Kamis, 12 Januari 2012

SINTAKSIS


A. PENDAHULUAN

a.  Latar Belakang
Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut:
  1. suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.
  2. suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain
  3. suatu kesatuan sistem makna
  4. suatu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.
  5. suatu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan, kalimat, dan lain-lain.)
  6. suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.
Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan. Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik. Menetapkan perbedaan utama antara bahasa manusia satu dan yang lainnya sering amat sukar. Chomsky (1986) membuktikan bahwa sebagian dialek Jerman hampir serupa dengan bahasa Belanda dan tidaklah terlalu berbeda sehingga tidak mudah dikenali sebagai bahasa lain, khususnya Jerman.
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat, atau dengan kata lain bagian dari tata bahasa yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa.
Penelitian bidang fonetis, morfologis dan struktur frasa dari suatu bahasa merupakan bagian dari Ilmu Bahasa yang masih bersifat statis. Dalam sintaksis bidang-bidang statis seolah-olah digerakkan dan dihidupkan ke dalam kesatuan gerak yang dinamis, diikat dan dijalin ke dalam berbagai macam konstruksi.
Setiap bahasa mempunyai sistem-sistem yang khusus untuk mengikat kata-kata atau kelompok-kelompok kata ke dalam suatu gerak yang dinamis. Oleh karena itu tidak dapat dibenarkan untuk menyusun tata kalimat suatu bahasa dengan menerapkan begitu saja sintaksis bahasa lain, seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli tatabahasa lama. Sintaksis suatu bahasa haruslah merupakan perumusan dari berbagai macam gejala susun peluk kata-kata dalam suatu bahasa. Bahwa nanti ada persamaan tata kalimat suatu bahasa dengan bahasa lain, haruslah merupakan hasil perbandingan yang diadakan antara bahasa-bahasa tersebut, tetapi bukan sebagai hasil penerapan sintaksis bahasa lain.
Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa SD
            Pembelajaran merupakan terjemahan dari instructional. Proses member rangsangan kepada siswa supaya belajar. Pembelajaran berbeda dengan pengajaran yang merupakan terjemahan dari teaching. Pembelajaran bahasa adalah proses member rangsangan belajar berbahasa kepada siswa dalam upaya siswa mencapai kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa dalam arti luas adalah kemampuan mengorganisasi pemikiran, keinginan, ide, pendapat atau gagasan dalam bahasa lisan maupun tulisan. Secara umum kemampuan ini tergantung pada frekuensi dan kualitas materi dengar, bicara baca, dan tulis yang dilakukan oleh seseorang dalam kesehariannya. Semakin kerap seseorang mengasah hal tersebut semakin berkualitas materi tersebut.
            Usia sekolah dasar merupakan masa yang tepat untuk melatih kegiatan bahasa.pembelajaran berbahasa dimulai dari kalimat-kalimat minim, inti, sederhana, kalimat tunggal dikelas rendah. Pemahaman kalimat bagi anak sekolah dasar sangatlah pentin. Namun harus diperhatikan anak bukan diharuskan menghafal istilah-istilah macam-macam kalimat. Hal yang paling penting anak-anak berlatih menghasilkan berbagai macam kalimat dalam konteks, artinya semua contoh yang diberikan sebaiknya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Tujuan
Adapun tujuan dari pembelajaran sintaksis Bahasa Indonesia SD adalah :
1.    Memilih materi pembelajaran keterampilan bahasa tulis
2.    Menerapkan model pembelajaran keterampilan bahasa tulis
3.    Menulis materi pembelajaran keterampilan bahasa lisan
4.    Menerapkan model pembelajaran keterampilan bahasa lisan
BAB I
PEMBAHASAN
1.1. Pengertian Sintaksis
Sistaksis adalah bagian darri tatabahasa yang mempelajari dasar-dasar  dan proses-proses pembentukkan kalimat dalam suatu bahasa.  Penelitian bidang fonetis, morfoligis dan struktur frasa dari suatu bahasa merupakan bagian dari Ilmu Bahasa yang masih bersifat statis. Dalam sintaksis bidang-bidang statis seolah-olah digerakkan dan dihidupkan ke dalam kesatuan gerak yang dinamis, diikat dan dijalin ke dalam berbagai macam kontruksi.
Sintaksis suatu bahasa haruslah merupakan perumusan dari berbagai macam gejala susun-peluk kata-kata dalam suatu bahasa. Haruslah merupakan hasil perbandingan yang diadakan antara bahasa-bahasa tersebut, tetapi bukan sebagai hasil penerapan sintaksis bahasa lain.
Tatabahasa lama tidak banyak bicara tentang sintaksis. Dimana-mana fenomena bahasa selalu ditinjau dari bidang falsafah. Falsafah dijadikan alat untuk memecahkan segala macam persoalan. Sehingga timbul suatu kesan, bahwa bukan masalah bahasa yang dipersoalkan, tetapi kecerdasan berpikir atau berpikir  secara logislah yang dipersoalkan.

1.2. Kalimat
a. Batasan kalimat
Satu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan. Sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap. Inilah sebuah tentang kalimat. Tutur seeorang atau lebih sempit lagi , kalimat yang diungkapkan oleh seseorang dengan sendirinya mencakup beberapa segi :
1.    Bentuk ekspresi
2.    Intonasi
3.    Makna atau arti
4.    Situasi
b. Ketentuan dan ciri kalimat:
Kalimat adalah satu unsur bahasa yang membangun satuan bahasa. Baik pada bahasa lisan maupun bahasa tulisan, kalimat merupakan tutur yang harus dipahami. Maka dari itu sebuah kalimat harus memiliki sebuah ketentuan. Ketentuan kalimat baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis prinsipnya sama. Beberapa ahli bahasa menjelaskan bahwa kalimat adalah :
1.    Satuan gramatika yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik (Sintaksis. Prof. Drs. M. Ramlan)
2.    Bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap. (Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia, Gorys Keraf)
3.    Satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Hasan Alwi dkk, ed. Ketiga)
Dari ketiga pengertian tentang kalimat diatas dapat disimpulkan bahwa kalimat mencakup beberapa unsur, yakni berikut ini :
1.    Bentuk (unsur-unsur segmental), yaitu kata, frase, klausa, wacana)
2.    Intonasi (unsur suprasegmental) yaitu naik turun suara, keras lembut tekanan suara, jeda, kesenyapan atau perhentian sesaat atau beberapa saat. Dalam bahasa tulis unsur intonasi ditandai dengan tanda baca koma (,), tanda pisah (-), titik dua (;) diakhir kalimat ditandai dengan tanda titik (.), tanda tanya (?) atau tanda seru (!). Sebuah kalimat diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda baca titik, tanda seru atau tanda tanya.
3.    Situasi yang menimbulkan ujaran itu timbul. Hal ini mempengaruhi pilihan kata dan intonasi yang digunakan penutur.
4.    Makna atau arti yang didukungnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat terletak pada dasar analisisnya yaitu bentuk, intonasi, situasi dan makna.
Contoh :
·         Riky memotong ayam
·         Dinda membaca buku
c. Macam-macam Kalimat
1.    Berdasarkan Jumlah Inti yang Membentuk Sebuah Kalimat
a.    Kalimat minor : kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau pusat
Contoh : damai, mustahil
Kalimat-kalimat diatas hanya mengandung satu unsur inti : damai, mustahil. Oleh karena hanya mengandung satu inti maka disebut kalimat minor.
b.    Kalimat mayor : kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti
Contoh :
·         Upaya kea rah perdamaian kerap sulit diwujudkan.
·         Keributan bahkan peperangan sering terjadi di beberapa tempat.
·         Apakah nurani sebagian manusia mulai tumpul
Kalimat-kalimat di atas mengandung dua inti kalimat atau lebih (upaya perdamaian sulit, keributan terjadi, nurani manusia tumpul)
            Kedua unsur inti yang membina kalimat mayor atau kalimat inti disebut inti kalimat. Untuk tujuan analisa antar kalimat, kalimat inti dijadikan Pola-pola Dasar atau Model Terkecil dari suatu konstruksi. Jadi, kita mendapat 3 macam Pola Dasar Kalimat:
Pola kalimat I            : Kata Benda - Kata Kerja (KB-KK)
Pola kalimat II           : Kata Benda - Kata Sifat (KB-KS)
Pola kaliamat III        : Kata Benda - Kata Benda (KB-KB)
Dengan demikian kalimat-kalimat luas berikut dapat dipulangkan kapada salah satu pola kalimat di atas:
§  Dalam pada itu Ida Gde belum juga datang ke Manggis: dapat dipulangkan kepada Pola I: Ida Gde datang = KB-KK
§  Awan yang merah dan kuning bersusun-susun seperti hamparan sutera yang halus-halus: inti kalimatnya: awan bersusun-susun. Pola I.
§  Dalam hal serupa ini saya lebih hormat lagi kepada orang kampung yang terus terang memgang upacara yang dianggapnya bersangkutan dengan agama: dapat dipulangkan kepada Pola II: Saya hormat.

Interelasi unsur-unsur kalimat
            a.) INTERELASI DALAM POLA I
Interelasi unsur-unsur kalimat yang membentuk Pola Kalimat I dapat kita bagi atas dua macam hubungan: yakni hubungan pelaku dan perbuatan dan hubungan penderita dan perbuatan.
Misalnya: a. Hubungan Pelaku dan Perbuatan:
                        Adik Menangis
                        Ibu menanak
                        Anjing menyalak
b. Hubungan Penderita dan Perbuatan:
     Anjing dipukul
     Nasi ditanak
     Tanah digali, dan sebagainya.
            Hubungan pertama menyatakan bahwa Kata Benda menjadi pelaku (agens) dari tindakan atau perbuatan yang didukung oleh kata kerja yang mengikutinya. Sedangkan Kata Kerja menjadi perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh Kata Benda tadi.
            Hubungan macam yang kedua menjelaskan bahwa Kata Bnda bukan menjadi pelaku tetapi menjadi penderita (patiens), atau menderita atau menanggung akibat suatu tindakan. Sedangkan Kata Kerja menunjukkan tindakan atau perbuatan yang dilakukan terhadap Kata Bendanya.
            Tiap satuan itu mendukung suatu konsep, dan tiap konsep itu mendukung suatu fungsi. Kata atau kumpulan kata dalam kalimat yang mendukung suatu fungsi disebut gatra.
            Konsep-konsep yang didukung oleh pola pertama disebut: gatra pangkal dan gatra perbuatan.
b.) INTERELASI DALAM POLA II
            Kata sifat dalam Ploa II mempunyai fungsi untuk menjelaskan bagaimana kualitas dari Kata Benda di depannya. Oleh karena itu kata benda sebagai antagonismenya kata sifat, mempunyai fungsi untuk diterangkan oleh kata sifat itu. Tentu saja hubungan Kata Kerja dan Kata Benda dalam Pola I juga menerangkan dan diterangka, tetapi sifat menerangkan dalam Pola II agak berlainan. Kata Kerja menerangkan tentang tindakan, sedangkan dalam Pola II Kata Sifat dan kualitas Kata Benda.
            Begitu pula hakekat tiap kata itu berbeda-beda bila mengalami perluassan. Oleh karena itu gatra-gatra di sini sesuai dengan sifatnya yang khusus itu disebut: Gatra Diterangkan dan Gatra Menerangkan.
            e.g. :  murid malas
anjing galak
rumah baru, dan lain-lain.

c.) INTERELASI DALAM POLA III
            Di sini fungsi kata benda yang kedua itu menggolongkan Kata Benda yang pertama ke dalam suatu golongan yang mempunyai fungsi untuk digolongkan dalam golongan yang disebut dalam kata kedua. Atas dasar ini kata-kata yang berfungsi dalam Pola III disebut Gatra Digolongkan dan Gatra Penggolong.
Bapak guru
Adik pengarang
Ali perampok, dan lain-lain.
2.    Kalimat Berdasarkan Jumlah Inti dan Urutan Subjek, Predikat
a.    Kalimat Inti : kalimat yang terdiri dari dua kata dan keduanya merupakan inti sedangkan urutan fungsi unsur-unsurnya diawali subjek dan diakhiri predikat dan intonasinya netral (bukan perintah ataupun pertanyaan)
Contoh :
·         Adik bernyanyi
·         Dinda pergi
·         Pikirannya jenuh
·         Usahanya berhasil.
Kalimat-kalimat diatas terdiri dari dua kata. Kedua kata tersebut merupakan inti kalimat. Susunan fungsi unsur-unsur dalam kalimat diatas Subjek + Predikat. Maka kalimat diatas tergolong dalam kalimat inti.
b.    Kalimat Luas : kalimat yang terdiri lebih dari dua kata atau inti, sedangkan urutan  fungsi unsur-unsurnya diawali subjek dan diakhiri predikat.
Contoh :
·         Mereka tidak akan pergi
·         Pikirannya sangat jenuh
·         Akhirnya usahanya gagal total
·         Semangatnya kurang sekali sehingga ia tidak lulus ujian

3.    Kalimat berdasarkan jumlah pola kalimat ( Jumlah unsur subjek dan predikat )
Berdasarkan Jumlah Klausa dibagi menjadi 2, yaitu :
a.    Kalimat tunggal
Yaitu kalimat yang terdiri atas satu pola kalimat.
Contoh :
1.    Pak Tani (S) memberantas (P) hama padi (O)
ð  Pola kalimat S-P-O
2.    Hari ini (K) bapak camat (S) menghadiri (P) doa sejuta umat (O)
ð  pola kalimat K-S-P-O
3.    Kebersamaan (S) sengat penting (P) bagi rakyat Indonesia (pel)
ð  Pola kalimat S-P-Pel

b.    Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih.




1.3. Sintaksis II – Kalimat Tunggal
Batasan Kalimat Tunggal
            Dalam menentukan Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk pola kalimat mengambil peranan yang sangat penting. Pengertian Kalimat Luas sekaligus mencakup Kalimat Tunggal dan Kalimat majemuk, dengan catatan bahwa tidak semua Kalimat Tunggal adalah Kalimat Luas.
            Bila suau kalimat hanya mengandung satu pola kalimat, sedangkan perluasannya tidak lagi membentuk pola kalimat yang baru maka kalimat semacam itu disebut kalimat tunggal. Dengan kata lain: Kalimat Tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua unsur inti dan boleh diperluas dengan satu atau lebih unsur-unsur tanbahan, asal unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola yang baru.
Contoh:
1. Adik menangis                                         : adalah kalimat mayor, kalimat tunggal, dan
kalimat inti, bukan kalimat luas.
2. Menangis adik                                          : adalah kalimat mayor, kalimat tunggal, tetapi
bukan kalimat inti, dan bukan kalimat luas.
3. Kemarin saya belajar saja di rumah     : kalimat mayor, kalimat tunggal, bukan kalimat
inti, tetapi kalimat luas.
            Sebaliknya kalimat-kalimat tunggal yang diperluas sekian macam hingga unsur-unsur baru itu membentuk satu atau lebih pola kalimat lagi, maka kalimat itu disebut Kalimat Majemuk. Jadi dalam kalimat majemuk akan kita jumpai paling kurang dua pola kalimat dan tiap-tiap pola boleh diperluas lagi dengan satu atau lebih unsur-unsur tambahan.
Contoh:
1. Ali menyelesaikan tugasnya, sesudah ia pulang dari berjalan-jalan.
2. Adik bermain di pekarangan, tetapi kakak melarangnya.
3. Kita sangat bersyukur kepada Tuhan, bahwa semua ketidak-adilan akan hancur.
            Untuk menentukan macam-macam kalimat di atas kita harus mencari pola-pola kalimatnya dengan menentukan kalimat intinya:
1. Ali menyelesaikan dan ia pulang.
2. Adik bermain dan kakak melarang.
3. Kita bersyukur dan ketidak-adilan hancur.
            Jadi tunggal dan majemuknya suatu kalimat, haruslah dilihat dari banyaknya pola kalimat yang ada pada sebuah kalimat.
a. Transformasi Kalimat
            Transformasi kalimat dalah proses merubah satu kalimat inti. Caranya bermacam-macam:
1. Merubah tata-urut gatra-gatra inti.
2. Mengubah intonasi netral menjadi intonasi penekan, tanya, perintah, dan sebagainya.
3. Memperluas kalimat inti dengan unsur-unsur tamabahan lain.
            Tiap bentuk bahasa mempunyai fungsi sebagai pendukung suatu ide. Pada suatu waktu kita berhadapan dengan bermacam-macam ide yang harus diungkapkan. Kita harus memilih dua jalan: atau kita mengungkapkan gagasan-gagasan itu secara terpisah-pisah dalam kalimat-kalimat tersendiri atau mempersatukannya dalam satu perpaduan. Bial hal pertama yang terjadi kita mendapat bentuk-bentuk kalimat yang bersifat analitis, sedangkan bila cara kedua yang dipakai maka kalimat itu bersifat sintetis. Kalimat anak-anak biasanya bersifat analitis, karena meraka melihat tiap peristiwa atau gagasan secara terpisah. Cara yang kedua, yaitu menggabungkan bermacam-macam gagasan, kita harus mempergunakan suatu metode untuk merubah bentuk-bentuk itu, yang masing-masingnya mendukung suatu gagasan tertentu, kedalam suatu bentuk perpaduaan. Teknik merubah bentu-bentuk bahasa itu disebut transformasi. Transformasi adalah suatu proses merubah bentuk bahasa menjadi bentuk-bentuk lain, baik dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks, maupun dari bentuk yang kompleks ke bentuk yang sederhana.


1.    Teknik transformasi I
Ada beberapa contoh untuk menjelaskan pengertiana dan teknik transpormasi ini. Untuk menghadapi beberapa gagasan, misalnya. Tiap gagasan mempunyai kepentingan dan kedudukan yang berbeda-beda.
1.    Ada satu gagasan gagasan inti: Ali memukul anjing.
2.    Disamping itu terdapat beberapa gagasan tambahan, misalnya:
a.    Waktu terjadinya perbuatan itu : kemarin.
b.    Alat yang dipakai untuk perbuatan memukul, yaitu : tongkat
Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah: begaiman dapat kita menggabungkan ketiga gagasan inti dengan gagasan waktu dapat terjadi dengan merangkaikan saja:
I.     1. saya memukul anjing kmarin, atau
2. kemarin saya memukul anjing.
Tetapi penggabungan gagasan inti dengan gagasan alat tidak bias terjadi dengan cara di atas yaitu sekedar merangkaikan saja gagasan-gagasan itu. Disini kita memerlukan lagi satu alat bahasa untuk menghubungkan gagasan-gagasan itu yaitu kata-kata tugas dengan, sehingga hasil informasi akan menjadi:
II.    1. Saya memukul anjing dengan tongkat, atau
2. dengan tongkat saya memukul anjing.
Proses di atas belum lagi selesai sebab tujuan kita terakhir adalah merangkaikan ketiga gagasan itu. Sekarang kita harus menggabungkan semua hasil transformasi di atas, atau mengadakan transformasi tingkat III.
a.    1. Saya memukul anjing kemarin
2     dengan tongkat saya memukul anjing.
Hasilnya : a. saya memukul anjing kamarin dengan tongkat
b.         saya memukul anjing dengan tongkat kemarin.
b   1. saya memukul anjing kemarin
              2 dengan tongkat saya memukul anjing 
Hasinya : c. denga tonkat saya memukul anjing kemarin.
c.    1. Kemarin saya memukul anjing
2 dengan tongkat saya memukul anjing
Hasilnya : d. kemrin, denga tongkat saya memukul anjing.
    e dengan tongkat kemarin saya memukul anjing.
d.    1. Kamarin saya memkul anjing.
2 saya memukul anjing denga tongkat.
Hasilnya : f. kamarin saya memukul anjing denga tongkat.
Jadi ketiga gagasan di atas kita dapat membentuk 5 macam kalimat baru dengan menggunakan teknik transformasi ( a, b, c, d, e, f ).

2.    Teknik Transformasi II
Bila dalam contoh-contoh diatas kita melihat bahwa teknik trasnformasi itu berlangsung atas satu gagasan inti dengan gagasan-gagasan tambahan maka dalam contoh berikut ini melihat bahwa teknik ini dapat dipergunakan juga untuk merangkaikan beberapa gagasan inti:
1.    Kami tidak berangkat
2.    Kami takut hujan
Penggabungan kedua kalimat itu menimbulkan hubungan kausal, sebab itu diperlukan satu alat bahasa yang sesuai dengan situasi itu untuk merangkaikan kedua gagasan itu. Alat yang sesuai dengan situasi itu adalah kata tugas yang menyatakan sebab: karena, sebab, sebab itu, dan sebagainya.
Demikian pula situasi gagasan inti mana lebih dipentingkan mengharuskan kita memilih karena dan sebab di satu pihak, serta sebab itu, karena itu dipihak lain.
I.    1. Kami tidak berangkat
2     Kami takut hujan
3     situasi : gagasan pertama dipentingkan.
Hasilnya : a. kami tidak berangkat, sebab kami takut kehujanan.
II.  1. Kami tidak berangkat
2 kami takut kehujanan
3 situasi : gagasan kedua dipentingkan 
              Hasilnya: b. kami taku kehujanan sebab itu kami tidak berangkat.
Contoh lainnya lagi diman hasilnya lebih dari dua kalimat transformasional:
1.    Ia belajar
2.    Saya bermain
Situasi yang timbul dalam menghubungkan   kedua kalimat itu bermacam-macam. Sebab itu tugas yang dipakai sebagian katalisator untu merangkaikan kedua gagasan itu bermacam-macam. Ada situasi di mana keduanya mempunyai kedudukan yang sederajat, ada situasi dimana keduanya dipertentangan. Ada situasi diman yang satu terjadi pada saat yang lain berlangsung, dan sabagainya. Sebab itu hasil transformasinya adalah antara lain:
a.    Ia belajar, saya bermain                            ( sederajat )
b.    Saya belajar, ia bermain                           ( sederajat )
c.    Ia belajar tetapi saya bermain                  ( dipertentangan )
d.    Saya bermain tetapi ia bermain               ( dipertentangan )   
e.    Ia belajar ketika saya bermain                  (waktu )
f.     Saya bermain ketika ia belajar d.l.l          (waktu)
Hasil transformasi pada kalimat a dan b tampaknya tidak ada unsur-unsur situasi, waktu, dan sebagainya, tetapi dapat juga ditafsirkan dengan situasi-situasi tertentu, tanpa merubah bentuk-bentuk itu. Misalnya kita dapat manafsir adanya situasi pertentangan, situasi terjadi pada waktu yang sama, dan lain sebagainya. Perlu ditambahkan kalimat a dan b merupakan transformasi dengan mempergunakan intonasi. Di samping itu kedua kalimat itu dirangkaikan saja dengan merubah intonasi final kalimat pertama menjadi intonasi non-final (perhentian antara); jadi kita merubah intonasi final dari salah satu gagasan untuk dirangkaikan dengan gagasan berikut, atau intonasi final tadi dijadikan kesenyapan non-final (jadi perhentian antara).


b. Macam-macam Kalimat Tunggal
Tiap situsi membangkitkan tanggapan yang berbeda-beda. Tanggapan itu kemudian disalurkan dengan perantara bentuk-bentuk bahasa yang harus mencerminkan kembali situasi tadi. Sebab itu bentuk-bentuk bahasa dalam hai ini kalimat, dapat berbeda-beda berdasarkan perbedaan situasi dan bentuk-bentuk khusus yang digunakan. Berdasarkan macamnya kalimat tunggal dapat digolongkan atas :
1.    Kalimat berita
2.    Kalimat Tanya
3.    Kalimat perintah

A)   Kalimat Berita
Kalimat berita adalah kalimat yang mengandung suatu pengungkapan peristiwa atau kejadian. Orang yang menyampaikan peristiwa tersebut berusaha mengungkapkannya seobyektif mungkin. Ia boleh menyampaikan suatu hal secara langsung, yakni langsung mengucapkan tuturktif mungkin. Ia boleh menyampaikan suatu hal secara langsung, yakni langsung mengucapkan tutur orang lain, atau menyampaikan secara tak langsung dengan menelolah sendiri. Sebab itu kalimat berita dapat bersifat ucapan langsung atau ucapan tidak langsung.
Misalnya : a. ucapan langsung
1.    Ia mengatakan, “saya tak mau mambayar utang itu.”
2.    “Dahulu orang yang mashur itu berdiam disini, “ katanya sejurus kemudian.
b. ucapan tak langsung
1.    Ayah membeli sebidang tanah
2.    Ia pernah sekali dating ke mari
3.    Saya bertemu dengan dia di depan stasiun Gambir.
Cirri-ciri formal yang dapat membedakan kalimat berita dari macam-macam kalimat yang lain hanyalah intonasinya yang netral, tak ada suatu bagian yang lebih dipentingkan dari yang lain. Susunan kalimat tak dapat dijadikan cirri-ciri karena susunannya hampir sama saja dengan susunan kalimat-kalimat yang lain. Kadang-kadang kita mendapat cirri formal lain. Misalnya kata-kata tnya pada kalimat Tanya, serta macam-macam kata tugas pada beberapa macam kalimat perintah.
Suatu bagian dari kalimat berita dapat dijadikan pokok pembicaraan. Dalam hal ini bagian tersebut dapat ditempetkan di depan kalimat atau bagian yang bersangkutan mendapat intonasi yang lebih keras. Intonasi yang lebih keras yang menyertai kalimat berita semacam ini disebut intonasi pementing.

B)   Kalimat Tanya
1.    Yang dimaksud dengan kalimat Tanya adalah kalimat yang mengandung suatu permintaan agar kita diberitahu sesuatu karena kita tidak mengetahui sesuatu hal.
Bila kita membandingkan kalimat Tanya dengan kalimat berita maka terdapat beberapa cirri yang dengan tegas membedakannya dengan kalimat berita.
Cirri tersebut adalah :
a.    Intonasi yang digunkan adalah intonasi Tanya.
b.    Sering mempergunakan kata Tanya.
c.    Dapat pula mempergunakan partikel Tanya –kah
2.    Kata-kata Tanya yang biasa digunakan dalam sebuah kalimat Tanya dapt digolongkan berdasarkan sifat dan maksud pertanyaan:
a.    Yang menanyakan tentang benda atau hal : apa, dari apa, untuk apa, dan sebagainya.
b.    Yang menanyakan tentang manusia: siapa?, dari siapa? dan lain-lain.
c.    Yang menyatakan jumlah: berapa?
d.    Yang menyatakn tentang pilihan atas beberapa hal atau barang: mana?.
e.    Yang menyatakan tentang tempat: di mana?, ke mana?, dari man?.
f.     Yang menyatakan tentang waktu: bila, bilaman, kapan?, apabila?.
g.    Yang menyatakan tentang keadaan atau situasi : bagaiman?, betapa
h.    Yang menyatakan tentang sebab: mangapa?, apa?,Sebab?, dan sebagainya.
3.    Pada umumnya smua kalimat Tanya menghendaki suatu jawaban atas isi pertanyaan tersebut. Tetapi ada pula yang sama sekali tidak menghendaki jawaban, dan dipakai sebagai suatu cara dalam gaya bahasa; pertanyaan semacam ini disebut pernyataan retori . Pernyataan retoris biasa dipakai dalam pidato-pidato atau percakapan-percakapan lain dimana pendengar sudah mengetahui jawabannya. Ada pula semacam pertanyaan lain yang sebenarnya sama nilainya dengan perintah, dimana si penenya sudah mengetahui jawabannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 macam kalimat tanya :
a.    Pertanyaan biasa
b.    Pertanyaan retoris
c.    Pertanyaan yang senilai dengan perintah
4.    Di samping pembagian di atas, kalimat tanya dapat dibagi menurut cakupan terhadap isi pernyataan tersebut. Kita dapat menekan seluruh rangkaian pertanyaan itu, yang berarti tidak ada bagian yang lebih di pentingkan; atau kita hanya mementingkan salah satu bagian yang menjadi pokok pertanyaan kita. Hasil jawabannya pun akan berbeda dengan kedua macam pertanyaan tersebut.
Macam kalimat pertama akan menghasilkan jawabannya ya atau tidak pun akan sedangkan pernyataan macam yang kedua menghasilkan jawaban sesuai dengan bagian yang dipentingkan.
Jadi berdasarkan penekanan atau cakupan isi pernyataan, kalimat tanya dapat dibagi atas:

a.    Pernyataan total       : engkau mengatakan hal itu? Ya! Tidak! Engkau belajar
                                             bersama dia? Ya! Tidak!
b.    Pertanyaan Partial   : siapa yang mengatakan hal itu? Ali! Dimana engkau              
                                             belajar? disekolah.
5.    Ada satu hal yang perlu diperhatikan tentang kalimat tanya itu. Di atas telah dikatakan bahwa ciri dari kalimat tanya adalah intonasi tanya. Tetapi dalam percakapan sehari-hari, sering terjadi bahwa dalam kalimat tanya yang memekai kata tanya tidak terdengar intonasi tanya, sedangkan kalimat tanya yang tidak memakai kata tanya tidak selalu memakai intonasi tanya. Jadi ciri intonasi tanya dan kata tanya merupakan ciri yang amat pentinag bagi kalimat tanya. Tetapi bila kalimat tanya mengandung kata tanya kita boleh memilih antara : mempergunakan intnasi tanya, atau boleh juga mempergunakan intonasi berita (biasa).

C)   Kalimat Perintah
Yang disebut perintah adalah menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu yang kita hendaki. Sebab itu perintah meliputi suruhan yang keras hingga ke permintaan yang sangat halus. Begitu pula suatu perintah dapat ditafsirkan sebagai mengijinkan sesorang untuk mengerjakan sesuatu, atau menyatakan syarat untuk terjadinya sesuatu, malahan sampai kepada tafsiran makna ejekan atau sendiran.
Suatu perintah dapat pula terbalik dari menyuruh berbuat sesuatu menjadi mencegah atau melarang berbuat sesuatu. Makna mana yang didukung oleh kalimat perintah tersebut, tergantung pula dari situasi yang dimasukinya.
1.    Karena itu kita dapat memperinci kemungkinan kalimat perintah menjadi :
a.    Perintah biasa  :       1. Usirlah anjing itu !
                                     2. Pergilah dari sini !
                                     3. kerjakanlah soal ini sebaik-baiknya !
b.   Permintaan : Dalam permintaan sikap orang yang menyuruh lebih merendah, misalnya : 1. Tolong sampaikan kepdanya, bahwa ia boleh datang besok!
                  2. Coba ambilkan saya buku itu!
                    c.    Ijin : memperkenalkan seseorang untuk berbuat sesuatu:
                        1. ambillah buku itu, seberapa kau suka!
                        2. masukan kedalam, kalau tuan perlu!
                    d.   Ajakan : 1. Marilah kita beristirahat sebentar!
                                       2. baiklah kamu menyusuli dia ke sana!

   D) Keterangan
1. Keterangan tujuan (keterangan final): menjelaskan hasil dari sesuatu perbuatan yang dengan sengaja dikehendaki atau dicapai. Kata-kata tugas yang mengandung keterangan ini ialah : untuk, guna, supaya: kita belajar supaya pandai.
2. Keterangan tujuan (keterangan konsesif) : menjelaskan berlakunya suatu perbuatan berlawanan atau bertentangan dengan keadaan atau kehendak si pembicara. Kata-kata tugas yang jelas mendukung keterangan ini ialah : meskipun, biarpun, walaupun, sekalipun, sungguhpun, biar: meskipun hujan, ia berangkat sekolah.
3. Keterangan pembatasan: menjelaskan dalam batas-batas mana saja suatu perbuatan dapat dikerjakan. Kata-kata yang menyatakan keterangan ini adalah : kecuali, selain: semuanya boleh kauambil, kecuali yang besar.
4. Keterangan situasi: keterangan  yang menjelaskan dalam suasana apasuatu perbuatan berlangsung: ia belajar dengan penuh kegembiraan. Dengan tersenyum ia menjawab pertanyaanku.
5. Keterangan kualitatif : menjelaskan dengan cara mana atau bagaimana suatu peristiwa dilaksanakan:
Ia berjalan dengan cepat.
Ia menyanyi dengan nyaring.
6. Keterangan kuantitatif : menjelaskan berapa kali suatu proses berlangsung, misalnya:
saya menempeleng anak itu dua kali.
Kerjakanlah seberapa kaudapat.
7.    Keterangan perbandingan : menjelaskan bagaimana suatu perbuatan atau hal dibandingkan dengan perbuatan atau hal yang lain; kata-kata tugas yang menyatakan keterangan ini adalah: sama, sebagai, dan lain-lain:
Ia sangat rajin seperti kakaknya.
8.    Keterangan modalitas: menjelaskan bahwa suatu proses berlaku secara subyektif, yaitu sebagai dikehendaki atau ditafsirkan oleh pembicara. Ada bermacam-macam keterangan modalitas:
a.    Keterangan kondisional (syarat) suatu perbuatan terjadi atau akan berlangsung bila syarat-syarat tertentu dipenuhi. Kata-kata tugas yang mendukung keterangan syarat adalah: jikakalau, kalau sekiranya, seandainya dan lain-lain:
Engkau akan mendapatkan hadiah kalau rajin.
b.    Keterangan kepastian : suatu perbuatan sungguh-sungguh atau pasti terjadi. Kepastian dapat bersifat positif dapat juga bersifat negatif. Oleh karena itu kata-kata tugas yang menyatakan keterangan kepastian adalah meliputi kedua segi  itu: sungguh, sesungguhnya, pasti, tidak dan lain-lain.
Ia pasti datang.
ia tidak mengambil buku itu.
c.    Keterangan kemungkinan atau potensial : suatu perbuatan atau hal mungkin terjadi. Keterangan ini dinyatakan oleh kata-kata tugas :
Mungkin:
Mungkin dia yang menghasut pengacau itu.
d.    Keterangan keragu-raguan atau dubitatif : terjadinya suatu proses diragukan oleh pembicara. Kata-kata tugas yang menyatakan keteranga dubitatif adalah: rupanya, kira-kira, barangkali, kalau-kalau dan lain-lain:
Barangkali  ayah besk kemari.
e.    Keterangan optatif (harapan) dan desideratif (keinginan) : suatu peristiwa diharapkan atau diinginkan akan berlangsung. Secara eksplisit keterangan ini dinyatakan oleh kata-kata tegas : sudu, mudah-mudahan, hendaknya dan lain-lain:
Mudah-mudahan ia datang hari ini.
f.     Keterangan ajakan (adhortatif) : keterangan yang menyatakan bahwa si pembicara mengajak untuk melakukan suatu tindakan keterangan ini biasanya dinyatakan oleh: baik, mari, dan lain-lain: mari kita menyanyikan lagu ini.
g.    Keteranga final atau tujuan (no. 7) juga termasuk keterangan modalitas.
9.    Keterangan Aspek: adalah keterangan yang menjelaskan terjadinya suatu proses secara obyektif. Disini sering terjadi kekacauan penafsiran, karena disamakan saja dengan keterangan waktu. Keterangan waktu terbatas pada penunjukan waktu seperti: kamarin, bsok, lusa dan lain-lain.
Begitu pula terjadi kekacauan yang lain karena aspek-aspek ini sering disamakan dengan waktu (kalau dan tense). Kata kerja dalam bahasa Indonesia tidak mengenal bentuk-bentuk gramatikal yang menyatakan kala (tense) itu. Tetapi untuk menyatakan tingkat kejadian itu secara obyektif bahasa Indonesia memiliki suatu katagori gramatikal yang disebut aspek. Aspek ini di satu pihak dapat mengimbangi kedudukan tense dalam bahasa-bahasa Barat.

Keterangan-keterangan Aspek yang terpenting adalah :
a. Aspek inkoatif: menyatakan suatu peristiwa atau keadaan mulai terjadi. Biasanya hubungan kalimat kadang – kadang sudah mengandung aspek ini. Sering dinyatakan oleh kata mulai atau partikel pun + lah :
Contoh :
Kami mulai belajar.
Merekapun berangkatlah.
b.  Aspek kompletif atau perfektif : bila suatu peristiwa telah selesai atau telah mencapai akhirnya. Bila kita hanya melihat hasilnya maka aspek ini disebut juga aspek resultatif.
Contoh :
Saya sudah makan.
Ayah telah berangkat.
c.  Aspek inkompletif : suatu proses belum lengkap. Dapat disejajarkan dengan aspek duratif, yaitu aspek yang menyatakan suatu peristiwa tengah berlangsung :
Contoh :
Permainan itu sedang dilaksanakan di Senayan.
d.  Aspek futuratif : aspek yang menyatakan suatu perbuatan akan berlangsung :
Contoh :
Saya akan pergi ke Bandung besok.
e.  Aspek repetitif : adalah aspek yang menyatakan suatu proses terjadi sekali lagi.
Contoh :
Saya pergi lagi kerumahnya.
f.   Aspek frekuentatif : bila suatu proses terjadi berulang – ulang kali. Kata – kata yang menyatakan aspek ini adalah : selalu, kadang-kadang, acapkali, sering dan lain-lain.
Contoh :
Anak itu sering membuat hal-hal yang menggeparkan.
g.  Aspek spontanitas ( serta-merta ) : adalah aspek yang menyatakan bahwa suatu proses terjadi dengan tidak disangka-sangka. Kata-kata yang menyatakan aspek ini adalah : tib-tiba, sekonyong-konyong dan lain-lain. Selain itu ada morfem-morfem terikat yang turut mendukung aspek ini, misalnya serfiks ter-
Contoh :
Tiba-tiba muncullah ia dari balik belukar itu.
Ia jatuh terduduk mendengar berita itu.
Catatan :
Segala macam keterangan diatas dapat dinyatakan secara eksplisit, dapat pula dinyatakan secara implisit.
Yang dimaksudkan denagan cara eksplisit adalah bila keterangan itu dinyatakan dengan jelas memakai alat-alat bahasa, yaitu kata-kata tugas. Sedangkan cara implisit ialah yang memakai kata-kata tugas, jadi harus ditafsirkan dari hubungan kalimat.
I.     Keterangan yang menerangkan Kata Benda
     Yang dimaksud dengan keterangan ini adalah segala macam katerangan yang menerangkan kata-kata benda dalam suatu fungsi tertentu dalam suatu kalimat. Oleh sebab itu keterangan yang dimaksud dapat menerangkan gatra pangkal, gatra digolongkan, gatra menggolongkan, gatra diterangkan, obyek penderita, obyek penyerta, obyek pelaku, serta kata-kata benda lain yang menduduki suatu jabatan dalam kalimat.
     Sesuai dengan fungsinya yang demikian maka keterangan semacam ini tersebut sesuai dengan fungsinya untuk menerangkan kata tersebut, misalnya ada : keterangan gatra pangkal, keterangan gatra diterangkan, keterangan gatra digolongkan, keterangan gatra menggolongkan, keterangan pelengkap penyerta dan lain-lain. Di samping itu kita bisa menyebut cara lain sesuai dengan fungsinya atau hubungannya dengan kata yang diterangkan itu. Kalau keterangan tersebut menyatakan sifat dari kata benda tersebut kita katakan : keterangan kualitatif .

Contoh :
Anak yang nakal itu memukul anjing.
Yang nakal dapat disebut keterangan gatra pangkal, tetapi juga dapat disebut keterangan kualitatif.
     Keterangan-keterangan tentang benda yang lain dengan melihat hubungannya denagn kata benda tersebut adalah :
a.    Keterangan apositif : keterangan yang menyatakan gelar dari sesuatu ,
contoh : Si Dul, jago tembak, telah mendapat hadiah nomor satu.
b.    Keterangan posesif : keterangan yang menyatakan bahwa kata itu menjadi pemilik dari kata yang didepannya .
Contoh : Rumah ayah dibakar perampok.
c.    Keteranga ablatif : menyatakan asal dari sesuatu
Contoh : arloji emasnya dirampas orang.

Pembagian dengan penyebutan nama semacam ini terlalu halus dan bukan melihat struktur kalimat tetapi melihat struktur kelompok kata, yaitu apa yang disebut dengan frasa, yaitu hubungan antara kata-kata yant membentuk suatu kelompok kata. Agar supaya kita tetap berada dalam struktur kalimat, tetap mengetahui dalam lingkungan gatra mana kita berada, maka dalam uraian kalimat cukup saja dipakai stilah-istilah : keterangan gatra pangkal, keterangan gatra digolongkan dan lain-lain.
II.   Keterangan yang menerangkan Kata Sifat.
            Yang dimaksud dengan keterangan ini adalah semua keterangan yang menerangkan gatra menerangkan, atau kata-kata sifat lain yang menduduki suatu fungsi tertentu dalam kalimat.
            Keterangan ini biasanya menunjukkan derajat manakah gatra itu berada. Kata-kata tugas yang dipakai untuk menyataka keterangan ini ialah : amat, sangat, lebih, kurang, hampir, dan lain-lain. Karena keterangan ini menerangkan tentang derajat dari gatra-gatra tersebut maka kita namankan keterangan derejat.
            Pada umumnya keterangan derajat itu menerangkan suatu kata sifat yang menduduki fungsi tertentu. Tetapi dapat pula terjadi bahwa keterangan derajat juga menerangkan gatra-gatra lain, yaitu gatra-gatra yang didukung oleh suatu kata kerja.
     Contoh :
     Tembakannya hampir mengenai sasaran.
     Mereka amat menderita kekalahan itu.
B) Contoh-contoh uraian kalimat
            Akhirnya perlu kita sertakan satu-dua contoh penerapan uraian diatas, agar lebih jelas semuanya.
a)    “ dengan giat murid-murid sekolah itu mengadakan latihan sandiwara bersama gurunya untuk merayakan hari besar itu.”
I.    Inti kalimat : murid-murid dan mengadakan. Sebabitu kalimat ini adalah Kalimat Tunggal.
II.   Murid-murid                          = gatra pangkal (subyek!)
      Sekolah itu                            = keterangan gatra pangkal
      Mengadakan                                    = gatra perbuatan (predikat)
      Latihan                                  = gatra pelengkap penderita
      Sandiwara                             = keterangan gatra pelengkap penderita
      Bersama gurunya                = keterangan komitatif
      Dengan giat                          = keterangan kualitatif
      Untuk merayakan hari besar itu    = keterangan final
b)   “ ia sudah mengerjakan soal itu dengan sungguh-sungguh. “
I.    Inti kalimat ia dan mengerjakan. Kalimat Tunggal.
II.   ia                                             = gatra pangkal
      Mengerjakan                         = gatra perbuatan
      Sudah                                                = aspek perfektif
      Soal itu                                  = gatra pelengkap penderita
      Dengan sungguh-sungguh          = keterangan kualitatif.

1.4. Sintaksis III – Kalimat Majemuk
Batasan Kalimat Majemuk
            Sebagai batasan pengertian kalimat majemuk telah dikatakan bahwa : Kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih adalah kalimat majemuk.
          Batasan ini diturunkan sebagai hasil dari tinjauan secara statis, melihat apa yang kita hadapi sekarang, atau melihat hasil yang sudah jadi. Tetapi kita dapat pula melihat dari segi yang lebih dinamis, yaitu dari sejarah terbentuknya kalimat tersebut. Kita dapat melihat bahwa dua pola kalimat yang terkandung dalam sebuah kalimat majemuk itu terjadi karena kita menggabungkan dua macam pola kalimat ( atau lebih ) menjadi satu kalimat ; atau dapat terjadi bahwa kita menghadaoi satu pola kalimat, tetapi dengan mempergunakan teknik perluasan, akhirnya kita mendapat dua pola kalimat atau lebih dalam kalimat perluasan tadi.
Kalimat majemuk dapat dibedakan atas:
  1. Kalimat Majemuk Setara (Koordinatif)
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang pola-pola kalimatnya memiliki kedudukan yang sederajat. Kalimat majemuk semacam ini biasanya ditandai dengan kata penghubung: dan, lagi, atau, tetapi, melainkan, sedangkan.
Misalnya:
1.    Saya (S) berangkat (p) ke sekolah (K), sedangkan ibu (s) pergi (P) ke pasar (K).
Kalimat di atas berpola S-P-K, S-P-K.
Kalimat majemuk setara yang hanya memiliki satu subjek atau satu predikat disebut kalimat majemuk rapatan.
Misalnya:
a) Adik (s) memetik dan mengupas (P) mangga itu (K).
b) Joko dan Aditiya (S) sedang bermain (P)  catur (K).
  1. Kalimat Majemuk Rapatan
Kalimat majemuk rapatan adalah kalimat majemuk setara yang bagian-bagiannya dirapatkan. Hal tersebut terjadi karena kata-kata yang dirapatkan pada bagian-bagian kaliamat itu memiliki fungsi yang sama.
Perapatan dilakukan dengan menghilangkan salah satu fungsi kalimat yang sama.

1.     Kalimat majemuk rapatan subjek
 Contoh :
Pak Adi guru mengaji. (I)
Pak Adi ketua RT. (II)
ð  Pak Adi guru mengaji dan ketua RT.
2.    Kalimat majemuk rapatan predikat.
Contoh :
Kiki pandai bermain bola. (I)
Galih pandai bermain bola. (II)
ð  Kiki dan Galih pandai bermain bola.
3.    Kalimat majemuk rapatan keterangan.
Contoh :
Sore hari kakak menyiram bunga. (I)
Sore hari adik menyapu halaman. (II)
ð  Sore hari kakak menyiram bunga dan adik menyapu halaman.
Macam-macam kalimat majemuk setara:
1.  Setara menggabungkan : penggabungan itu dapat terjadi dengan merangkaikan dua kalimat tunggal dengan diantarai kesenyapan antara atau dirangkaikan dengan kata-kata tugas seperti : dan, lagi, sesudah itu, karena itu.
Contoh :
Saya menangkap ayam itu dan ibu memotongnya
Ayah telah memanjat pohon mangga itu, sesudah itu dipetiknya beberapa buah.
2.  setara memilih : kata tugas yang dipakai untuk menyatakan hubungan ini adalah : atau.
Contoh :
Engkau timggal saja disini, atau engkau ikut dengan membawa barang itu.
3.  setara mempertentangkan : kata-kata tugas yang dipakai dalam hubungan ini adalah : tetapi, melainkan, hanya.
Contoh :
Adiknya rajin, tetapi ia sendiri malas
Ia tidak menjaga adiknya, melainkan membiarkannya saja.
  1. Kalimat Majemuk Bertingkat (Subordinatif)
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih yang tidak sederajat. Salah satu pola menduduki fungsi utama kalimat, yang lazimnya disebut induk kalimat (klausa atasan), sedangkan pola yang lain, yang lebih rendah kedudukannya, disebut anak kalimat (klausa bawahan). Fungsi itu sekaligus menunjukkan relasi antara induk kalimat dan anak kalimat.
Anak kalimat (klausa bawahan) dapat dibagi menjadi:
1. Anak kalimat yang menduduki fungsi utama kalimat, yaitu anak kalimat subjek dan anak kalimat predikat, misalnya:
a.    Yang harus menyelesaikan pekerjaan itu telah meninggalkan tempat ini. (anak kalimat subjek)
b.    Ayah saya yang telah menyelesaikan pembangunan itu. (anak kalimat predikat)
2.    Anak kalimat yang menduduki salah satu fungsi pelengkap, yaitu anak kalimat objek, misalnya:
Wali kelas telah mengumumkan bahwa kita semua harus hadir besok pagi. (anak kalimat objek)
3. Anak kalimat yang menduduki salah satu fungsi tambahan yang renggang, yaitu anak kalimat keterangan subjek, anak kalimat keterangan predikat, anak kalimat keterangan objek, anak kalimat keterangan waktu, anak kalimat keterangan sebab, anak kalimat keterangan akibat, dan lain-lain. Misalnya:
a.     Siswa yang baru menempuh ujian berkumpul di halaman. (anak kalimat keterangan subjek)
b.     Wanita itu guru yang mengajar di SMU 78. (anak kalimat keterangan predikat)
c.      Ia telah memukul anak yang mencuri mangga. (anak kalimat keterangan objek)
d.     Sebelum matahari terbit saya berangkat ke sekolah. (anak kalimat keterangan waktu)
e.     Direktur perusahaan itu telah memecat seorang karyawannya karena menggelapkan uang perusahaannya. (anak kalimat keterangan sebab)
f.       Kakinya tersandung batu sehingga tidak dapat berjalan. (anak kalimat akibat)

  1. Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat majemuk campuran merupakan gabungan dari kalimat majemuk setara dengan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk campuran dibentuk sekurang-kurangnya oleh tiga kalimat tunggal.
Contoh :
Adik selesai mengerjakan PR ketika ayah datang dari kantor dan ibu selesai memasak.

1.5. Hubungan antara Induk Kalimat dan Anak Kalimat
     Yang dimaksud dengan hubungan antara induk kalimat dan anak kalimat disini bukan hubungan mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah, tetapi bagaimana kedudukan anak kalimat itu terhadap gatra-gatra dalam induk kalimat.
     Bila kita memperhatikan sejarah terbentuknya kalimat majemuk sebagai telah diuraikan diatas, maka salah satu cara untuk membentuk kalimat majemuk itu adalah : memperluas bagian-bagian dari kalimat tunggal sedemikian rupa,sehingga perluasan itu membentuk suatu pola kalimat yang baru. Ini berarti setiap gatra dapat diperluas sehingga dapat membentuk suatu anak kalimat.
     Oleh karena itu anak kalimat itu dapat dibeda-bedakan berdasarkan kedudukannya atau hubungnnya dengan induk kalimat :
1.  anak kalimat gatra pangkal : seluruh anak kalimat itu menduduki fungsi gatra pangkal.
     Contoh :
     Yang menyampaikan berita itu, telah pergi sejam yang lewat.
2.  anak kalimat keterangan gatra pangkal.
     Contoh :
Kemarin pelajar-pelajar yang telah menempuh ujian akhirnya, berkumpul disekolah untuk mendengar hasil ujiannya.
3.  anak kalimat gatra pelengkap penderita.
     Contoh :
     Sering sudah kukatakan, bahwa revolusi jangan diukur dengan hari dan dengan tahun.
4.  anak kalimat keterangan gatra pelengkap.
     Contoh :
     Saya membawa buku, yang kujanjikan kemarin.
5.  anak kalimat keterangan waktu : memduduki jabatan atau fungsi keterangan waktu dari induk kalimat.
     Contoh :
     Ketika mereka tiba disini, kami tidak ada.
6.  anak kalimat keterangan sebab : menduduki fungsi keterangan sebab dari induk kalimat.
     Contoh :
     Pekerja-pekerja itu enggan mengerjakan pekerjaan itu, karena upah untuk itu terlalu rendah.
7.  anak kalimat keterangan perlawanan : menduduki jabatan keterangan perlawanan dari induk kalimat.
     Contoh :
     Meskipun kami telah mencoba mensintesiskan kedua dokumen yang penting itu, kami tidak dipimpin oleh keduanya itu saja.
8.  begitu pula semua fungsi-fungsi lain dapat mengalami perluasan sehingga menjadi satu anak kalimat. Kalimat semacam itu disebut sesuai dengan fungsi yang diindukinya, atau sesuai dengan hubungannya terhadap induk kalimat.
     Sifat hubungan antara induk kalimat dan anak kalimat dapat dinyatakan secara eksplisit, dapat pula dinyatakan secara implisit. Hubungan secara implisit dapat menghasilkan lebih dari satu macam tafsiran hubungan, tergantung dari situasi dan hubungan kalimat.
     Semua kata tugas yang mendahului semua anak kalimat sekaligus menjadi tanda atas macamnya anak kalimat tersebut. Misalnya anak kalimat yang didahului oleh kata tuga : supaya, untuk, agar, akan menyatakan bahwa anak kalimat itu adalah kalimat keterangan tujuan. Kalimat semacam ini menduduki fungsi keterangan tujuan dari induk kalimat, dan sebagainya.

1.6. Kalimat Efektif
Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca, seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis.
Beberapa definisi Dari Kalimat Efektif:
  • Badudu (1995:188) menyatakan bahwa kalimat efektif ialah kalimat yang baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si pembicara (si penulis dalam bahasa tulis) dapat diterima dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis) sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si penutur atau penulis.
  • Putrayasa (2007 : 2) juga mengungkapkan pernyataan tentang kalimat efektif yaitu suatu kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan, informasi, dan perasaan dengan tepat ditinjau dari segi diksi, struktur, dan logikanya.
Akhadiah, dkk. (2003: 116-117) menyatakan: “Agar kalimat yang ditulis dapat memberi informasi kepada pembaca secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis naskah perlu diperhatikan beberapa hal yang merupakan ciri-ciri kalimat efektif yaitu kesepadanan dan kesatuan, kesejajaran bentuk, penekanan dalam kalimat, kehematan dalam mempergunakan kata, kevariasian dalam struktur kalimat”.
1.    Kesepadanan dan Kesatuan
Kesepadanan dalam sebuah kalimat efektif adalah hubungan timbal balik antara subjek dan predikat, predikat dengan objek serta keterangan, yang semuanya berfungsi menjelaskan unsur/bagian kalimat tersebut. Selain struktur/ bentuk kesepadanan, kalimat efektif harus pula mengandung kesatuan ide pokok/ kesatuan pikiran.
Syarat pertama bagi kalimat efektif mempunyai struktur yang baik. Artinya kalimat itu harus memiliki unsur-unsur subjek dan predikat atau bisa ditambah dengan objek, pelengkap dan keterangan melahirkan keterpaduan yang merupakan ciri kalimat efektif (Akhadiah, dkk. 2003:117) .
Kesepadanan kalimat diperhatikan oleh kemampuan struktur bahasa dalam mendukung atau konsep yang merupakan kepaduan pikiran. Diantaranya :
a). Subjek dan Predikat
Kalimat sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat. Unsur kalimat yang disebut subjek dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan siapa atau apa. Unsur predikat dalam kalimat dapat diketahui dari jawaban atas pertanyaan bagaimana atau mengapa.
b). Kata Penghubung Intrakalimat dan Antar kalimat
Konjungsi merupakan penghubung antarkata, antarfrasa, antarklausa, antarkalimat, atau antarparagraf. Secara umum konjungsi terdiri atas konjungsi intrakalimat dan konjungsi antarkalimat. Konjungsi intrakalimat adalah konjungsi yang menghubungkan unsur-unsur kalimat, sedangkan konjungsi antarkalimat berfungsi menghubungkan sebuah kalimat dengan kalimat berikutnya ( Mulyadi dan widayati, 2004:108-114).
Alwi, dkk. (2003:296) menyatakan bahwa konjungtor juga dinamakan kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat : kata dengan kata, frasa dengan frasa atau klausa dengan klausa.
c). Gagasan pokok
Dalam menyusun kalimat kita harus mengemukakan gagasan (ide) pokok kalimat. Biasanya gagasan pokok diletakkan pada bagian depan kalimat. Jika seorang penulis hendak menggabungkan dua kalimat, maka penulis harus menentukan bahwa kalimat yang mengandung gagasan pokok harus menjadi induk kalimat (Akhadiah, dkk. 2003:120).
Contoh:
1. Ia dipukul mati (I) ketika masih dalam tugas latihan (II).
2. Ia masih dalam tugas latihan (I) ketika dipukul mati (II).
Gagasan pokok dalam kalimat (1) ialah “ia dipukul mati”. Gagasan pokok dalam kalimat (2) ialah “ia masih dalam tugas latihan”. Oleh sebab itu, “ia dipukul mati” menjadi induk kalimat di kalimat (1), sedangkan “ia masih dalam tugas latihan” menjadi induk kalimat dalam kalimat (2).
d). Penggabungan dengan “yang”,”dan”
Menurut Akhadiah, dkk. (2003:120), jika dua kalimat digabungkan dengan partikel dan maka hasilnya adalah kalimat majemuk setara. Jika dua kalimat digabungkan dengan partikel yang akan menghasilkan kalimat mejemuk bertingkat. Artinya kalimat itu terdiri dari induk kalimat dan anak kalimat.
e). Penggabungan Menyatakan ”sebab” dan ”waktu”
Parera (1984:43) menyatakan bahwa hubungan sebab dinyatakan dengan mempergunakan kata karena, sedangkan hubungan waktu dinyatakan dengan kata ketika. Kedua kata ini sering dipergunakan pada kalimat yang sama.
Contoh:
(1) Ketika gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke tempat-tempat yang lebih tinggi.
(2) Karena gelombang tsunami melanda kampung itu, penduduk melarikan diri ke tempat-tempat yang lebih tinggi.
Kalimat di atas kedua-duanya tepat. Penggunaannya bergantung pada jalan pikiran penulis apakah ia mementingkan hubungan waktu atau sebab. Yang perlu diperhatikan adalah pilihan penggabungan itu harus sesuai dengan konteks kalimat.
f). Penggabungan Kalimat yang Menyatakan Hubungan Akibat dan
    Hubungan Tujuan
Dalam menggabungkan kalimat perlu dibedakan penggunaan partikel sehingga untuk menyatakan hubungan akibat, dan partikel agar atau supaya untuk menyatakan hubungan tujuan (Akhadiah, dkk. 2003:121) Contoh:
(1) Semua perintah telah dijalankan.
(2) Para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri.
*Kalimat di atas digabungkan menjadi:
(1) Semua perintah telah dijalankan sehingga para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri. (menyatakan hubungan akibat )
(2) Semua perintah telah dijalankan agar para prajurit tidak bertindak sendiri-sendiri. (Menyatakan hubungan tujuan) .

2. Kesejajaran Bentuk (Paralelisme)
Kesejajaran satuan dalam kalimat, menempatkan ide/ gagasan yang sama penting dan sama fungsinya ke dalam struktur/ bentuk gramatis ( Zubeirsyah dan Lubis, 2007:88). Jika sebuah gagasan (ide) dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frase (kelompok kata), maka gagasan lain yang sederajat harus dinyatakan dengan frase. Kesejajaran (paralelisme) membantu memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan.
Contoh:
“Penyakit aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan berbahaya, sebab pencegahan dan pengobatannya tidak ada yang tahu”.
Dalam kalimat di atas penggunaan yang sederajat ialah kata mengerikan dengan berbahaya dan kata pencegahan dengan pengobatannya. Oleh sebab itu, bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang sederajat dalam contoh kalimat di atas harus sama (paralel) sehingga kalimat itu kita tata kembali menjadi :
“Penyakit Aids adalah salah satu penyakit yang paling mengerikan dan membahayakan, sebab pencegahan dan pengobatannya tak ada yang tahu”.

3. Penekanan dalam Kalimat  
Setiap kalimat memiliki sebuah gagasan (ide) pokok. Inti pikiran ini biasanya ingin ditekankan atau ditonjolkan oleh penulis atau pembicara. Menurut Zubeirsyah dan Lubis.(2007:89), penekanan terhadap inti yang ingin diutarakan dalam kalimat biasanya ditandai dengan nada suara, seperti memperlambat ucapan, meninggikan suara, pada bagian kalimat yang dipentingkan.
Beberapa cara membentuk penekanan dalam kalimat:
1. Meletakkan kata yang ditonjolkan di depan atau awal  kalimat.
Contoh :
  • Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada  kesempatan lain.
  • Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
2. Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh :
·         Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.
·          Kami pun turut dalam kegiatan itu
·         Bisakah dia menyelesaikannya?
3.  Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting.
Contoh :
Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.
4. Menggunakan pertentangan
yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan makna / maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan.
Contoh :
·         Anak itu tidak malas, tetapi rajin.
·         Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh.

 4.  Kehematan
Menurut Akhadiah, dkk. ( 1996: 125) Kehematan dalam kalimat efektif ialah kehematan dalam pemakaian kata, frase atau bentuk lainnya dianggap tidak diperlukan. Kehematan itu menyangkut soal gramatikal dan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata yang diperlukan atau yang manambah kejelasan makna kalimat boleh dihilangkan. Unsur-unsur penghematan apa saja yang harus diperhatikan:
a). Pengulangan Subjek Kalimat  
Penulisan kadang-kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam satu kalimat. Pengulangan ini tidak membuat kalimat itu menjadi lebih jelas.
Contoh:
  • Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena mereka tahu masa ujian telah dekat.
Direvisi menjadi:
  • Mahasiswa mengambil keputusan tidak jadi melakukan studi tur karena masa ujian telah dekat.
b). Hiponim
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2005: 404) hiponim adalah hubungan antara makna spesifik dan makna generik atau antar anggota taksonomi.
Contoh:
  • Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya lampu neon.
Direvisi menjadi:
  • Rumah penduduk di Medan terang benderang oleh cahaya neon.
c). Pemakaian Kata Depan ”dari” dan ”daripada
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata depan dari dan daripada, selain ke dan di. Penggunaan dari dalam bahasa Indonesia dipakai untuk menunjukkan arah (tempat), asal(asal-usul) (Putrayasa, 2007:56).  
Contoh :
  • Bu Ros berangkat dari Bandung pukul 06.30 WIB.
Kata dari tidak dipakai untuk menyatakan milik atau kepunyaan.
Dalam bahasa Indonesia kata depan daripada berfungsi untuk membandingkan sesuatu benda atau hal dengan benda atau lainnya (Putrayasa, 2007:56).
Contoh:
Sifat Muhammad Yamin lebih sukar dipahami daripada sifat Miswanto.
5. Kevariasian
Panjang pendeknya variasi dalam kalimat mencerminkan jalan pikiran seseorang. Variasi dalam penulisan pilihan kata (diksi) atau variasi dalam tutur kalimat yang tepat dan benar akan memberikan penekanan pada bagian-bagian kalimat yang diinginkan. Agar tidak membosankan dan menjemukan dalam penulisan kalimat diperlukan pola dan bentuk/struktur yang bervariasi.
a). Cara memulai
1. Subyek pada awal kalimat.
Contoh: – Bahan biologis menghasilkan medan magnetis dengan tiga cara.
  1. Predikat pada awal kalimat (kalimat inversi sama dengan susun balik)
Contoh: – Turun perlahan-lahan kami dari kapal yang besar itu.
  1. Kata modal pada awal kalimat
Dengan adanya kata modal, maka kalimat-kalimat akan berubah nadanya, yang tegas menjadi ragu tau sebaliknya dan yagn keras menjadi lembut atau sebaliknya.
Untuk menyatakan kepastian digunakan kata: pasti, pernah, tentu, sering, jarang, kerapkali, dan sebagainya.
Untuk menyatakan ketidakpastian digunakan : mungkin, barangkali, kira-kira, rasanya, tampaknya, dan sebagainya.
Untuk menyatakan kesungguhan digunakan: sebenarnya, sesungguhnya, sebetulnya, benar, dan sebagainya.
Contoh: – Sering mereka belajar bersama-sama.
b). Panjang-pendek kalimat.
Tidak selalu kalimat pendek mencerminkan kalimat yang baik atau efektif, kalimat panjang tidak selalu rumit. Akan sangat tidak menyenangkan bila membaca karangan yang terdiri dari kalimat yang seluruhnya pendek-pendek atau panjang-panjang. Dengan menggabung beberapa kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk setara terasa hubungan antara kalimat menjadi lebih jelas, lebih mudah dipahami sehingga keseluruhan paragraf merupakan kesatuan yang utuh.
c). Jenis kalimat.
Biasanya dalam menulis, orang cenderung menyatakannya dalam wujud kalimat berita. Hal ini wajar karena dalam kalimat berita berfungsi untuk memberi tahu tentang sesuatu. Dengan demikian, semua yang bersifat memberi informasi dinyatakan dengan kalimat berita. Tapi, hal ini tidak berarti bahwa dalam rangka memberi informasi, kalimat tanya atau kalimat perintah tidak dipergunakan, justru variasi dari ketiganya akan memberikan penyegaran dalam karangan.
d) Variasi Bentuk Aktif – Pasif
Variasi bentuk aktif-pasif merupakan variasi penggunaan kalimat dengan memanfaatkan kalimat aktif lebih dulu, kemudian diikuti oleh kalimat pasif, atau sebaliknya.
1. Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan suatu hal atau kegiatan.
Contoh: 
Toni memukul Budi. 
 S         P           O
Dalam kalimat diatas, subjek (Toni) berperan sebagai pelaku suatu kegiatan, yaitu memukul. oleh karenanya, kalimat di atas termasuk kalimat aktif. Subjek (S) dalam kalimat aktif melakukan aktifitas, hal ini membawa konsekuensi predikat (P) dalam kalimat aktif harus diisi oleh kata kerja aktif. Kata kerja aktif ini biasanya berimbuhan meN-dan ber-
2. Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai suatu hal atau tindakan, baik itu disengaja ataupun tidak. 
Contoh:
Bara api itu terinjak ayah.
       S             P         O
Dalam kalimat diatas, subjek (bara api) berperan sebagai sesuatu yang dikenai hal atau tindakan tidak sengaja terinjak. Dengan kata lain, subjek dalam kalimat pasif berperan menjadi penderita. Karena subjeknya berperan menjadi penderita, predikatnya harus diisi oleh kata kerja bentuk pasif. Kata kerja bentuk pasif biasanya berimbuhanter-, di-, dan ke-an.
e) Kalimat Langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat menirukan ucapan orang. Kalimat langsung juga dapat diartikan kaliamt yang memberitakan bagaimana ucapan dari orang lain (orang ketiga). Kalimat ini biasanya ditandai dengan tanda petik dua (“….”) dan dapat berupa kalimat tanya atau kalimat perintah.
Contoh:
-  Ibu berkata: “Rohan, jangan meletakkan sepatu di sembarang tempat!”
-  “Saya gembira sekali”,kata ayah,”karena kamu lulus ujian”.
f) Kalimat Tak Langsung
Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menceritakan kembali ucapan atau perkataan  orang lain. Kalimat tak langsung tidak ditandai lagi dengan tanda petik dua dan sudah dirubah menjadi kalimat berita.
Contoh:
-  Ibu berkata bahwa dia senang sekali karena aku lulus ujian.
-  Kakak berkata bahwa buku itu harus segera dikembalikan.
BAB II
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi, alat untuk mengungkapkan gagasan dan alat untuk mengekspresikan diri yang digunakan masyarakat sejak peradaban dunia mulai ada. Seiring dengan kemajuan peradaban manusia, bahasa memiliki perkembangan dan pertumbuhan. Berawal dari bahasa lisan, kemudian berkembang dengan bahasa tertulis.
            Perbedaan antara bahasa lisan dan tertulis terletak pada medianya. Bahasa lisan menggunakan ucapan, sedangkan bahasa tulis menggunakan huruf. Kejelasan makna bahasa lisan dapat dipengaruhi oleh lafal ucapan, intonasi, tekanan, tempo, seperti jeda dan kesenyapan, sedangkan kejelasan bahasa tulisan dipengaruhi oleh pilihan kata, bentuk dan susunan kata ataupun kalomat serta penggunaan tanda baca.
Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis. Eksistensi struktur sintaksis terkecil ditopang oleh urutan kata, bentuk kata, dan intonasi; bisa juga ditambah dengan konektor yang biasanya disebut konjungsi. Peran ketiga alat sintaksis itu tidak sama antara bahasa yang satu dengan yang lain.
3.2. Kritik dan Saran
Demikian penyusunan makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi kami selaku penyusun dan umumnya bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan makalah kami lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti. Maidar G Arsjad. Sakura H Ridwan. 1988. Pembinaan Kemampuan Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Indonesia. Nusa Tenggara Timur : Nusa Indah
Putri, Dini Amanda. 2009. Tata Bahasa/Simantik. Dalam http://tata-bahasa. 110mb.com/Semantik.htm. Januari 2009.
Santosa, Puji. 2007. Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar