PANDANGAN DASAR
1. Pendidikan hanyalah
pertolongan pada saat anak tersebut berkembang.
Pendidikan bukanlah sebagai
penentu kehidupan anak tersebut nantinya. Pendidikan hanya sebagai bantuan agar
nantinya anak tersebut terbentuk menjadi manusia yang dapat menunjukkan eksistensinya
di lingkungan masyarakat.
2. Setiap anak memiliki kodrat
(pembawaan dan bakat) sendiri-sendiri.
Anak tidak terlahir sebagai
kertas putih yang polos yang tidak ada sedikitpun coretan. Setiap anak terlahir
dengan membawa bakat masing0masing. Maka pendidikan harus mengembankan bakat
tersebut secara alami bukan menghilangkannya dan menggantinya sesuai dengan
kehendak pendidik.
3. Setiap anak memiliki tempo
dan irama perkembangan sendiri-sendiri.
Setiap anak merupakan individu
yang memiliki keunikan masing-masing. Cara belajar dan tingkat intelegensi
mereka pun berbeda satu sama lain. Hal inilah yang harus diperhatikan agar anak
tidak merasa dipaksa dan terbebani ketika belajar. Sehingga, tidak ada anak
yang merasa terhambat dengan kelebihan dan kekurangan teman-temannya yang lain.
4. Pusat aktivitas pendidikan
terletak pada diri anak itu sendiri.
Bentuk pendidikan pada dasarnya
adalah pendidikan diri sendiri. Hal yang harus menjadi pangkal, haluan dan
tujuan pendidikan adalah anak itu sendiri. Segala bentuk usaha pendidikan harus
ditimbulkan dari dalam diri anak. Pendidikan harus dapat memberikan kesempatan
pada anak untuk dapat mengembangkan diri.
Filsafat Eksisitensialisme.
Manusia bukan semata-mata
obyek, tetapi juga sebagai subject yang dapat memberi arti terhadap dirinya
sendiri dan benda-benda lain. Karena manusia dapat memperlakukan obyek yang
berada di luar dirinya. Pendidikan merupakan upaya mewujudkan diri sendiri
melalui proses penghayatan dan belajar sendiri.
PRINSIP
1. Semua bentuk pendidikan
adalah pendidikan diri sendiri.
Seorang pendidik tidak akan
mungkin dapat mengalihkan atau menuangkan segala kemampuan kecerdasan,
perasaan, kemampuan atau ketekunannya kedalam jiwa seoprang anak didik.
Berkembangnya seorang anak hanya bisa berlangsung jika anak itu sendiri
menunjukkan otoaktivitas untuk mengembangkan jasmani maupun rohaninya.
Pendidikan hanya dapat menyediakan alat-alat, kesempatan serta pertolongan
sebagai bentuk stimulasi agar anak itu menunjukkan otoaktivitasnya.
2. Pendidikan pedosentris.
Setiap anak memiliki pembawaan,
kesanggupan, perkembangan serta kodratnya masing-masing. Pendidikan harus
bertitik tolak darib keadaan anak secara individual. Oleh karena itu pendidikan
harus disesuaikan dengan keadaan anak tersebut secara individual. Pendidikan
harus dapat melayani anak secara individual.
3. Masa peka
Masa peka dapat digambarkan
sebagai suatu keadaan dimana suatu potensi menunjukkan kepekaan (sensitive)
untuk berkembang. Hal ini akan terjadi jika anak memperoleh stimulus yang yang
cukup pada potensi tersebut untuk berkembang. Masa peka juga merupakan saat
yang paling tepat, paling hebat, dan paling sensitive bagi tumbuh dan
berkembangnya suatu potensi tertentu.
4. Anak memperoleh kebebasan
untuk berkembang.
Pendidikan haruslah pedosentris
karena yang menjadi pusat ksgiatan pendidikan itu adalah kesanggupan dan
kemampuan anak. Maka anak harus diberikan kebebasan untuk mengembangkan
potensinya. Tugas pendidik yang utama adalah menciptakan kondisinya serta
menjauhkan segala hal yang dapat merintangi atau menghalangi perkembangan
potensi anak.
PENDEKATAN
1. Pendekatan inquiri.
Melalui pendekatan ini anak
akan berusaha untuk mencari dan menemukan sendiri pemahamannya terhadap suatu
materi. Mereka akan memahami bahan kajian dengan menggunakan bahasa mereka
sendiri berdasarkan apa yang mereka lihat, temukan dan alami.
2. Pendekatan children centred.
Pendekatan ini beranggapan
bahwa pusat kegiatan pembelajaran bertitik tolak pada aktivitas anak. Cara
pandang ini meyakini bahwa murid memiliki kemampuan sendiri melalui berbagai
aktivitas dalam mencari, menemukan, menyimpulkan serta mengkomunikasikan
sendiri berbagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai.
3. Pendekatan discovery.
Pendekatan ini memiliki cara
pandang yang memusatkan kegiatan pembelajaran pada aktivitas anak didik untuk
menemukan sendiri berbagai aspek pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
melalui berbagai pengalaman yang dirancang dan diciptakan oleh guru.
METODE
1. Metode eksperimen.
Metode ini menuntut keaktifan anak
untuk melakukan percobaan sendiri, mengamati proses dan hasil percobaan yang
dilakukannya. Dengan eksperimen anak dapat mencari dan menemukan jawaban atas
persoalan yang dihadapinya dengan berpikir dan bekerja secara sistematis.
2. Metode demonstrasi.
Salah satu metode yang
dilakukan dengan cara memperlihatkan suatu bentuk proses atau kejadian tertentu
agar dapat diikuti oleh anak. Dalam metode ini selain melihat, anak juga
dituntut untuk mendengarkan keterangan guru agar tujuan demonstrasi dapat tercapai.
3. Metode sintesa.
Metode ini digunakan dalan
pembelajaran bahasa. Metode ini didasarkan pada ilmi jiwa yang dianut
Montessori yakni ilmu jiwa unsure (mozaik) dengan menggunakan teori asosiasi
(pertalian). Ilmu ini memberikan pengertian bahwa suatu unsure sksn mempunyai
makna jika unsure tersebut bertalian atau berhubungan dengan unsure lainnya
sehingga membentuk suatu arti.
SUMBER BELAJAR
1. Alat- alat permainan panca
indera.
Montessori termasuk tokoh yang
meyakini bahwa panca indera adalah pintu masuknya berbagai pengetahuan ke dalam
otak manusia. Karena perannya yang sangat strategis maka seluruh panca indera
harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan fungsinya. Untuk
itulah ia mengembangkan berbagai alat permainan panca indera.
2. Latihan kegiatan
sehari-hari.
Dengan belajar melakukan
kegiatan sehari-hari dan menyiapkan kebutuhannya sendiri, dapat melatih anak
untuk menguasai gerakan otot-otot yang praktis, latihan itu dinamai latihan
motorik. Kegiatan tersebut akan dapat menumbuhkan keaktifan anak dan juga
membiasakan anak bersikap baik pada waktu bercakap dengan orang lain.
3. Tulisan disertai gambar.
Digunakan untuk pendidikan
kecerdasan dan daya ingat anak. Anak-anak akan tertarik pada media bergambar
dan berwarna yang dapat mengalihkan perhatiannya sehingga proses pembelajaran
akan lebih mudah.
4. Alat permainan bahasa.
Pembelajaran bahasa tidak harus
menggunakan buku teks panduan. Pembelajaran bahasa dapat dilakukan dengan
menggunakan alat permainan. Misalnya, untuk mengajarkan menulis dapat dilakukan
dengan cara meminta anak menuliskan pengalamannya pada saat pagi haeri ketika
bangun tidur sampai ia berada di sekolah. Pada saat itu ia tidak akan meras berada
dalam suasana belajar, sehingga pembelajaran akan terasa lebih menyenangkan
5. Alat permainan berhitung.
Alat permainan ini dapat
berasal dari lingkungan sekitar anak. Misalkan untuk mengajarkan teknik
membanding dapat dilakukan dengan menggunakan 10 bilah tangkai berbagai ukuran
yang telah diberi warna agar lebih menarik. Lulu mintalah anak untuk
mengurutkan bilah tangkai tersebut mulai dari yang paling pendek sampai yang
terpanjang.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
1. Langkah menunjukkan.
Guru menyiapkan beberapa kotak
dengan isi yang berbeda.
>> Kotak pertama
berisikan uang logam.
>> Kotak kedua berisikan
batu kerikil.
>> Kotak ketiga berisikan
beras.
Guru mengeluarkan isi kotak
lalu meletakkannya kembali sambil menyebutkannya “ini suara uang logam”.
2. Langkah mengenal.
Anak mampu membedakan dan
mendeskripsikan kembali binyi-bunyi yang berasal dari masing-masing benda
tersebut.
3. Langkah mengingat.
Guru memperdengarkan kembali
bunyi benda-benda tersebut satu persatu dan siswa diminta untuk menebaknya.
Referensi:
Hapidin. 2009. KDPBS. Bekasi: STAI Bani Saleh.
Referensi:
Hapidin. 2009. KDPBS. Bekasi: STAI Bani Saleh.
assalammualaikum ka saya septi mahasiswa yg sedang penelitian mengenai montessori btw saya mau tanya dapat sumber yg kk tulis dari mana ya? apakah sumbernya jelas?
BalasHapus