Jumat, 16 Maret 2012

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA SD MELALUI TEKNIK IMAJINASI


OLEH
MUH. SYUKUR SALMAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya, pembelajaran di Indonesia masih lebih menekankan kepada aspek kognitif belaka. Bagaimana siswa menjawab serangkaian soal dengan benar sesuai bahan bacaan yang telah dipelajarinya. Sangat jarang, siswa ditumbuhkan kemampuan untuk berkreatifitas sendiri, apalagi yang bertentangan dengan buku paket atau panduan yang menjadi acuan dalam pembelajaran sehari-hari. Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi monoton terhadap buku ajar dan sulit mengungkapkan di luar buku yang telah diajarkan oleh guru mereka.
Hal tersebut juga terjadi di Sekolah Dasar (SD) yang identik dengan masa kanak-kanak akhir. Masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak.
Menurut Thornburg (1984) anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan. Hal inilah yang menyebabkan siswa SD sebenarnya lebih berpotensi untuk mengembangkan kreatifitasnya tetapi terkendala oleh sistem pembelajaran yang kaku tadi.
Salah satu yang terkendala pengembangannya pada siswa SD adalah potensi menulis, khususnya cerita pendek (cerpen). Menulis cerpen bagi siswa SD sebenarnya bukanlah sesuatu yang sulit, namun karena system pembelajaran tadilah yang menyebabkan penulisan cerpen di SD sangat sulit untuk disajikan. Apalagi sebagian besar guru menghindar pada proses pembelajaran yang dirasa menyulitkan dalam penyajiannya. Terjadinya penyatuan kesulitan antara guru dan siswa inilah yang semakin menyulitkan realisasi pembelajaran menulis cerpen di SD.
Hal ini tentu tak dapat dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha dalam proses pemecahan masalahnya. Perlu adanya teknik pembelajaran yang dapat membuat potensi siswa dalam penulisan cerpen menjadi lebih baik. Pada usia SD proses belajar mereka tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, karena mereka sudah diperkenalkan dalam kehidupan yang nyata di dalam lingkungan masyarakat. Seperti dikatakan Darmodjo (1992) anak usia sekolah dasar adalah anak yang sedang mengalami perrtumbuhan baik pertumbuhan intelektual, emosional maupun pertumbuhan badaniyah, di mana kecepatan pertumbuhan anak pada masing-masing aspek tersebut tidak sama, sehingga terjadi berbagai variasi tingkat pertumbuhan dari ketiga aspek tersebut. Ini suatu faktor yang menimbulkan adanya perbedaan individual pada anak-anak sekolah dasar walaupun mereka dalam usia yang sama.
Dengan karakteristik siswa yang telah diuraikan seperti di atas, guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk pro aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual maupun dalam kelompok. Hal inilah yang memungkinkan siswa dibangkitkan kemampuan imajinasinya dalam menulis cerpen. Berimajinasi pada siswa SD adalah sesuatu yang sangat mungkin dan mudah dilakukan, apalagi dengan akifitas yang sangat luas yakni selain di sekolah juga di rumah dan lingkungan masyarakat. Sarana komunikasi dan informasi juga akan mampu mendorong daya imajinasi siswa. Imajinasi siswa inilah yang diharapkan mampu memunculkan kembali potensi menulis cerpen pada siswa SD.
B. Rumusan Masalah
Latar belakang di atas, telah dengan jelas menyajikan sebuah permasalahan berkenaan dengan system pembelajaran yang tidak memperhatikan potensi siswa terutama dalam hal penulisan cerpen, sedangkan siswa mempunyai pula kemampuan yang mudah dilakukan yakni kemampuan berimajinasi. Dua hal inilah yang akan dijadikan suau bentuk masalah dan solusinya, sehingga rumusan masalah dalam bentuk kalimat peranyaan dapat diutarakan yakni : Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen Siswa SD Melalui Teknik Bermajinasi?
C. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai yakni : Mengetahui beberapa langkah dan strategi yang harus dilaksanakan pada teknik berimajinasi siswa SD sehingga dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen.
D. Manfaat
Makalah yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen Siswa SD Melalui Teknik Imajinasi ini diharapkan bermanfaat, sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu panduan dalam pembelajaran menulis cerpen atau karangan pada siswa SD
2. Sebagai bahan kajian yang lebih mendalam pada penelitian atau penulisan makalah yang pembahasannya hampir sama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menulis Cerpen
Menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Menulis memerlukan keterampilan karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus menerus (Dawson, dkk, dalam Nurchasanah 1997:68). Pembelajaran keterampilan menulis pada jenjang Sekolah Dasar merupakan landasan untuk jenjang yang lebih tinggi nantinya. Siswa Sekolah Dasar diharapkan dapat menyerap aspek-aspek dasar dari keterampilan menulis guna menjadi bekal ke jenjang lebih tinggi. Sehingga, pembelajaran ketrampilan menulis di Sekolah Dasar berfungsi sebagai landasan untuk latihan keterampilan menulis ke jenjang pembelajaran sekolah sesudahnya nanti. Dengan banyaknya latihan pembelajaran menulis, diharapkan dapat membangun keterampilan menulis siswa lebih meningkat lagi.
Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran menulis adalah agar siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat, dan pengetahuan secara tertulis serta memiliki kegemaran menulis (Depdikbud, 1994). Dengan keterampilan menulis yang dimiliki, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan dapat mempergunakan bahasa sebagai sarana menyalurkan kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran keterampilan menulis memiliki berbagai macam bentuk. Salah satunya adalah ketrampilan menulis cerita pendek atau cerpen. Dalam pembelajaran menulis, diharapkan siswa tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan membuat cerpen namun juga diperlukan kecermatan untuk membuat argumen, memiliki kemampuan untuk menuangkan ide atau gagasan dengan cara membuat cerpen yang menarik untuk dibaca. Di antaranya mereka harus dapat menyusun dan menghubungkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain sehingga menjadi cerita yang utuh.
Secara umum jenis sastra terbagi atas tiga bentuk, yaitu prosa, puisi, dan drama. Ketiga bentuk tersebut memiliki ciri dan otonomi yang berbeda. Bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan berdasarkan format teks, struktur, bahasa, dan bangun sastranya (mode). Jenis-jenis sastra tersebut dapat digunakan sebagai materi pembelalajaran sastra semua jenjang pendidikan. Dari bentuk-bentuk sastra tersebut, umumnya anak-anak menyenangi hal-hal yang fantastic, pertualangan, kepemimpian, keberanian, dan peristiwa aneh-aneh.
Pada dasarnya prosa fiksi mengacu pada kata yang membentuknya, yaitu kerangka dasar pada kata ”fiksi”. Kata fiksi atau fiction di turunkan dari bahasa latin fistio, fictun yang berarti ”membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan” (Webster New Collegiate Distionary dalam Tarigan, 1960). Menurut The American College Dictionary (dalam Tarigan, 1995), istilah fiksi dapat diartikan cabang dari sastra yang menyusun karya-karya narasi imajinatip, terutama dalam bentuk prosa atau sesuatu yang diadakan, dibuat-buat, diimajinasikan, dan suatu cerita yabg disusun.
Prosa dapat diartikan sebagai bentuk cerita rekaan atau cerita yang diciptakan berdasarkan kekuatan imajinasi pengarang untuk membangkitkan atau menghidupkan segala sesuatu itu lebih hidup dan seolah-olah apa yang diceritakan benar-benar terjadi dalam dunia nyata. Menurut Aminuddin (1987, istilah prosa fiksi disebut juga karya fiksi atau prosa cerita, prosa narasi, narasi atau cerita ber plot. Rahmanto (1986 menjelaskan bahwa cerita fiksi dapat dikatagorikan sebagai bentuk sastra yang imajinatif. Prosa fiksi anak-anak memiliki berbagai macam jenis. Menulis cerita pendek termasuk dalam prosa, baik fiksi maupun non fiksi. Namun, pada penulisan cerpen usia SD biasanya lebih mengembangkan imajinasi atau sesuatu yang fiksi.
Menurut Suharianto (1982:39) juga menambahkan bahwa “cerita pendek adalah wadah yang biasanya dipakai oleh pengarang untuk menyuguhkan sebagian kecil saja dari kehidupan tokoh yang paling menarik perhatian pengarang”. Jadi sebuah cerita senantiasa memusatkan perhatiannya pada tokoh utama dan permasalahannya yang paling menonjol dan menjadi tokoh cerita pengarang, dan juga mempunyai efek tunggal, karakter, alur, dan latar yang terbatas. Cerpen memuat penceritaan kepada satu peristiwa pokok, peristiwa pokok itu tidak selalu “sendirian” ada peristiwa lain yang sifatnya mendukung peristiwa pokok. Styagraha dalam Murdiati (1985:49) berpendapat bahwa cerpen adalah karakter yang dijabarkan lewat rentetan kejadian-kejadian dari pada kejadian itu sendiri satu persatu. Apa yang terjadi di dalamnya lazim merupakan suatu pengalaman dan penjelajahan atau berimajinasi
B. Daya Imajinasi Siswa SD
Mengembangkan imajinasi anak merupakan upaya untuk menstimulasi, menumbuhkan dan meningkatkan potensi kecerdasan juga kreativitasnya di masa pertumbuhannya. Imajinasi anak berkembang seiring dengan berkembangnya kemampuan ia berbicara dan berbahasa. Seperti bermain, dunia imajinasi juga merupakan dunia yang sangat dekat dengan dunia anak. Imajinasi anak merupakan sarana untuk mereka berselancar dan belajar memahami realitas keberadaan dirinya juga lingkungannya. Karena itu, orang tua dan guru dapat mengembangkan imajinasi anak dengan menstimulasi tumbuh kembangnya potensi dan kemampuan imajinatif anak untuk diekspresikan dengan efektif. Mengapa imajinasi anak harus dikembangkan?
Sebuah imajinasi lahir dari proses mental yang manusiawi. Proses ini mendorong semua kekuatan yang bersifat emosi untuk terlibat dan berperan aktif dalam merangsang pemikiran dan gagasan kreatif, serta memberikan energi pada tindakan kreatif. Kemampuan imajinatif anak merupakan bagian dari aktivitas otak kanan yang bermanfaat untuk kecerdasannya. Di masa balita, imajinasi merupakan bagian dari tugas perkembangannya, sehingga anak sangat suka membayangkan sesuatu, mengembangkan khayalannya dan bercerita membagi ide-ide imajinatifnya kepada orang lain, khususnya guru dan orang tuanya. Karena itu, berimajinasi mampu membuat anak mengeluarkan ide-ide kreatifnya yang kadang kala “mencengangkan”. Hal ini sangat wajar karena seiring pertambahan usianya, otak anak lebih aktif merespon setiap rangsangan. Di benaknya muncul banyak pertanyaan yang mendorongnya untuk melakukan banyak pengamatan. Pertanyaan dan pengamatan yang dilakukannya itu, akhirnya membuat anak merasa nyaman berada di dalam imajinasinya.
Bagi anak-anak, berimajinasi merupakan kebutuhan alaminya dan bukan bentuk kemalasan. Imajinasi anak bisa saja lahir sebagai hasil imitasi, meniru dari tayangan yang ditontonnya atau pengaruh dari dongeng dan cerita yang didengarnya. Namun, imajinasi juga bisa muncul secara murni dan orisinil dari dalam benaknya, sebagai hasil mengolah dan memanfaatkan kelebihan dan kemampuan otak yang dianugerahkan Tuhan. Jika kita mampu mengasah, mengembangkan dan mengelola imajinasi anak, maka berimajinasi akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan kecerdasan kreatifnya, serta membuatnya lebih produktif karena potensi dan kemampuan imajinatif anak merupakan proses awal tumbuhkembangnya daya cipta dalam diri anak yang boleh jadi menghasilkan sebuah kreasi yang menarik dan bermanfaat untuk perkembangan kepribadiannya.
C. Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen Melalui Teknik Imajinasi
Di sekolah dasar, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang ditekankan pembinaannya di samping membaca dan berhitung. Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa sekolah dasar  karena cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran. Dari hasil observasi dapat disimpulkan bahwa kondisi sekolah mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Namun, kondisi tersebut bisa diatasi apabila  guru mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik. Strategi pembelajaran tersebut dikembangkan dari  strategi copy the master. Strategi pembelajaran tersebut adalah mengembangkan daya imajinasi siswa dalam menulis cerpen.
Imajinasi adalah sendi utama untuk menulis cerita. Apa pun bentuk cerita tersebut:  cerita pendek, cerita panjang, novel pendek (novelette), novel, skenario film, naskah drama dan naskah sandiwara radio. Imajinasi adalah energi untuk membentuk suasana atau dunia tersendiri. Tanpa imajinasi penulis kesulitan untuk membangun sebuah alam fiktif. Tetapi imajinasi itu harus terkendalikan. Jika tidak, imajinasi akan berubah, menjema menjadi kuda liar yang tidak terkendali. Akibatnya,  cerita yang akan kita tulis bisa berantakan. Sehingga imajinasi yang sangat bermanfaat itu menjadi potensi yang sia-sia. Solusinya, imajinasi harus dikelola dengan baik – melalui strategi kendali imajinasi.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa SD melalui Teknik imajinasinya.
1. Siswa menuliskan apa saja yang diinginkan dalam hidupnya pada secarik kertas. Mungkin beberapa anak memilih menulis rumah besar, ayah yang ganteng, guru yang baik, sekolah yang bagus, kucing manis, dan lain-lain. Makin banyak pilihan dari siswa dalam satu kelas tersebut, maka semakin ramailah imajinasi yang akan bermunculan.
2. Siswa kemudian menulis cara yang dilakukan untuk mendapat yang diinginkan tadi. Pada bagian ini beberapa anak mungkin mulai berfikir agak lama. Hal ini wajar karena kebiasaan pada proses pembelajaran yang selalu mengetengahkan hal yang normative seperi yang dijelaskan pada bagian awal tulisan ini. Mungkin pula sudah ada yang menulis, seperti membeli, meminta pada orangtua, berusaha sendiri, dan lain-lain.
3. Pada bagian ini, guru dapat memberi pancingan pada siswa sehingga pemikirannya terarah, seperti dengan mengatakan: jika kalian menginginkan sekolah yang bagus tentu membutuhkan biaya besar. Nah, bagaimana mendapatkan biaya besar itu? Mungkin jawaban siswa mengatakan: minta pada pemerintah atau pada orang kaya. Hal tersebut menandakan siswa telah termakan pancingan guru untuk berfikir.
4. Langkah keempat ini, sebagai tahap awal merupakan langkah terakhir. Siswa menulis keinginannya serta cara memperolehnya. Pada tahapan ini kembali guru dapat melakukan intervensi kepada siswa namun hanya dengan tujuan menambah perbendaharaan kata dan kalimat pada cerpen siswa, bukan menyalahkan idea tau pemikiran siswa.
5. Sebagai tahap lanjutan, siswa diperhadapkan pada kondisi jika yang diinginkan tersebut tidak dapat diraihnya. Tentu tahapan ini dilaksanakan setelah siswa mampu menyelesaikan sampai tahap empat tadi. Tahapan-tahapan selanjutnya pada umumnya bersifat memberi tantangan imajinasi siswa sehingga apa yang diinginkan tadi dapat menjadi acuan berimajinasi dalam menuliskan sebuah cerpen.
Tahapan di atas merupakan sruktur fleksibel yang dapat dijadikan panduan awal dalam meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa SD melalui pengembangan imajinasinya. Jika contoh kasus di atas adalah sesuatu yang diinginkan siswa, mungkin pada latihan berikut adalah sesuatu yang dibenci, ada teman yang nakal di sekolah, bapaknya seorang pemarah, dan lain-lain. Kesemua persoalan yang dimunculkan dapat dijadikan ide penulisan sebuah cerpen dengan membangkitkan daya imajinasi siswa melalui kelima langkah di atas.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam pembahasan makalah ini adalah, bahwa peningkatan kemampuan menulis cerpen pada siswa SD melalui teknik berimajinasi, dapat dilakukan dengan 5 langkah, antara lain:
1. Siswa menuliskan apa saja yang diinginkan.
2. Menulis cara yang dilakukan untuk mendapat yang diinginkan.
3. Guru memberi pancingan pada siswa sehingga pemikirannya terarah.
4. Siswa menulis keinginannya serta cara memperolehnya.
5. Sebagai tahap lanjutan, siswa diperhadapkan pada kondisi jika yang diinginkan tersebut tidak dapat diraihnya.
Kelima langkah tersebut merupakan konsep alur kegiatan membangkitkan imajinasi siswa.
B. Saran
Beberapa saran yang diberikan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam pembahasan makalah ini, antara lain:
1. Guru, hendaknya dapat dengan antusias melaksanakan pembelajaran menulis pada siswa, khususnya menulis karangan atau cerpen dengan memanfaatkan teknik berimajinasi
2. Pemerintah, kiranya dapat lebih mengarahkan guru dalam pembelajaran menulis cerpen di SD karena sangat besar manfaatnya. Hal ini karena sebenarnya tak ada siswa yang bodoh, tetapi yang ada adalah siswa yang belum menemukan guru yang baik dalam pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
________________ Karakterisik Siswa Sekolah Dasar. Diakses 16 Agustus 2010; 19:12 dari http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/karakteristik-siswa-sekolah-dasar/
________________ Pengajaran Bahasa Yang Kreatif. Diakses 16 Agustus 2010; 1940 dari http://lubisgrafura.wordpress.com/2006/10/03/pengajaran-bahasa-yang-kreatif/
Melti, Nurul . 2007 Peningkaan Kemampuan Menulis Cerpen Melalui Teknik Pengandaian Diri Sebagai Tokoh dalam Cerita Dengan Media Audio Visual: Tesis. Universitas Negeri Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar