjukkan tindakan atau perbuatan yang dilakukan terhadap Kata Bendanya.
Tiap satuan itu mendukung suatu
konsep, dan tiap konsep itu mendukung suatu fungsi. Kata atau kumpulan kata
dalam kalimat yang mendukung suatu fungsi disebut gatra.
Konsep-konsep yang didukung oleh
pola pertama disebut: gatra pangkal
dan gatra perbuatan.
b.)
INTERELASI DALAM POLA II
Kata sifat dalam Ploa II mempunyai
fungsi untuk menjelaskan bagaimana kualitas dari Kata Benda di depannya. Oleh
karena itu kata benda sebagai antagonismenya kata sifat, mempunyai fungsi untuk
diterangkan oleh kata sifat itu. Tentu saja hubungan Kata Kerja dan Kata Benda
dalam Pola I juga menerangkan dan diterangka, tetapi sifat menerangkan dalam
Pola II agak berlainan. Kata Kerja menerangkan tentang tindakan, sedangkan
dalam Pola II Kata Sifat dan kualitas Kata Benda.
Begitu pula hakekat tiap kata itu
berbeda-beda bila mengalami perluassan. Oleh karena itu gatra-gatra di sini
sesuai dengan sifatnya yang khusus itu disebut: Gatra Diterangkan dan Gatra
Menerangkan.
e.g. : murid
malas
anjing galak
rumah baru,
dan lain-lain.
c.)
INTERELASI DALAM POLA III
Di sini fungsi kata benda yang kedua
itu menggolongkan Kata Benda yang
pertama ke dalam suatu golongan yang mempunyai fungsi untuk digolongkan dalam golongan yang disebut
dalam kata kedua. Atas dasar ini kata-kata yang berfungsi dalam Pola III
disebut Gatra Digolongkan dan Gatra
Penggolong.
Bapak guru
Adik pengarang
Ali perampok,
dan lain-lain.
2.
Kalimat Berdasarkan Jumlah Inti dan Urutan Subjek,
Predikat
a. Kalimat Inti : kalimat yang terdiri dari dua
kata dan keduanya merupakan inti sedangkan urutan fungsi unsur-unsurnya diawali
subjek dan diakhiri predikat dan intonasinya netral (bukan perintah ataupun
pertanyaan)
Contoh :
·
Adik
bernyanyi
·
Dinda
pergi
·
Pikirannya
jenuh
·
Usahanya
berhasil.
Kalimat-kalimat diatas terdiri dari dua kata. Kedua kata
tersebut merupakan inti kalimat. Susunan fungsi unsur-unsur dalam kalimat
diatas Subjek + Predikat. Maka kalimat diatas tergolong dalam kalimat inti.
b. Kalimat Luas : kalimat yang terdiri lebih
dari dua kata atau inti, sedangkan urutan
fungsi unsur-unsurnya diawali subjek dan diakhiri predikat.
Contoh :
·
Mereka
tidak akan pergi
·
Pikirannya
sangat jenuh
·
Akhirnya
usahanya gagal total
·
Semangatnya
kurang sekali sehingga ia tidak lulus ujian
3.
Kalimat berdasarkan jumlah
pola kalimat ( Jumlah unsur subjek dan predikat )
Berdasarkan
Jumlah Klausa dibagi menjadi 2, yaitu :
a.
Kalimat tunggal
Yaitu kalimat yang terdiri atas satu
pola kalimat.
Contoh :
1. Pak
Tani (S) memberantas (P) hama padi (O)
ð Pola
kalimat S-P-O
2. Hari
ini (K) bapak camat (S) menghadiri (P) doa sejuta umat (O)
ð pola
kalimat K-S-P-O
3. Kebersamaan
(S) sengat penting (P) bagi rakyat Indonesia (pel)
ð Pola
kalimat S-P-Pel
b.
Kalimat Majemuk
Kalimat
majemuk adalah kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih.
1.3. Sintaksis II –
Kalimat Tunggal
Batasan Kalimat Tunggal
Dalam menentukan Kalimat Tunggal dan
Kalimat Majemuk pola kalimat
mengambil peranan yang sangat penting. Pengertian Kalimat Luas sekaligus mencakup
Kalimat Tunggal dan Kalimat majemuk,
dengan catatan bahwa tidak semua Kalimat Tunggal adalah Kalimat Luas.
Bila suau kalimat hanya mengandung
satu pola kalimat, sedangkan perluasannya tidak lagi membentuk pola kalimat
yang baru maka kalimat semacam itu disebut kalimat tunggal. Dengan kata lain: Kalimat Tunggal adalah kalimat yang hanya
terdiri dari dua unsur inti dan boleh diperluas dengan satu atau lebih unsur-unsur
tanbahan, asal unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola yang baru.
Contoh:
1.
Adik menangis :
adalah kalimat mayor, kalimat tunggal, dan
kalimat inti, bukan kalimat luas.
2.
Menangis adik : adalah kalimat mayor,
kalimat tunggal, tetapi
bukan kalimat inti, dan bukan kalimat luas.
3.
Kemarin saya belajar saja di rumah : kalimat mayor, kalimat tunggal, bukan
kalimat
inti, tetapi kalimat luas.
Sebaliknya kalimat-kalimat tunggal yang diperluas sekian macam hingga unsur-unsur
baru itu membentuk satu atau lebih pola kalimat lagi, maka kalimat itu disebut
Kalimat Majemuk. Jadi dalam kalimat majemuk akan kita jumpai paling kurang dua pola kalimat dan
tiap-tiap pola boleh diperluas lagi dengan satu atau lebih unsur-unsur
tambahan.
Contoh:
1.
Ali menyelesaikan tugasnya, sesudah ia pulang dari berjalan-jalan.
2.
Adik bermain di pekarangan, tetapi kakak melarangnya.
3.
Kita sangat bersyukur kepada Tuhan, bahwa semua ketidak-adilan akan hancur.
Untuk menentukan macam-macam kalimat
di atas kita harus mencari pola-pola kalimatnya dengan menentukan kalimat
intinya:
1.
Ali menyelesaikan dan ia pulang.
2. Adik bermain dan kakak melarang.
3. Kita bersyukur dan ketidak-adilan hancur.
Jadi tunggal dan majemuknya suatu
kalimat, haruslah dilihat dari banyaknya pola kalimat yang ada pada sebuah
kalimat.
a. Transformasi Kalimat
Transformasi kalimat dalah proses
merubah satu kalimat inti. Caranya bermacam-macam:
1.
Merubah tata-urut gatra-gatra inti.
2.
Mengubah intonasi netral menjadi intonasi penekan, tanya, perintah, dan
sebagainya.
3.
Memperluas kalimat inti dengan unsur-unsur tamabahan lain.
Tiap bentuk bahasa mempunyai fungsi
sebagai pendukung suatu ide. Pada suatu waktu kita berhadapan dengan
bermacam-macam ide yang harus diungkapkan. Kita harus memilih dua jalan: atau
kita mengungkapkan gagasan-gagasan itu secara terpisah-pisah dalam
kalimat-kalimat tersendiri atau mempersatukannya dalam satu perpaduan. Bial hal
pertama yang terjadi kita mendapat bentuk-bentuk kalimat yang bersifat analitis, sedangkan bila cara kedua yang
dipakai maka kalimat itu bersifat sintetis. Kalimat anak-anak biasanya
bersifat analitis, karena meraka melihat tiap peristiwa atau gagasan secara
terpisah. Cara yang kedua, yaitu menggabungkan bermacam-macam gagasan, kita
harus mempergunakan suatu metode untuk merubah bentuk-bentuk itu, yang
masing-masingnya mendukung suatu gagasan tertentu, kedalam suatu bentuk
perpaduaan. Teknik merubah bentu-bentuk bahasa itu disebut transformasi.
Transformasi adalah suatu proses merubah bentuk bahasa menjadi bentuk-bentuk
lain, baik dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks, maupun dari
bentuk yang kompleks ke bentuk yang sederhana.
1.
Teknik transformasi I
Ada beberapa contoh untuk menjelaskan pengertiana dan
teknik transpormasi ini. Untuk menghadapi beberapa gagasan, misalnya. Tiap
gagasan mempunyai kepentingan dan kedudukan yang berbeda-beda.
1. Ada satu gagasan gagasan inti: Ali memukul
anjing.
2. Disamping itu terdapat beberapa gagasan
tambahan, misalnya:
a. Waktu terjadinya perbuatan itu : kemarin.
b. Alat yang dipakai untuk perbuatan memukul,
yaitu : tongkat
Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah: begaiman
dapat kita menggabungkan ketiga gagasan inti dengan gagasan waktu dapat terjadi
dengan merangkaikan saja:
I.
1.
saya memukul anjing kmarin, atau
2.
kemarin saya memukul anjing.
Tetapi penggabungan gagasan inti dengan
gagasan alat tidak bias terjadi dengan cara di atas yaitu sekedar merangkaikan
saja gagasan-gagasan itu. Disini kita memerlukan lagi satu alat bahasa untuk
menghubungkan gagasan-gagasan itu yaitu kata-kata tugas dengan, sehingga hasil
informasi akan menjadi:
II. 1. Saya memukul anjing dengan tongkat, atau
2. dengan tongkat saya
memukul anjing.
Proses
di atas belum lagi selesai sebab tujuan kita terakhir adalah merangkaikan
ketiga gagasan itu. Sekarang kita harus menggabungkan semua hasil transformasi
di atas, atau mengadakan transformasi tingkat III.
a. 1. Saya
memukul anjing kemarin
2 dengan tongkat saya memukul anjing.
Hasilnya
: a. saya memukul anjing kamarin dengan
tongkat
b.
saya
memukul anjing dengan tongkat kemarin.
b 1.
saya memukul anjing kemarin
2 dengan tongkat saya memukul anjing
Hasinya
: c. denga tonkat saya memukul anjing kemarin.
c. 1. Kemarin saya memukul anjing
2
dengan tongkat saya memukul anjing
Hasilnya
: d. kemrin, denga tongkat saya memukul anjing.
e dengan tongkat kemarin saya memukul
anjing.
d. 1. Kamarin saya memkul anjing.
2
saya memukul anjing denga tongkat.
Hasilnya
: f. kamarin saya memukul anjing denga tongkat.
Jadi
ketiga gagasan di atas kita dapat membentuk 5 macam kalimat baru dengan
menggunakan teknik transformasi ( a, b, c, d, e, f ).
2.
Teknik Transformasi II
Bila dalam contoh-contoh diatas kita melihat
bahwa teknik trasnformasi itu berlangsung atas satu gagasan inti dengan
gagasan-gagasan tambahan maka dalam contoh berikut ini melihat bahwa teknik ini
dapat dipergunakan juga untuk merangkaikan beberapa gagasan inti:
1. Kami tidak berangkat
2. Kami takut hujan
Penggabungan
kedua kalimat itu menimbulkan hubungan kausal, sebab itu diperlukan satu alat
bahasa yang sesuai dengan situasi itu untuk merangkaikan kedua gagasan itu.
Alat yang sesuai dengan situasi itu adalah kata tugas yang menyatakan sebab:
karena, sebab, sebab itu, dan sebagainya.
Demikian
pula situasi gagasan inti mana lebih dipentingkan mengharuskan kita memilih
karena dan sebab di satu pihak, serta sebab itu, karena itu dipihak lain.
I. 1. Kami tidak berangkat
2 Kami takut hujan
3 situasi : gagasan pertama dipentingkan.
Hasilnya : a. kami tidak
berangkat, sebab kami takut kehujanan.
II. 1. Kami tidak berangkat
2
kami takut kehujanan
3
situasi : gagasan kedua
dipentingkan
Hasilnya: b. kami taku kehujanan
sebab itu kami tidak berangkat.
Contoh
lainnya lagi diman hasilnya lebih dari dua kalimat transformasional:
1. Ia belajar
2. Saya bermain
Situasi
yang timbul dalam menghubungkan kedua
kalimat itu bermacam-macam. Sebab itu tugas yang dipakai sebagian katalisator
untu merangkaikan kedua gagasan itu bermacam-macam. Ada situasi di mana
keduanya mempunyai kedudukan yang sederajat, ada situasi dimana keduanya
dipertentangan. Ada situasi diman yang satu terjadi pada saat yang lain
berlangsung, dan sabagainya. Sebab itu hasil transformasinya adalah antara
lain:
a. Ia belajar, saya bermain ( sederajat )
b. Saya belajar, ia bermain ( sederajat )
c. Ia belajar tetapi saya bermain ( dipertentangan )
d. Saya bermain tetapi ia bermain ( dipertentangan )
e. Ia belajar ketika saya bermain (waktu )
f. Saya bermain ketika ia belajar d.l.l (waktu)
Hasil transformasi pada
kalimat a dan b tampaknya tidak ada unsur-unsur situasi, waktu, dan sebagainya,
tetapi dapat juga ditafsirkan dengan situasi-situasi tertentu, tanpa merubah
bentuk-bentuk itu. Misalnya kita dapat manafsir adanya situasi pertentangan,
situasi terjadi pada waktu yang sama, dan lain sebagainya. Perlu ditambahkan
kalimat a dan b merupakan transformasi dengan mempergunakan intonasi. Di
samping itu kedua kalimat itu dirangkaikan saja dengan merubah intonasi final
kalimat pertama menjadi intonasi non-final (perhentian antara); jadi kita
merubah intonasi final dari salah satu gagasan untuk dirangkaikan dengan
gagasan berikut, atau intonasi final tadi dijadikan kesenyapan non-final (jadi
perhentian antara).
b. Macam-macam
Kalimat Tunggal
Tiap situsi
membangkitkan tanggapan yang berbeda-beda. Tanggapan itu kemudian disalurkan
dengan perantara bentuk-bentuk bahasa yang harus mencerminkan kembali situasi
tadi. Sebab itu bentuk-bentuk bahasa dalam hai ini kalimat, dapat berbeda-beda
berdasarkan perbedaan situasi dan bentuk-bentuk khusus yang digunakan.
Berdasarkan macamnya kalimat tunggal dapat digolongkan atas :
1. Kalimat berita
2. Kalimat Tanya
3. Kalimat perintah
A) Kalimat
Berita
Kalimat
berita adalah kalimat yang mengandung suatu pengungkapan peristiwa atau
kejadian. Orang yang menyampaikan peristiwa tersebut berusaha mengungkapkannya seobyektif
mungkin. Ia boleh menyampaikan suatu hal secara langsung, yakni langsung
mengucapkan tuturktif mungkin. Ia boleh menyampaikan suatu hal secara langsung,
yakni langsung mengucapkan tutur orang lain, atau menyampaikan secara tak
langsung dengan menelolah sendiri. Sebab itu kalimat berita dapat bersifat
ucapan langsung atau ucapan tidak langsung.
Misalnya
: a. ucapan langsung
1. Ia mengatakan, “saya tak mau mambayar utang
itu.”
2. “Dahulu orang yang mashur itu berdiam disini,
“ katanya sejurus kemudian.
b. ucapan tak langsung
1. Ayah membeli sebidang tanah
2. Ia pernah sekali dating ke mari
3. Saya bertemu dengan dia di depan stasiun
Gambir.
Cirri-ciri
formal yang dapat membedakan kalimat berita dari macam-macam kalimat yang lain
hanyalah intonasinya yang netral, tak ada suatu bagian yang lebih dipentingkan
dari yang lain. Susunan kalimat tak dapat dijadikan cirri-ciri karena
susunannya hampir sama saja dengan susunan kalimat-kalimat yang lain.
Kadang-kadang kita mendapat cirri formal lain. Misalnya kata-kata tnya pada
kalimat Tanya, serta macam-macam kata tugas pada beberapa macam kalimat
perintah.
Suatu
bagian dari kalimat berita dapat dijadikan pokok pembicaraan. Dalam hal ini
bagian tersebut dapat ditempetkan di depan kalimat atau bagian yang
bersangkutan mendapat intonasi yang lebih keras. Intonasi yang lebih keras yang
menyertai kalimat berita semacam ini disebut intonasi pementing.
B) Kalimat
Tanya
1. Yang dimaksud dengan kalimat Tanya adalah
kalimat yang mengandung suatu permintaan agar kita diberitahu sesuatu karena
kita tidak mengetahui sesuatu hal.
Bila
kita membandingkan kalimat Tanya dengan kalimat berita maka terdapat beberapa
cirri yang dengan tegas membedakannya dengan kalimat berita.
Cirri tersebut adalah :
a. Intonasi yang digunkan adalah intonasi Tanya.
b. Sering mempergunakan kata Tanya.
c. Dapat pula mempergunakan partikel Tanya –kah
2. Kata-kata Tanya yang biasa digunakan dalam
sebuah kalimat Tanya dapt digolongkan berdasarkan sifat dan maksud pertanyaan:
a. Yang menanyakan tentang benda atau hal : apa,
dari apa, untuk apa, dan sebagainya.
b. Yang menanyakan tentang manusia: siapa?, dari
siapa? dan lain-lain.
c. Yang menyatakan jumlah: berapa?
d. Yang menyatakn tentang pilihan atas beberapa
hal atau barang: mana?.
e. Yang menyatakan tentang tempat: di mana?, ke
mana?, dari man?.
f. Yang menyatakan tentang waktu: bila, bilaman,
kapan?, apabila?.
g. Yang menyatakan tentang keadaan atau situasi
: bagaiman?, betapa
h. Yang menyatakan tentang sebab: mangapa?, apa?,Sebab?,
dan sebagainya.
3. Pada umumnya smua kalimat Tanya menghendaki
suatu jawaban atas isi pertanyaan tersebut. Tetapi ada pula yang sama sekali
tidak menghendaki jawaban, dan dipakai sebagai suatu cara dalam gaya bahasa;
pertanyaan semacam ini disebut pernyataan
retori . Pernyataan retoris biasa dipakai dalam pidato-pidato atau percakapan-percakapan
lain dimana pendengar sudah mengetahui jawabannya. Ada pula semacam pertanyaan lain yang sebenarnya sama nilainya dengan
perintah, dimana si penenya sudah mengetahui jawabannya.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 macam kalimat tanya :
a. Pertanyaan biasa
b. Pertanyaan retoris
c. Pertanyaan yang senilai dengan perintah
4. Di samping pembagian di atas, kalimat tanya dapat dibagi
menurut cakupan terhadap isi pernyataan tersebut. Kita dapat menekan seluruh
rangkaian pertanyaan itu, yang berarti tidak ada bagian yang lebih di
pentingkan; atau kita hanya mementingkan salah satu bagian yang menjadi pokok
pertanyaan kita. Hasil jawabannya pun akan berbeda dengan kedua macam
pertanyaan tersebut.
Macam kalimat
pertama akan menghasilkan jawabannya ya atau tidak pun akan sedangkan
pernyataan macam yang kedua menghasilkan jawaban sesuai dengan bagian yang
dipentingkan.
Jadi berdasarkan
penekanan atau cakupan isi pernyataan, kalimat tanya dapat dibagi atas:
a. Pernyataan total : engkau mengatakan hal itu? Ya! Tidak! Engkau belajar
bersama dia? Ya! Tidak!
b. Pertanyaan Partial : siapa yang mengatakan hal itu? Ali! Dimana engkau
belajar? disekolah.
5. Ada satu hal yang perlu diperhatikan tentang kalimat
tanya itu. Di atas telah dikatakan bahwa ciri dari kalimat tanya adalah
intonasi tanya. Tetapi dalam percakapan sehari-hari, sering terjadi bahwa dalam
kalimat tanya yang memekai kata tanya tidak terdengar intonasi tanya, sedangkan
kalimat tanya yang tidak memakai kata tanya tidak selalu memakai intonasi
tanya. Jadi ciri intonasi tanya dan kata tanya merupakan ciri yang amat
pentinag bagi kalimat tanya. Tetapi bila kalimat tanya mengandung kata tanya
kita boleh memilih antara : mempergunakan intnasi tanya, atau boleh juga
mempergunakan intonasi berita (biasa).
C) Kalimat Perintah
Yang disebut perintah adalah menyuruh orang lain untuk
melakukan sesuatu yang kita hendaki. Sebab itu perintah meliputi suruhan yang keras
hingga ke permintaan yang sangat halus. Begitu pula suatu perintah dapat
ditafsirkan sebagai mengijinkan sesorang untuk mengerjakan sesuatu, atau
menyatakan syarat untuk terjadinya sesuatu, malahan sampai kepada tafsiran
makna ejekan atau sendiran.
Suatu perintah dapat pula terbalik dari menyuruh berbuat
sesuatu menjadi mencegah atau melarang berbuat sesuatu. Makna mana yang
didukung oleh kalimat perintah tersebut, tergantung pula dari situasi yang
dimasukinya.
1. Karena itu kita dapat memperinci kemungkinan kalimat
perintah menjadi :
a. Perintah biasa : 1. Usirlah anjing itu !
2. Pergilah
dari sini !
3. kerjakanlah soal ini sebaik-baiknya !
b. Permintaan
: Dalam permintaan sikap orang yang menyuruh lebih merendah, misalnya : 1. Tolong
sampaikan kepdanya, bahwa ia boleh datang besok!
2. Coba ambilkan saya buku itu!
c. Ijin :
memperkenalkan seseorang untuk berbuat sesuatu:
1. ambillah buku itu, seberapa kau suka!
2. masukan
kedalam, kalau tuan perlu!
d. Ajakan : 1. Marilah kita beristirahat
sebentar!
2. baiklah kamu menyusuli dia ke
sana!
D) Keterangan
1. Keterangan tujuan (keterangan final):
menjelaskan hasil dari sesuatu perbuatan yang dengan sengaja dikehendaki atau
dicapai. Kata-kata tugas yang mengandung keterangan ini ialah : untuk, guna,
supaya: kita belajar supaya pandai.
2. Keterangan tujuan (keterangan konsesif) : menjelaskan berlakunya suatu perbuatan berlawanan atau
bertentangan dengan keadaan atau kehendak si pembicara. Kata-kata tugas yang
jelas mendukung keterangan ini ialah : meskipun, biarpun, walaupun,
sekalipun, sungguhpun, biar: meskipun hujan, ia berangkat sekolah.
3. Keterangan pembatasan: menjelaskan dalam batas-batas mana saja suatu perbuatan
dapat dikerjakan. Kata-kata yang menyatakan keterangan ini adalah : kecuali,
selain: semuanya boleh kauambil, kecuali yang besar.
4. Keterangan situasi: keterangan yang menjelaskan dalam
suasana apasuatu perbuatan berlangsung: ia belajar dengan penuh
kegembiraan. Dengan tersenyum ia menjawab pertanyaanku.
5. Keterangan kualitatif : menjelaskan dengan cara mana atau bagaimana suatu
peristiwa dilaksanakan:
Ia berjalan dengan cepat.
Ia menyanyi dengan nyaring.
6. Keterangan kuantitatif : menjelaskan berapa kali suatu proses berlangsung,
misalnya:
saya menempeleng anak itu dua kali.
Kerjakanlah seberapa kaudapat.
7. Keterangan perbandingan : menjelaskan bagaimana suatu perbuatan atau hal dibandingkan
dengan perbuatan atau hal yang lain; kata-kata tugas yang menyatakan
keterangan ini adalah: sama, sebagai, dan lain-lain:
Ia sangat rajin seperti kakaknya.
8. Keterangan modalitas: menjelaskan bahwa suatu proses berlaku secara subyektif,
yaitu sebagai dikehendaki atau ditafsirkan oleh pembicara. Ada bermacam-macam
keterangan modalitas:
a. Keterangan kondisional (syarat) suatu perbuatan terjadi atau akan berlangsung
bila syarat-syarat tertentu dipenuhi. Kata-kata tugas yang mendukung keterangan
syarat adalah: jikakalau, kalau sekiranya, seandainya dan lain-lain:
Engkau akan
mendapatkan hadiah kalau rajin.
b. Keterangan kepastian : suatu perbuatan sungguh-sungguh atau pasti terjadi.
Kepastian dapat bersifat positif dapat juga bersifat negatif. Oleh karena itu
kata-kata tugas yang menyatakan keterangan kepastian adalah meliputi kedua
segi itu: sungguh, sesungguhnya,
pasti, tidak dan lain-lain.
Ia pasti datang.
ia tidak
mengambil buku itu.
c.
Keterangan kemungkinan atau potensial : suatu perbuatan atau hal
mungkin terjadi. Keterangan ini dinyatakan oleh kata-kata tugas :
Mungkin:
Mungkin dia yang menghasut pengacau itu.
d.
Keterangan keragu-raguan atau dubitatif : terjadinya suatu proses
diragukan oleh pembicara. Kata-kata tugas yang menyatakan keteranga dubitatif
adalah: rupanya, kira-kira, barangkali, kalau-kalau dan lain-lain:
Barangkali ayah besk
kemari.
e.
Keterangan optatif (harapan) dan desideratif (keinginan) : suatu peristiwa diharapkan atau
diinginkan akan berlangsung. Secara eksplisit keterangan ini dinyatakan oleh
kata-kata tegas : sudu, mudah-mudahan, hendaknya dan lain-lain:
Mudah-mudahan ia datang hari ini.
f.
Keterangan ajakan (adhortatif) : keterangan yang menyatakan bahwa si pembicara mengajak untuk melakukan
suatu tindakan keterangan ini biasanya dinyatakan oleh: baik, mari, dan lain-lain: mari kita menyanyikan lagu ini.
g.
Keteranga final atau tujuan (no. 7) juga termasuk
keterangan modalitas.
9. Keterangan Aspek: adalah keterangan yang menjelaskan terjadinya suatu proses secara obyektif. Disini sering terjadi
kekacauan penafsiran, karena disamakan saja dengan keterangan waktu. Keterangan
waktu terbatas pada penunjukan waktu seperti: kamarin, bsok, lusa dan
lain-lain.
Begitu pula terjadi kekacauan
yang lain karena aspek-aspek ini sering disamakan dengan waktu (kalau dan tense). Kata kerja dalam bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk-bentuk
gramatikal yang menyatakan kala (tense) itu.
Tetapi untuk menyatakan tingkat kejadian itu secara obyektif bahasa Indonesia
memiliki suatu katagori gramatikal yang disebut aspek. Aspek ini di satu pihak dapat mengimbangi kedudukan
tense dalam bahasa-bahasa Barat.
Keterangan-keterangan
Aspek yang terpenting adalah :
a. Aspek inkoatif: menyatakan suatu peristiwa
atau keadaan mulai terjadi. Biasanya hubungan kalimat kadang
– kadang sudah mengandung aspek ini. Sering dinyatakan oleh kata mulai atau
partikel pun + lah :
Contoh
:
Kami
mulai belajar.
Merekapun berangkatlah.
b. Aspek kompletif atau perfektif : bila
suatu peristiwa telah selesai atau telah mencapai akhirnya. Bila kita hanya
melihat hasilnya maka aspek ini disebut juga aspek resultatif.
Contoh :
Saya sudah makan.
Ayah telah
berangkat.
c. Aspek inkompletif : suatu proses belum
lengkap. Dapat disejajarkan dengan aspek duratif, yaitu aspek yang menyatakan
suatu peristiwa tengah berlangsung :
Contoh :
Permainan itu sedang dilaksanakan di Senayan.
d. Aspek futuratif : aspek yang menyatakan
suatu perbuatan akan berlangsung :
Contoh :
Saya akan
pergi ke Bandung besok.
e. Aspek repetitif : adalah aspek yang
menyatakan suatu proses terjadi sekali lagi.
Contoh :
Saya pergi lagi kerumahnya.
f. Aspek frekuentatif : bila suatu proses
terjadi berulang – ulang kali. Kata – kata yang menyatakan aspek ini adalah : selalu, kadang-kadang, acapkali, sering
dan lain-lain.
Contoh :
Anak itu sering membuat hal-hal yang menggeparkan.
g. Aspek spontanitas ( serta-merta ) :
adalah aspek yang menyatakan bahwa suatu proses terjadi dengan tidak
disangka-sangka. Kata-kata yang menyatakan aspek ini adalah : tib-tiba, sekonyong-konyong dan
lain-lain. Selain itu ada morfem-morfem terikat yang turut mendukung aspek ini,
misalnya serfiks ter-
Contoh :
Tiba-tiba
muncullah ia dari balik belukar itu.
Ia jatuh terduduk mendengar
berita itu.
Catatan :
Segala macam keterangan diatas dapat
dinyatakan secara eksplisit, dapat
pula dinyatakan secara implisit.
Yang dimaksudkan denagan cara eksplisit adalah bila keterangan itu
dinyatakan dengan jelas memakai alat-alat bahasa, yaitu kata-kata tugas.
Sedangkan cara implisit ialah yang
memakai kata-kata tugas, jadi harus ditafsirkan dari hubungan kalimat.
I. Keterangan yang menerangkan Kata Benda
Yang dimaksud
dengan keterangan ini adalah segala macam katerangan yang menerangkan kata-kata
benda dalam suatu fungsi tertentu dalam suatu kalimat. Oleh sebab itu
keterangan yang dimaksud dapat menerangkan gatra pangkal, gatra digolongkan,
gatra menggolongkan, gatra diterangkan, obyek penderita, obyek penyerta, obyek
pelaku, serta kata-kata benda lain yang menduduki suatu jabatan dalam kalimat.
Sesuai dengan
fungsinya yang demikian maka keterangan semacam ini tersebut sesuai dengan
fungsinya untuk menerangkan kata tersebut, misalnya ada : keterangan gatra pangkal, keterangan gatra diterangkan, keterangan
gatra digolongkan, keterangan gatra menggolongkan, keterangan pelengkap
penyerta dan lain-lain. Di samping itu kita bisa menyebut cara lain sesuai
dengan fungsinya atau hubungannya dengan kata yang diterangkan itu. Kalau
keterangan tersebut menyatakan sifat dari kata benda tersebut kita katakan : keterangan kualitatif .
Contoh :
Anak yang nakal
itu memukul anjing.
Yang nakal
dapat disebut keterangan gatra pangkal, tetapi juga dapat disebut keterangan
kualitatif.
Keterangan-keterangan
tentang benda yang lain dengan melihat hubungannya denagn kata benda tersebut
adalah :
a. Keterangan
apositif : keterangan yang menyatakan gelar dari
sesuatu ,
contoh : Si Dul, jago tembak, telah mendapat hadiah nomor
satu.
b. Keterangan
posesif : keterangan yang menyatakan bahwa kata itu
menjadi pemilik dari kata yang didepannya .
Contoh : Rumah ayah dibakar perampok.
c. Keteranga
ablatif : menyatakan asal dari sesuatu
Contoh : arloji emasnya dirampas orang.
Pembagian dengan penyebutan
nama semacam ini terlalu halus dan bukan melihat struktur kalimat tetapi
melihat struktur kelompok kata, yaitu apa yang disebut dengan frasa, yaitu hubungan antara kata-kata
yant membentuk suatu kelompok kata. Agar supaya kita tetap berada dalam
struktur kalimat, tetap mengetahui dalam lingkungan gatra mana kita berada,
maka dalam uraian kalimat cukup saja dipakai stilah-istilah : keterangan gatra
pangkal, keterangan gatra digolongkan dan lain-lain.
II. Keterangan yang menerangkan Kata Sifat.
Yang dimaksud dengan keterangan ini
adalah semua keterangan yang menerangkan gatra menerangkan, atau kata-kata
sifat lain yang menduduki suatu fungsi tertentu dalam kalimat.
Keterangan
ini biasanya menunjukkan derajat manakah gatra itu berada. Kata-kata tugas yang
dipakai untuk menyataka keterangan ini ialah : amat, sangat, lebih, kurang,
hampir, dan lain-lain. Karena keterangan ini menerangkan tentang derajat dari
gatra-gatra tersebut maka kita namankan keterangan
derejat.
Pada
umumnya keterangan derajat itu menerangkan suatu kata sifat yang menduduki
fungsi tertentu. Tetapi dapat pula terjadi bahwa keterangan derajat juga
menerangkan gatra-gatra lain, yaitu gatra-gatra yang didukung oleh suatu kata
kerja.
Contoh :
Tembakannya hampir mengenai sasaran.
Mereka amat menderita kekalahan itu.
B) Contoh-contoh
uraian kalimat
Akhirnya
perlu kita sertakan satu-dua contoh penerapan uraian diatas, agar lebih jelas
semuanya.
a)
“ dengan giat murid-murid sekolah itu mengadakan latihan
sandiwara bersama gurunya untuk merayakan hari besar itu.”
I. Inti kalimat :
murid-murid dan mengadakan. Sebabitu kalimat ini adalah Kalimat Tunggal.
II. Murid-murid =
gatra pangkal (subyek!)
Sekolah itu = keterangan gatra pangkal
Mengadakan =
gatra perbuatan (predikat)
Latihan = gatra pelengkap penderita
Sandiwara =
keterangan gatra pelengkap penderita
Bersama gurunya = keterangan komitatif
Dengan giat = keterangan kualitatif
Untuk merayakan hari besar itu = keterangan final
b) “ ia
sudah mengerjakan soal itu dengan sungguh-sungguh. “
I. Inti kalimat ia dan mengerjakan. Kalimat
Tunggal.
II. ia =
gatra pangkal
Mengerjakan = gatra perbuatan
Sudah =
aspek perfektif
Soal itu =
gatra pelengkap penderita
Dengan
sungguh-sungguh = keterangan
kualitatif.
1.4. Sintaksis III –
Kalimat Majemuk
Batasan Kalimat Majemuk
Sebagai batasan pengertian kalimat
majemuk telah dikatakan bahwa : Kalimat-kalimat
yang mengandung dua pola kalimat atau lebih adalah kalimat majemuk.
Batasan ini diturunkan sebagai hasil
dari tinjauan secara statis, melihat apa yang kita hadapi sekarang, atau
melihat hasil yang sudah jadi. Tetapi kita dapat pula melihat dari segi yang
lebih dinamis, yaitu dari sejarah terbentuknya kalimat tersebut. Kita dapat
melihat bahwa dua pola kalimat yang terkandung dalam sebuah kalimat majemuk itu
terjadi karena kita menggabungkan dua macam pola kalimat ( atau lebih ) menjadi
satu kalimat ; atau dapat terjadi bahwa kita menghadaoi satu pola kalimat,
tetapi dengan mempergunakan teknik perluasan, akhirnya kita mendapat dua pola
kalimat atau lebih dalam kalimat perluasan tadi.
Kalimat
majemuk dapat dibedakan atas:
- Kalimat Majemuk Setara (Koordinatif)
Kalimat majemuk setara adalah
kalimat majemuk yang pola-pola kalimatnya memiliki kedudukan yang sederajat.
Kalimat majemuk semacam ini biasanya ditandai dengan kata penghubung: dan, lagi, atau, tetapi, melainkan,
sedangkan.
Misalnya:
1. Saya
(S) berangkat (p) ke sekolah (K), sedangkan ibu (s) pergi (P) ke pasar (K).
Kalimat di atas berpola S-P-K,
S-P-K.
Kalimat majemuk setara yang hanya
memiliki satu subjek atau satu predikat disebut kalimat majemuk rapatan.
Misalnya:
a)
Adik (s) memetik dan mengupas (P) mangga itu (K).
b)
Joko dan Aditiya (S) sedang bermain (P) catur (K).
- Kalimat Majemuk Rapatan
Kalimat
majemuk rapatan adalah kalimat
majemuk setara yang bagian-bagiannya dirapatkan. Hal tersebut terjadi karena kata-kata yang dirapatkan
pada bagian-bagian kaliamat itu memiliki fungsi yang sama.
Perapatan dilakukan
dengan menghilangkan salah satu fungsi kalimat yang sama.
1.
Kalimat majemuk rapatan subjek
Contoh
:
Pak Adi guru mengaji. (I)
Pak Adi ketua RT.
(II)
ð Pak Adi guru mengaji dan ketua RT.
2.
Kalimat majemuk rapatan predikat.
Contoh :
Kiki pandai bermain bola. (I)
Galih pandai bermain bola.
(II)
ð Kiki dan Galih pandai bermain bola.
3.
Kalimat majemuk rapatan keterangan.
Contoh :
Sore hari kakak menyiram bunga. (I)
Sore hari adik menyapu halaman.
(II)
ð Sore hari kakak menyiram bunga dan adik menyapu halaman.
Macam-macam
kalimat majemuk setara:
1. Setara menggabungkan : penggabungan itu
dapat terjadi dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan diantarai
kesenyapan antara atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas seperti : dan, lagi, sesudah itu, karena itu.
Contoh
:
Saya menangkap ayam itu dan
ibu memotongnya
Ayah telah memanjat pohon
mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.
2. setara
memilih : kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah : atau.
Contoh
:
Engkau timggal saja disini,
atau engkau ikut dengan membawa barang itu.
3. setara
mempertentangkan : kata-kata tugas yang dipakai dalam hubungan ini adalah :
tetapi, melainkan, hanya.
Contoh
:
Adiknya rajin, tetapi ia
sendiri malas
Ia tidak menjaga adiknya,
melainkan membiarkannya saja.
- Kalimat Majemuk Bertingkat (Subordinatif)
Kalimat majemuk bertingkat adalah
kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih yang tidak sederajat. Salah
satu pola menduduki fungsi utama kalimat, yang lazimnya disebut induk
kalimat (klausa atasan), sedangkan pola yang lain, yang lebih rendah
kedudukannya, disebut anak kalimat (klausa bawahan). Fungsi itu
sekaligus menunjukkan relasi antara induk kalimat dan anak kalimat.
Anak kalimat (klausa bawahan) dapat
dibagi menjadi:
1.
Anak kalimat yang menduduki fungsi utama kalimat, yaitu anak kalimat subjek dan
anak kalimat predikat, misalnya:
a. Yang
harus menyelesaikan pekerjaan itu telah meninggalkan tempat ini. (anak kalimat subjek)
b. Ayah
saya yang telah menyelesaikan pembangunan itu. (anak kalimat predikat)
2. Anak
kalimat yang menduduki salah satu fungsi pelengkap, yaitu anak kalimat objek,
misalnya:
Wali
kelas telah mengumumkan bahwa kita semua harus hadir besok pagi. (anak
kalimat objek)
3.
Anak kalimat yang menduduki salah satu fungsi tambahan yang renggang, yaitu
anak kalimat keterangan subjek, anak kalimat keterangan predikat, anak kalimat
keterangan objek, anak kalimat keterangan waktu, anak kalimat keterangan sebab,
anak kalimat keterangan akibat, dan lain-lain. Misalnya:
a. Siswa
yang baru menempuh ujian berkumpul di halaman. (anak kalimat keterangan
subjek)
b. Wanita
itu guru yang mengajar di SMU 78. (anak kalimat keterangan predikat)
c. Ia
telah memukul anak yang mencuri mangga. (anak kalimat keterangan objek)
d. Sebelum
matahari terbit saya berangkat ke sekolah. (anak kalimat keterangan waktu)
e. Direktur
perusahaan itu telah memecat seorang karyawannya karena menggelapkan uang
perusahaannya. (anak kalimat keterangan sebab)
f. Kakinya
tersandung batu sehingga tidak dapat berjalan. (anak kalimat akibat)
- Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat
majemuk campuran merupakan gabungan
dari kalimat majemuk setara dengan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk campuran dibentuk sekurang-kurangnya oleh
tiga kalimat tunggal.
Contoh :
Adik selesai mengerjakan PR ketika ayah datang dari
kantor dan ibu selesai memasak.
1.5. Hubungan antara Induk
Kalimat dan Anak Kalimat
Yang dimaksud dengan hubungan antara induk
kalimat dan anak kalimat disini bukan hubungan mana yang lebih tinggi dan mana
yang lebih rendah, tetapi bagaimana kedudukan anak kalimat itu terhadap
gatra-gatra dalam induk kalimat.
Bila kita memperhatikan sejarah
terbentuknya kalimat majemuk sebagai telah diuraikan diatas, maka salah satu
cara untuk membentuk kalimat majemuk itu adalah : memperluas bagian-bagian dari
kalimat tunggal sedemikian rupa,sehingga perluasan itu membentuk suatu pola
kalimat yang baru. Ini berarti setiap gatra dapat diperluas sehingga dapat
membentuk suatu anak kalimat.
Oleh karena itu anak kalimat itu dapat
dibeda-bedakan berdasarkan kedudukannya atau hubungnnya dengan induk kalimat :
1. anak
kalimat gatra pangkal : seluruh anak kalimat itu menduduki fungsi gatra
pangkal.
Contoh :
Yang
menyampaikan berita itu, telah pergi sejam yang lewat.
2. anak
kalimat keterangan gatra pangkal.
Contoh :
Kemarin
pelajar-pelajar yang telah menempuh ujian akhirnya, berkumpul disekolah untuk
mendengar hasil ujiannya.
3. anak
kalimat gatra pelengkap penderita.
Contoh :
Sering
sudah kukatakan, bahwa revolusi jangan diukur dengan hari dan dengan tahun.
4. anak
kalimat keterangan gatra pelengkap.
Contoh :
Saya
membawa buku, yang kujanjikan kemarin.
5. anak
kalimat keterangan waktu : memduduki jabatan atau fungsi keterangan waktu
dari induk kalimat.
Contoh :
Ketika
mereka tiba disini, kami tidak ada.
6. anak
kalimat keterangan sebab : menduduki fungsi keterangan sebab dari induk
kalimat.
Contoh :
Pekerja-pekerja itu enggan mengerjakan
pekerjaan itu, karena upah untuk itu terlalu rendah.
7. anak
kalimat keterangan perlawanan : menduduki jabatan keterangan perlawanan
dari induk kalimat.
Contoh :
Meskipun
kami telah mencoba mensintesiskan kedua dokumen yang penting itu, kami tidak
dipimpin oleh keduanya itu saja.
8. begitu pula semua fungsi-fungsi lain dapat
mengalami perluasan sehingga menjadi satu anak kalimat. Kalimat semacam itu
disebut sesuai dengan fungsi yang diindukinya, atau sesuai dengan hubungannya
terhadap induk kalimat.
Sifat hubungan antara induk kalimat dan
anak kalimat dapat dinyatakan secara eksplisit, dapat pula dinyatakan secara
implisit. Hubungan secara implisit dapat menghasilkan lebih dari satu macam
tafsiran hubungan, tergantung dari situasi dan hubungan kalimat.
Semua kata tugas yang mendahului semua anak
kalimat sekaligus menjadi tanda atas macamnya anak kalimat tersebut. Misalnya
anak kalimat yang didahului oleh kata tuga : supaya, untuk, agar, akan
menyatakan bahwa anak kalimat itu adalah kalimat keterangan tujuan. Kalimat
semacam ini menduduki fungsi keterangan tujuan dari induk kalimat, dan
sebagainya.
1.6. Kalimat Efektif
Kalimat
efektif
ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan
pada pikiran pendengar atau pembaca, seperti apa yang ada dalam pikiran
pembicara atau penulis.
Beberapa
definisi Dari Kalimat Efektif:
- Badudu (1995:188) menyatakan bahwa kalimat efektif ialah kalimat yang baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si pembicara (si penulis dalam bahasa tulis) dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis) sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si penutur atau penulis.
- Putrayasa (2007 : 2) juga mengungkapkan pernyataan tentang kalimat efektif yaitu suatu kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, informasi, dan perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya.
Akhadiah, dkk. (2003: 116-117) menyatakan: “Agar kalimat yang
ditulis dapat memberi informasi kepada pembaca secara tepat seperti yang
diharapkan oleh penulis naskah perlu diperhatikan beberapa hal yang merupakan
ciri-ciri kalimat efektif yaitu kesepadanan dan kesatuan, kesejajaran bentuk,
penekanan dalam kalimat, kehematan dalam mempergunakan kata, kevariasian dalam
struktur kalimat”.
1.
Kesepadanan dan Kesatuan
Kesepadanan dalam sebuah kalimat efektif adalah
hubungan timbal balik antara subjek dan predikat, predikat dengan objek serta
keterangan, yang semuanya berfungsi menjelaskan unsur/bagian kalimat tersebut.
Selain struktur/ bentuk kesepadanan, kalimat efektif harus pula mengandung
kesatuan ide pokok/ kesatuan pikiran.
Syarat
pertama bagi kalimat efektif mempunyai struktur yang baik. Artinya kalimat itu
harus memiliki unsur-unsur subjek dan predikat atau bisa ditambah dengan objek,
pelengkap dan keterangan melahirkan keterpaduan yang merupakan ciri kalimat
efektif (Akhadiah, dkk. 2003:117) .
Kesepadanan
kalimat diperhatikan oleh kemampuan struktur bahasa dalam mendukung atau konsep
yang merupakan kepaduan pikiran. Diantaranya :
a). Subjek dan Predikat
Kalimat
sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat. Unsur kalimat yang disebut
subjek dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan siapa atau apa. Unsur
predikat dalam kalimat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan bagaimana
atau mengapa.
b). Kata Penghubung Intrakalimat dan
Antar kalimat
Konjungsi
merupakan penghubung antarkata, antarfrasa, antarklausa, antarkalimat, atau
antarparagraf. Secara umum konjungsi terdiri atas konjungsi intrakalimat dan
konjungsi antarkalimat. Konjungsi intrakalimat adalah konjungsi yang
menghubungkan unsur-unsur kalimat, sedangkan konjungsi antarkalimat berfungsi
menghubungkan sebuah kalimat dengan kalimat berikutnya ( Mulyadi dan
widayati, 2004:108-114).
Alwi,
dkk. (2003:296)
menyatakan bahwa konjungtor juga dinamakan kata sambung adalah kata tugas yang
menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat : kata dengan kata, frasa dengan
frasa atau klausa dengan klausa.
c). Gagasan pokok
Dalam
menyusun kalimat kita harus mengemukakan gagasan (ide) pokok kalimat. Biasanya
gagasan pokok diletakkan pada bagian depan kalimat. Jika seorang penulis hendak
menggabungkan dua kalimat, maka penulis harus menentukan bahwa kalimat yang
mengandung gagasan pokok harus menjadi induk kalimat (Akhadiah, dkk.
2003:120).
Contoh:
1.
Ia dipukul mati (I) ketika
masih dalam tugas latihan (II).
2.
Ia masih dalam tugas latihan (I)
ketika dipukul mati (II).
Gagasan
pokok dalam kalimat (1) ialah “ia dipukul mati”. Gagasan pokok dalam kalimat
(2) ialah “ia masih dalam tugas latihan”. Oleh sebab itu, “ia dipukul mati”
menjadi induk kalimat di kalimat (1), sedangkan “ia masih dalam tugas latihan”
menjadi induk kalimat dalam kalimat (2).
d). Penggabungan dengan “yang”,”dan”
Menurut Akhadiah, dkk. (2003:120),
jika dua kalimat digabungkan dengan partikel dan maka hasilnya adalah
kalimat majemuk setara. Jika dua kalimat digabungkan dengan partikel yang
akan menghasilkan kalimat mejemuk bertingkat. Artinya kalimat itu terdiri dari
induk kalimat dan anak kalimat.
e). Penggabungan Menyatakan ”sebab”
dan ”waktu”
Parera (1984:43) menyatakan bahwa hubungan sebab
dinyatakan dengan mempergunakan kata karena, sedangkan hubungan waktu
dinyatakan dengan kata ketika. Kedua kata ini sering dipergunakan pada
kalimat yang sama.
Contoh:
(1)
Ketika gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke
tempat-tempat yang lebih tinggi.
(2)
Karena gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke
tempat-tempat yang lebih tinggi.
Kalimat di atas kedua-duanya tepat.
Penggunaannya bergantung pada jalan pikiran penulis apakah ia mementingkan
hubungan waktu atau sebab. Yang perlu diperhatikan adalah pilihan penggabungan
itu harus sesuai dengan konteks kalimat.
f). Penggabungan Kalimat yang
Menyatakan Hubungan Akibat dan
Hubungan Tujuan
Dalam menggabungkan kalimat perlu
dibedakan penggunaan partikel sehingga
untuk menyatakan hubungan akibat, dan partikel agar atau supaya untuk menyatakan hubungan tujuan
(Akhadiah, dkk. 2003:121) Contoh:
(1) Semua perintah telah dijalankan.
(2)
Para prajurit tidak bertindak
sendiri-sendiri.
*Kalimat
di atas digabungkan menjadi:
(1)
Semua perintah telah dijalankan sehingga
para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri. (menyatakan hubungan akibat
)
(2)
Semua perintah telah dijalankan agar
para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri. (Menyatakan hubungan tujuan) .
2.
Kesejajaran Bentuk (Paralelisme)
Kesejajaran satuan dalam kalimat,
menempatkan ide/ gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam
struktur/ bentuk gramatis ( Zubeirsyah dan Lubis, 2007:88). Jika sebuah
gagasan (ide) dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frase (kelompok kata), maka
gagasan lain yang sederajat harus dinyatakan dengan frase. Kesejajaran
(paralelisme) membantu memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan.
Contoh:
“Penyakit aids adalah salah satu penyakit yang
paling mengerikan dan berbahaya, sebab pencegahan dan pengobatannya
tidak ada yang tahu”.
Dalam kalimat di atas penggunaan
yang sederajat ialah kata mengerikan
dengan berbahaya dan kata pencegahan dengan pengobatannya. Oleh sebab itu,
bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang sederajat dalam contoh kalimat di atas
harus sama (paralel) sehingga kalimat itu kita tata kembali menjadi :
“Penyakit Aids adalah salah satu penyakit yang
paling mengerikan dan membahayakan, sebab pencegahan dan pengobatannya
tak ada yang tahu”.
3.
Penekanan dalam Kalimat
Setiap kalimat memiliki sebuah
gagasan (ide) pokok. Inti pikiran ini biasanya ingin ditekankan atau
ditonjolkan oleh penulis atau pembicara. Menurut Zubeirsyah dan
Lubis.(2007:89), penekanan terhadap inti yang ingin diutarakan dalam
kalimat biasanya ditandai dengan nada suara, seperti memperlambat ucapan,
meninggikan suara, pada bagian kalimat yang dipentingkan.
Beberapa
cara membentuk penekanan dalam
kalimat:
1. Meletakkan
kata yang ditonjolkan di depan atau awal kalimat.
Contoh :
- Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.
- Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
2.
Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah,
-pun, dan –kah.
Contoh
:
·
Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.
·
Kami pun
turut dalam kegiatan itu
·
Bisakah dia menyelesaikannya?
3.
Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting.
Contoh
:
Dalam membina hubungan antara suami
istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan
adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.
4.
Menggunakan pertentangan
yakni menggunakan kata yang
bertentangan atau berlawanan makna / maksud dalam bagian kalimat yang ingin
ditegaskan.
Contoh
:
·
Anak itu tidak malas, tetapi rajin.
·
Ia tidak menghendaki perbaikan yang
sifatnya parsial, tetapi total dan
menyeluruh.
4.
Kehematan
Menurut Akhadiah, dkk. ( 1996:
125) Kehematan dalam kalimat efektif ialah kehematan dalam pemakaian kata, frase atau bentuk lainnya dianggap
tidak diperlukan. Kehematan itu menyangkut soal gramatikal dan makna kata.
Kehematan tidak berarti bahwa kata yang diperlukan atau yang manambah kejelasan
makna kalimat boleh dihilangkan. Unsur-unsur penghematan apa saja yang harus
diperhatikan:
a).
Pengulangan Subjek Kalimat
Penulisan
kadang-kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam satu kalimat.
Pengulangan ini tidak membuat kalimat itu menjadi lebih jelas.
Contoh:
- Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena mereka tahu masa ujian telah dekat.
Direvisi
menjadi:
- Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena masa ujian telah dekat.
b).
Hiponim
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2005: 404) hiponim adalah hubungan
antara makna spesifik dan makna generik atau antar anggota taksonomi.
Contoh:
- Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya lampu neon.
Direvisi
menjadi:
- Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya neon.
c).
Pemakaian Kata Depan ”dari” dan ”daripada”
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal
kata depan dari dan daripada, selain ke dan di.
Penggunaan dari dalam bahasa Indonesia dipakai untuk menunjukkan arah
(tempat), asal(asal-usul) (Putrayasa, 2007:56).
Contoh
:
- Bu Ros berangkat dari Bandung pukul 06.30 WIB.
Kata
dari tidak dipakai untuk menyatakan milik atau kepunyaan.
Dalam bahasa Indonesia kata depan daripada
berfungsi untuk membandingkan sesuatu benda atau hal dengan benda atau lainnya (Putrayasa,
2007:56).
Contoh:
Sifat Muhammad Yamin lebih sukar dipahami daripada
sifat Miswanto.
5.
Kevariasian
Panjang pendeknya variasi dalam
kalimat mencerminkan jalan pikiran seseorang. Variasi dalam penulisan pilihan
kata (diksi) atau variasi dalam tutur kalimat yang tepat dan benar akan
memberikan penekanan pada bagian-bagian kalimat yang diinginkan. Agar tidak
membosankan dan menjemukan dalam penulisan kalimat diperlukan pola dan
bentuk/struktur yang bervariasi.
a). Cara
memulai
1. Subyek pada awal kalimat.
Contoh:
– Bahan biologis menghasilkan medan magnetis dengan tiga cara.
- Predikat pada awal kalimat (kalimat inversi sama dengan susun balik)
Contoh:
– Turun perlahan-lahan kami dari kapal yang besar itu.
- Kata modal pada awal kalimat
Dengan
adanya kata modal, maka kalimat-kalimat akan berubah nadanya, yang tegas
menjadi ragu tau sebaliknya dan yagn keras menjadi lembut atau sebaliknya.
Untuk menyatakan kepastian digunakan kata: pasti, pernah,
tentu, sering, jarang, kerapkali, dan sebagainya.
Untuk menyatakan ketidakpastian digunakan : mungkin,
barangkali, kira-kira, rasanya, tampaknya, dan sebagainya.
Untuk
menyatakan kesungguhan digunakan: sebenarnya, sesungguhnya, sebetulnya, benar,
dan sebagainya.
Contoh:
– Sering mereka belajar bersama-sama.
b).
Panjang-pendek kalimat.
Tidak selalu kalimat pendek
mencerminkan kalimat yang baik atau efektif, kalimat panjang tidak selalu
rumit. Akan sangat tidak menyenangkan bila membaca karangan yang terdiri dari
kalimat yang seluruhnya pendek-pendek atau panjang-panjang. Dengan menggabung beberapa
kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk setara terasa hubungan antara kalimat
menjadi lebih jelas, lebih mudah dipahami sehingga keseluruhan paragraf
merupakan kesatuan yang utuh.
c). Jenis
kalimat.
Biasanya dalam menulis, orang cenderung menyatakannya
dalam wujud kalimat berita. Hal ini wajar karena dalam kalimat berita berfungsi
untuk memberi tahu tentang sesuatu. Dengan demikian, semua yang bersifat
memberi informasi dinyatakan dengan kalimat berita. Tapi, hal ini tidak berarti
bahwa dalam rangka memberi informasi, kalimat tanya atau kalimat perintah tidak
dipergunakan, justru variasi dari ketiganya akan memberikan penyegaran dalam
karangan.
d) Variasi
Bentuk Aktif – Pasif
Variasi bentuk aktif-pasif merupakan
variasi penggunaan kalimat dengan memanfaatkan kalimat aktif lebih dulu,
kemudian diikuti oleh kalimat pasif, atau sebaliknya.
1. Kalimat aktif adalah kalimat yang
subjeknya melakukan suatu hal atau kegiatan.
Contoh:
Toni memukul Budi.
S P O
S P O
Dalam kalimat diatas,
subjek (Toni) berperan sebagai pelaku suatu kegiatan, yaitu memukul. oleh
karenanya, kalimat di atas termasuk kalimat aktif. Subjek (S) dalam kalimat
aktif melakukan aktifitas, hal ini membawa konsekuensi predikat (P) dalam
kalimat aktif harus diisi oleh kata kerja aktif. Kata kerja aktif ini biasanya
berimbuhan meN-dan ber-.
2. Kalimat pasif adalah kalimat yang
subjeknya dikenai suatu hal atau tindakan, baik itu disengaja ataupun
tidak.
Contoh:
Bara api itu terinjak ayah.
S P O
Bara api itu terinjak ayah.
S P O
Dalam kalimat diatas,
subjek (bara api) berperan sebagai sesuatu yang dikenai hal atau tindakan tidak
sengaja terinjak. Dengan kata lain, subjek dalam kalimat pasif berperan menjadi
penderita. Karena subjeknya berperan menjadi penderita, predikatnya harus diisi
oleh kata kerja bentuk pasif. Kata kerja bentuk pasif biasanya berimbuhanter-, di-, dan ke-an.
e) Kalimat Langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang
secara cermat menirukan ucapan orang. Kalimat langsung juga dapat diartikan
kaliamt yang memberitakan bagaimana ucapan dari orang lain (orang ketiga).
Kalimat ini biasanya ditandai dengan tanda petik dua (“….”) dan dapat berupa
kalimat tanya atau kalimat perintah.
Contoh:
-
Ibu berkata: “Rohan, jangan meletakkan sepatu di sembarang tempat!”
-
“Saya gembira sekali”,kata ayah,”karena kamu lulus ujian”.
f) Kalimat Tak Langsung
Kalimat tak langsung adalah kalimat
yang menceritakan kembali ucapan atau perkataan orang lain. Kalimat tak
langsung tidak ditandai lagi dengan tanda petik dua dan sudah dirubah menjadi
kalimat berita.
Contoh:
-
Ibu berkata bahwa dia senang sekali karena aku lulus ujian.
-
Kakak berkata bahwa buku itu harus segera dikembalikan.
BAB II
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bahasa
merupakan salah satu alat komunikasi, alat untuk mengungkapkan gagasan dan alat
untuk mengekspresikan diri yang digunakan masyarakat sejak peradaban dunia
mulai ada. Seiring dengan kemajuan peradaban manusia, bahasa memiliki
perkembangan dan pertumbuhan. Berawal dari bahasa lisan, kemudian berkembang
dengan bahasa tertulis.
Perbedaan antara bahasa lisan dan
tertulis terletak pada medianya. Bahasa lisan menggunakan ucapan, sedangkan
bahasa tulis menggunakan huruf. Kejelasan makna bahasa lisan dapat dipengaruhi
oleh lafal ucapan, intonasi, tekanan, tempo, seperti jeda dan kesenyapan,
sedangkan kejelasan bahasa tulisan dipengaruhi oleh pilihan kata, bentuk dan
susunan kata ataupun kalomat serta penggunaan tanda baca.
Secara umum struktur
sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan
keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina,
verba, ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan
pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis. Eksistensi
struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan
intonasi; bisa juga ditambah dengan konektor yang biasanya disebut konjungsi.
Peran ketiga alat sintaksis itu tidak sama antara bahasa yang satu dengan yang
lain.
3.2. Kritik dan Saran
Demikian penyusunan makalah ini kami buat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi
kami selaku penyusun dan umumnya bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan makalah kami lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti. Maidar G Arsjad.
Sakura H Ridwan. 1988. Pembinaan
Kemampuan Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Keraf, Gorys. 1991. Tata
Bahasa Indonesia. Nusa Tenggara Timur : Nusa Indah
Putri, Dini Amanda.
2009. Tata Bahasa/Simantik. Dalam http://tata-bahasa.
110mb.com/Semantik.htm. Januari 2009.
Santosa,
Puji. 2007. Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar