OLEH
MUH. SYUKUR SALMAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya, pembelajaran di
Indonesia masih lebih menekankan kepada aspek kognitif belaka. Bagaimana siswa
menjawab serangkaian soal dengan benar sesuai bahan bacaan yang telah
dipelajarinya. Sangat jarang, siswa ditumbuhkan kemampuan untuk berkreatifitas
sendiri, apalagi yang bertentangan dengan buku paket atau panduan yang menjadi
acuan dalam pembelajaran sehari-hari. Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi
monoton terhadap buku ajar dan sulit mengungkapkan di luar buku yang telah
diajarkan oleh guru mereka.
Hal tersebut juga terjadi di Sekolah
Dasar (SD) yang identik dengan masa kanak-kanak akhir. Masa kanak-kanak akhir
yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau
dua belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka
menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya,
perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan
kepribadian dan perkembangan fisik anak.
Menurut Thornburg (1984) anak
sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak
perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada
dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku
mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak
kelas empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi,
bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah laku
anak remaja permulaan. Hal inilah yang menyebabkan siswa SD sebenarnya lebih
berpotensi untuk mengembangkan kreatifitasnya tetapi terkendala oleh sistem
pembelajaran yang kaku tadi.
Salah satu yang terkendala
pengembangannya pada siswa SD adalah potensi menulis, khususnya cerita pendek
(cerpen). Menulis cerpen bagi siswa SD sebenarnya bukanlah sesuatu yang sulit,
namun karena system pembelajaran tadilah yang menyebabkan penulisan cerpen di
SD sangat sulit untuk disajikan. Apalagi sebagian besar guru menghindar pada
proses pembelajaran yang dirasa menyulitkan dalam penyajiannya. Terjadinya
penyatuan kesulitan antara guru dan siswa inilah yang semakin menyulitkan
realisasi pembelajaran menulis cerpen di SD.
Hal ini tentu tak dapat dibiarkan
begitu saja tanpa ada usaha dalam proses pemecahan masalahnya. Perlu adanya
teknik pembelajaran yang dapat membuat potensi siswa dalam penulisan cerpen
menjadi lebih baik. Pada usia SD proses belajar mereka tidak hanya terjadi di
lingkungan sekolah, karena mereka sudah diperkenalkan dalam kehidupan yang
nyata di dalam lingkungan masyarakat. Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak
usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik
pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana
kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama,
sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut.
Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-anak
sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
Dengan karakteristik siswa yang
telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan
dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik,
menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa
sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih
bermakna bagi anak. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk pro
aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual maupun dalam
kelompok. Hal inilah yang memungkinkan siswa dibangkitkan kemampuan
imajinasinya dalam menulis cerpen. Berimajinasi pada siswa SD adalah sesuatu
yang sangat mungkin dan mudah dilakukan, apalagi dengan akifitas yang sangat
luas yakni selain di sekolah juga di rumah dan lingkungan masyarakat. Sarana
komunikasi dan informasi juga akan mampu mendorong daya imajinasi siswa.
Imajinasi siswa inilah yang diharapkan mampu memunculkan kembali potensi
menulis cerpen pada siswa SD.
B. Rumusan
Masalah
Latar belakang di atas, telah dengan
jelas menyajikan sebuah permasalahan berkenaan dengan system pembelajaran yang
tidak memperhatikan potensi siswa terutama dalam hal penulisan cerpen,
sedangkan siswa mempunyai pula kemampuan yang mudah dilakukan yakni kemampuan
berimajinasi. Dua hal inilah yang akan dijadikan suau bentuk masalah dan
solusinya, sehingga rumusan masalah dalam bentuk kalimat peranyaan dapat
diutarakan yakni : Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen Siswa SD
Melalui Teknik Bermajinasi?
C. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai yakni :
Mengetahui beberapa langkah dan strategi yang harus dilaksanakan pada teknik
berimajinasi siswa SD sehingga dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen.
D. Manfaat
Makalah yang berjudul Meningkatkan
Kemampuan Menulis Cerpen Siswa SD Melalui Teknik Imajinasi ini diharapkan
bermanfaat, sebagai berikut:
1. Sebagai
salah satu panduan dalam pembelajaran menulis cerpen atau karangan pada siswa
SD
2. Sebagai
bahan kajian yang lebih mendalam pada penelitian atau penulisan makalah yang
pembahasannya hampir sama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menulis
Cerpen
Menulis merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami siswa selama menuntut
ilmu di sekolah. Menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan
latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus (Dawson, dkk, dalam
Nurchasanah 1997:68). Pembelajaran keterampilan menulis pada jenjang Sekolah
Dasar merupakan landasan untuk jenjang yang lebih tinggi nantinya. Siswa
Sekolah Dasar diharapkan dapat menyerap aspek-aspek dasar dari keterampilan
menulis guna menjadi bekal ke jenjang lebih tinggi. Sehingga, pembelajaran
ketrampilan menulis di Sekolah Dasar berfungsi sebagai landasan untuk latihan
keterampilan menulis ke jenjang pembelajaran sekolah sesudahnya nanti. Dengan
banyaknya latihan pembelajaran menulis, diharapkan dapat membangun keterampilan
menulis siswa lebih meningkat lagi.
Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran
menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan
pengetahuan secara tertulis serta memiliki kegemaran menulis (Depdikbud, 1994).
Dengan keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat mengembangkan
kreativitas dan dapat mempergunakan bahasa sebagai sarana menyalurkan
kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran keterampilan menulis
memiliki berbagai macam bentuk. Salah satunya adalah ketrampilan menulis cerita
pendek atau cerpen. Dalam pembelajaran menulis, diharapkan siswa tidak hanya
dapat mengembangkan kemampuan membuat cerpen namun juga diperlukan kecermatan
untuk membuat argumen, memiliki kemampuan untuk menuangkan ide atau gagasan
dengan cara membuat cerpen yang menarik untuk dibaca. Di antaranya mereka harus
dapat menyusun dan menghubungkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang
lain sehingga menjadi cerita yang utuh.
Secara umum jenis sastra terbagi
atas tiga bentuk, yaitu prosa, puisi, dan drama. Ketiga bentuk tersebut
memiliki ciri dan otonomi yang berbeda. Bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan
berdasarkan format teks, struktur, bahasa, dan bangun sastranya (mode).
Jenis-jenis sastra tersebut dapat digunakan sebagai materi pembelalajaran
sastra semua jenjang pendidikan. Dari bentuk-bentuk sastra tersebut, umumnya
anak-anak menyenangi hal-hal yang fantastic, pertualangan, kepemimpian,
keberanian, dan peristiwa aneh-aneh.
Pada dasarnya prosa fiksi mengacu
pada kata yang membentuknya, yaitu kerangka dasar pada kata ”fiksi”. Kata fiksi
atau fiction di turunkan dari bahasa latin fistio, fictun yang berarti
”membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan” (Webster New Collegiate
Distionary dalam Tarigan, 1960). Menurut The American College Dictionary (dalam
Tarigan, 1995), istilah fiksi dapat diartikan cabang dari sastra yang menyusun
karya-karya narasi imajinatip, terutama dalam bentuk prosa atau sesuatu yang
diadakan, dibuat-buat, diimajinasikan, dan suatu cerita yabg disusun.
Prosa dapat diartikan sebagai bentuk
cerita rekaan atau cerita yang diciptakan berdasarkan kekuatan imajinasi
pengarang untuk membangkitkan atau menghidupkan segala sesuatu itu lebih hidup
dan seolah-olah apa yang diceritakan benar-benar terjadi dalam dunia nyata.
Menurut Aminuddin (1987, istilah prosa fiksi disebut juga karya fiksi atau prosa
cerita, prosa narasi, narasi atau cerita ber plot. Rahmanto (1986 menjelaskan
bahwa cerita fiksi dapat dikatagorikan sebagai bentuk sastra yang imajinatif.
Prosa fiksi anak-anak memiliki berbagai macam jenis. Menulis cerita pendek
termasuk dalam prosa, baik fiksi maupun non fiksi. Namun, pada penulisan cerpen
usia SD biasanya lebih mengembangkan imajinasi atau sesuatu yang fiksi.
Menurut Suharianto (1982:39) juga
menambahkan bahwa “cerita pendek adalah wadah yang biasanya dipakai oleh
pengarang untuk menyuguhkan sebagian kecil saja dari kehidupan tokoh yang
paling menarik perhatian pengarang”. Jadi sebuah cerita senantiasa memusatkan
perhatiannya pada tokoh utama dan permasalahannya yang paling menonjol dan
menjadi tokoh cerita pengarang, dan juga mempunyai efek tunggal, karakter,
alur, dan latar yang terbatas. Cerpen memuat penceritaan kepada satu peristiwa
pokok, peristiwa pokok itu tidak selalu “sendirian” ada peristiwa lain yang
sifatnya mendukung peristiwa pokok. Styagraha dalam Murdiati (1985:49) berpendapat
bahwa cerpen adalah karakter yang dijabarkan lewat rentetan kejadian-kejadian
dari pada kejadian itu sendiri satu persatu. Apa yang terjadi di dalamnya lazim
merupakan suatu pengalaman dan penjelajahan atau berimajinasi
B. Daya
Imajinasi Siswa SD
Mengembangkan imajinasi
anak merupakan upaya untuk menstimulasi, menumbuhkan dan meningkatkan potensi
kecerdasan juga kreativitasnya di masa pertumbuhannya. Imajinasi anak
berkembang seiring dengan berkembangnya kemampuan ia berbicara dan berbahasa.
Seperti bermain, dunia imajinasi juga merupakan dunia yang sangat dekat dengan
dunia anak. Imajinasi anak merupakan sarana untuk mereka berselancar dan
belajar memahami realitas keberadaan dirinya juga lingkungannya. Karena itu,
orang tua dan guru dapat mengembangkan imajinasi anak dengan menstimulasi
tumbuh kembangnya potensi dan kemampuan imajinatif anak untuk diekspresikan
dengan efektif. Mengapa imajinasi anak harus dikembangkan?
Sebuah imajinasi lahir dari proses
mental yang manusiawi. Proses ini mendorong semua kekuatan yang bersifat emosi
untuk terlibat dan berperan aktif dalam merangsang pemikiran dan gagasan
kreatif, serta memberikan energi pada
tindakan kreatif. Kemampuan imajinatif anak merupakan bagian dari aktivitas
otak kanan yang bermanfaat untuk kecerdasannya. Di masa balita, imajinasi
merupakan bagian dari tugas perkembangannya, sehingga anak sangat suka
membayangkan sesuatu, mengembangkan khayalannya dan bercerita membagi ide-ide
imajinatifnya kepada orang lain, khususnya guru dan orang tuanya. Karena itu,
berimajinasi mampu membuat anak mengeluarkan ide-ide kreatifnya yang kadang
kala “mencengangkan”. Hal ini sangat wajar karena seiring pertambahan usianya,
otak anak lebih aktif merespon setiap rangsangan. Di benaknya muncul banyak
pertanyaan yang mendorongnya untuk melakukan banyak pengamatan. Pertanyaan dan
pengamatan yang dilakukannya itu, akhirnya membuat anak merasa nyaman berada di
dalam imajinasinya.
Bagi anak-anak, berimajinasi
merupakan kebutuhan alaminya dan bukan bentuk kemalasan. Imajinasi anak bisa
saja lahir sebagai hasil imitasi, meniru dari tayangan yang ditontonnya atau
pengaruh dari dongeng dan cerita yang
didengarnya. Namun, imajinasi juga bisa muncul secara murni dan orisinil dari
dalam benaknya, sebagai hasil mengolah dan memanfaatkan kelebihan dan kemampuan
otak yang dianugerahkan Tuhan. Jika kita mampu mengasah, mengembangkan dan
mengelola imajinasi anak, maka berimajinasi akan sangat bermanfaat dalam
meningkatkan kecerdasan kreatifnya, serta membuatnya lebih produktif karena potensi
dan kemampuan imajinatif anak merupakan proses awal tumbuhkembangnya daya cipta
dalam diri anak yang boleh jadi menghasilkan sebuah kreasi yang menarik dan
bermanfaat untuk perkembangan kepribadiannya.
C.
Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen Melalui Teknik Imajinasi
Di sekolah dasar, keterampilan
menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya di
samping membaca dan berhitung. Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen)
penting bagi siswa sekolah dasar karena cerpen dapat dijadikan sebagai
sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Dari hasil observasi dapat
disimpulkan bahwa kondisi sekolah mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
Namun, kondisi tersebut bisa diatasi apabila guru mampu menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
dengan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik. Strategi pembelajaran
tersebut dikembangkan dari strategi copy
the master. Strategi pembelajaran tersebut adalah mengembangkan daya
imajinasi siswa dalam menulis cerpen.
Imajinasi adalah sendi utama untuk
menulis cerita. Apa pun bentuk cerita tersebut: cerita pendek, cerita
panjang, novel pendek (novelette),
novel, skenario film, naskah drama dan naskah sandiwara radio. Imajinasi adalah
energi untuk membentuk suasana atau dunia tersendiri. Tanpa imajinasi penulis
kesulitan untuk membangun sebuah alam fiktif. Tetapi imajinasi itu harus
terkendalikan. Jika tidak, imajinasi akan berubah, menjema menjadi kuda liar
yang tidak terkendali. Akibatnya, cerita yang akan kita tulis bisa
berantakan. Sehingga imajinasi yang sangat bermanfaat itu menjadi potensi yang
sia-sia. Solusinya, imajinasi harus dikelola dengan baik – melalui strategi
kendali imajinasi.
Beberapa langkah yang dapat
dilakukan dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa SD melalui Teknik
imajinasinya.
1. Siswa
menuliskan apa saja yang diinginkan dalam hidupnya pada secarik kertas. Mungkin
beberapa anak memilih menulis rumah besar, ayah yang ganteng, guru yang baik,
sekolah yang bagus, kucing manis, dan lain-lain. Makin banyak pilihan dari
siswa dalam satu kelas tersebut, maka semakin ramailah imajinasi yang akan
bermunculan.
2. Siswa
kemudian menulis cara yang dilakukan untuk mendapat yang diinginkan tadi. Pada
bagian ini beberapa anak mungkin mulai berfikir agak lama. Hal ini wajar karena
kebiasaan pada proses pembelajaran yang selalu mengetengahkan hal yang
normative seperi yang dijelaskan pada bagian awal tulisan ini. Mungkin pula
sudah ada yang menulis, seperti membeli, meminta pada orangtua, berusaha
sendiri, dan lain-lain.
3. Pada
bagian ini, guru dapat memberi pancingan pada siswa sehingga pemikirannya
terarah, seperti dengan mengatakan: jika kalian menginginkan sekolah yang bagus
tentu membutuhkan biaya besar. Nah, bagaimana mendapatkan biaya besar itu?
Mungkin jawaban siswa mengatakan: minta pada pemerintah atau pada orang kaya.
Hal tersebut menandakan siswa telah termakan pancingan guru untuk berfikir.
4. Langkah
keempat ini, sebagai tahap awal merupakan langkah terakhir. Siswa menulis
keinginannya serta cara memperolehnya. Pada tahapan ini kembali guru dapat
melakukan intervensi kepada siswa namun hanya dengan tujuan menambah
perbendaharaan kata dan kalimat pada cerpen siswa, bukan menyalahkan idea tau
pemikiran siswa.
5. Sebagai
tahap lanjutan, siswa diperhadapkan pada kondisi jika yang diinginkan tersebut
tidak dapat diraihnya. Tentu tahapan ini dilaksanakan setelah siswa mampu
menyelesaikan sampai tahap empat tadi. Tahapan-tahapan selanjutnya pada umumnya
bersifat memberi tantangan imajinasi siswa sehingga apa yang diinginkan tadi
dapat menjadi acuan berimajinasi dalam menuliskan sebuah cerpen.
Tahapan di atas merupakan sruktur
fleksibel yang dapat dijadikan panduan awal dalam meningkatkan kemampuan
menulis cerpen siswa SD melalui pengembangan imajinasinya. Jika contoh kasus di
atas adalah sesuatu yang diinginkan siswa, mungkin pada latihan berikut adalah
sesuatu yang dibenci, ada teman yang nakal di sekolah, bapaknya seorang
pemarah, dan lain-lain. Kesemua persoalan yang dimunculkan dapat dijadikan ide
penulisan sebuah cerpen dengan membangkitkan daya imajinasi siswa melalui
kelima langkah di atas.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam
pembahasan makalah ini adalah, bahwa peningkatan kemampuan menulis cerpen pada
siswa SD melalui teknik berimajinasi, dapat dilakukan dengan 5 langkah, antara
lain:
1. Siswa
menuliskan apa saja yang diinginkan.
2. Menulis
cara yang dilakukan untuk mendapat yang diinginkan.
3. Guru
memberi pancingan pada siswa sehingga pemikirannya terarah.
4. Siswa
menulis keinginannya serta cara memperolehnya.
5. Sebagai
tahap lanjutan, siswa diperhadapkan pada kondisi jika yang diinginkan tersebut
tidak dapat diraihnya.
Kelima langkah tersebut merupakan konsep alur kegiatan
membangkitkan imajinasi siswa.
B. Saran
Beberapa saran yang diberikan kepada
pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam pembahasan makalah ini, antara
lain:
1. Guru,
hendaknya dapat dengan antusias melaksanakan pembelajaran menulis pada siswa,
khususnya menulis karangan atau cerpen dengan memanfaatkan teknik berimajinasi
2.
Pemerintah, kiranya dapat lebih mengarahkan guru dalam pembelajaran menulis
cerpen di SD karena sangat besar manfaatnya. Hal ini karena sebenarnya tak ada
siswa yang bodoh, tetapi yang ada adalah siswa yang belum menemukan guru yang
baik dalam pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
________________ Karakterisik Siswa
Sekolah Dasar. Diakses 16 Agustus 2010; 19:12 dari http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/karakteristik-siswa-sekolah-dasar/
________________ Pengajaran Bahasa
Yang Kreatif. Diakses 16 Agustus 2010; 1940 dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2006/10/03/pengajaran-bahasa-yang-kreatif/
________________ Sudut Pandang
Meningkatkan Daya Cipta dan Apresiasi Puisi. Diakses 16 Agustus 2010; 20.00
dari http://matapelajar.com/20100420412/Sudut-Pandang/Meningkatkan-Daya-Cipta-dan-Apresiasi-Puisi-Siswa-Kelas-5-Sekolah-Dasar-DenganMenggunakan-Model-Contextual-Teaching-and-Learning.html
Melti, Nurul . 2007 Peningkaan
Kemampuan Menulis Cerpen Melalui Teknik Pengandaian Diri Sebagai Tokoh dalam
Cerita Dengan Media Audio Visual: Tesis. Universitas Negeri Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar