Jumat, 16 Maret 2012

Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Lisan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Keterampilan berbahasa terdiri dari keterampilan berbahasa tulis dan keterampilan berbahasa lisan. Klasifikasi seperti ini, dibuat berdasarkan pendekatan komunikatif. Implikasinya, pembelajaran berbahasa di SD harus difokuskan pada kemampuan siswa memahami dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kajian tentang keterampilan berbahasa tulis, yang komponen-komponennya terdiri dari keterampilan membaca dan menulis, akan dilaksanakan dalam Kegiatan Belajar 1, mengingat pentingnya pembelajaran keterampilan di SD. Di samping berhitung, keterampilan membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar yang harus diajarkan mulai dari kelas 1 SD.
Selanjutnya, Kegiatan Belajar 2 akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan berbahasa lisan. Keterampilan ini terdiri dari keterampilan menyimak dan berbicara.
Pembelajaran keterampilan berbahasa tidak boleh ditafsirkan sebagai mengajarkan memahami dan menggunakan bahasa, tetapi harus dipahami sebagai mengajak siswa berlatih memahami dan menggunakan bahasa, terutama di SD.             Dengan pemahaman seperti ini, guru akan terdorong untuk merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran membaca, menulis, menyimak, dan berbicara dengan lebih bervariasi lagi sehingga pengalaman belajar dari kegiatan pembelajaran ini tambah bermakna bagi siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang tersebut, maka masalahnya akan dirumuskan secara terperinci untuk mempermudah dalam merumuskan tujuan penulisan yang hendak dicapai. Adapun rumusan masalah penulisan adalah sebagai berikut :

•Apa saja strategi dalam pembelajaran berbahasa lisan?
•Bagaimana penerapannya dalam kegiatan berbicara dan dramatisasi kreatif?
•Apa manfaat keterampilan berbahasa lisan?
1.3 Batasan Masalah
Dalam batasan masalah ini kami akan membatasi masalah dalam makalah yang kami buat tentang ruang lingkup kajian keterampilan berbahasa lisan.
1.4 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
•Untuk mengetahui strategi apa saja yang bisa dilakukan dalam pembelajaran berbahasa lisan.
•Untuk mengetahui penerapannya dalam kegiatan berbicara dan dramatisasi kreatif.
•Untuk mengetahui manfaat keterampilan berbahasa lisan.
1.5 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini kami sebagai penulis menggunakan metode daftar pustaka, mencari dari berbagai media, baik dari media elektronik maupun media cetak.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembelajaran  Keterampilan Berbahasa Lisan
Keterampilan berbahasa lisan terdiri dari keterampilan menyimak dan berbicara. Keterampilan menyimak dan berbicara sangat erat kaitannya bersifat resiprokal. Dalam kehidupan sehari-hari, penyimak dan pembicara bisa berganti peran secara spontan, yaitu dari penyimak menjadi pembicara dan dari pembicara menjadi penyimak.
A.   MENYIMAK
1.    Hakikat Menyimak
      Hakikat menyimak dapat dilihat dari berbagaid segi (Logam< 1972). Menyimak dapat dipandang sebagai suatu keterampilan, sebagai seni, suatu proses, respons atau sebagai pengalaman kreatif. Menyimak dikatakan suatu sarana sebab adanya kegiatan yang dilakukan seseorang pada waktu menyimak yang harus melalui tahap mendengar bunyi-bunyi yang telah dikenalnya.    Kemudian, secara bersamaan ia mampu menginterprestasikan dan memahami makna rentetan bunyi-bunyi itu. sebagai suatu keterampilan, menyimak bertujuan untuk berkomunikasi karena melibatkan keterampilan yang bersifat aural dan oral. Berdasarkan pandangan ini, harus dibedakan antara mendengar dan menyimak. Mendengar merupakan fase awal dari menyimak, yaitu fase mengenal bunyi, sedangkan menyimak merupakan fase fase kedua, yaitu fase pemaknaan simbol-simbol aural. Menyimak sebagai seni bearti kegiatan menyimak itu memerlukan adanya kedisiplinan, kosenterasi, partisipasi aktif, pemahaman dan penilaian, seperti halnya orang mempelajari seni musik, seni peran atau seni rupa. Sebagai suatu proses, menyimak berkaitan dengan proses keterampilan yang kompleks, yaitu keterampilan mendengarkan, memahami, menilai, dan merespons. Oleh sebab itu, menyimak harus diajarkan. Menyimak dikatakan sebagi respons, sebab respons merupakan unsur utama dalam menyimak. Penyimak dapat merespons dengan efektif jika ia memiliki pancaindra yang cukupbaik dan mempunyai kemampuan menginterprestasikan pesan yang terkandung dalam tuturan yang disimaknya. Menyimak sebagai pengalaman kreatif melibatkan pengalaman yang nikmat, menyenangkan dan memuaskan.
2.    Bahan Pembelajaran Menyimak
            Tujuan utama pembelajaran menyimak, melatih siswa memahami bahasa lisan. Oleh sebab itu, pemilihan bahan pembelajaran menyimak harus disesuaikan dengan karakteristik siswa SD.
            Pembelajran menyimak di kelas rendah sebaiknya tidak disertai dengan kegiatan menulis sebab kemampuan menulis kelas rendah masih sangat terbatas. Bahan simakan untuk kelas tersebut sebaiknya berupa perintah, pertanyaan atau petunjuk lisan yang menghendaki jawaban singkat atau perbuatan sebagai jawabannya.
Contoh:
a.    Tutup jendela itu sedikit
b.    Siapa, namamu?
c.    Nyalakan lilin itu, kemudian padamkaan!
            Secara umum, bahan pembelajaran menyimak dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca, menulis, kosakata, karya sastra, bahan yang disusun guru senndiri atau ambil dari media cetak. Teknik penyajiannya dapat dibacakan langsung oleh guru atau alat perekam suara.
      Setelah menyampaikan bahan pembelajaran, guru secara langsung dapat mengadakan Tanya Jawab tentang isi materi yang sudah disampakannya atau menugasi siswa untuk menjawab pertanyaan yang sudah disiapkan lebih dulu. Pertanyaan yang baik harus disusun secra sistematis. Menurut Baradja (1980), sistematisasi pertanyaan-pertanyaan untuk materi pembelajaran menyimak dapat dilakukan dengan menggunakan table berikut.
Perilaku siswa yang dipancing






Jenis pertanyaan
MENGINGAT FAKTA
Mengingat nama orang, nama tempat, urutan kejadian dan hal-hal lain yang secara eksplisit disebutkan dalam teks lisan
MEMAHAMI KOSAKATA BARU
Memahami arti kata, ungkapan, dan sebagainya dalam hubungan kalimat
MENARIK KESIMPULAN
Mengidentifikasi isi persoalan, meramalkan kejadian selanjutnya, membuat intprestasi afektif,dan sebagainya
Ya – tidak/ alternative
1
2
3
Dengan kata tanya
4
5
6

      Pada tabel diatas tampak ada 2 jenis pertanyaan dan 3 jenis perilaku siswa yang terpancing. Secara keseluruhan, ada 6 pertanyaan, yaitu pertanyaan 1-3 jenis pertanyaan ya- btidak/alternative bdan pertanyaan 4-6 jenis pertanyaan yang menggunakan kata tanya, misalnya apa, mengapa, bagaimana, dan lain-lainnya. Macam pertanyaan 4-6, tidak dapat disangkal, termasuk golongan pertanyaan yang sukar. Gradasi kesukaran sudah diurutkan, makin besar nomor pertanyaan makin sukar atau makin kecil nomor pertanyaan makin mudah. Sebaiknya macam pertanyaan 1-3 diberikan di kelas rendah, sedangkan macam pertanyaa 4-6 diberikan di kelas tinggi.
            Pertanyaan jenis ya- tidak adalah pertanyaan yang jawabannya didahului dengan kata ya atau tidak.
Contoh;
Pertanyaan   : Ayahmu bekerja?
Jawab                        : Ya, ayah saya bekerja.
                        Tidak, ayah saya tidak bekerja.
            Pertanyaan jenis alternatif adalah pertanyaan yang memberikan pilihan kepada siswa dan pilihannya itu keduanya secara eksplisit disebutkan dalam pertanyaan itu.
Contoh;
Pertanyaan   : Niko ke sekolah atau di rumah?
Jawab                        : Niko ke sekolah.
                        Niko di rumah.
            Jenis pertanyaan yang menggunakan kata tanya biasanya lebih sukar daripada jenis ya- tidak atau alternative, karena jawabannya bergantung kepada xxpemahaman siswa aka nisi teks lisan dan kemampuannya menyusun kalimat.
Contoh;
Pertanyaan      : Apa yang dilakukan Malin Kundang setelah menjadi saudagar kaya raya?
Jawab                        : Ia pergi berlayar menuju tempat kelahirannya.
                        Atau
                        Ia tidak mengakui ibu kandungnya sendiri.




Tabel : Menyimak yang Efektif
Menyimak yang Efektif
Menyimak yang Lemah
Menyimak yang Kuat
1.
Temukan beberapa area minat
Menghilangkan pelajaran yang “kering”
Menggunakan peluang dengan bertanya “Apa isinya untuk saya?”
2.
Nilailah isinya, bukan penyampaiannya
Menghilangkannya jika penyampaiannya jelek
Menilai isi, melewati kesalahan-kesalahan penyampaian
3.
Tahanlah semangat Anda
Cenderung berargumen
Menyembunyikan penilaian sampai paham
4.
Dengarkan ide-ide
Menyimak kenyataan
Menyimak tema inti
5.
Bersikap fleksibel
Membuat catatan intensif dengan memakai hanya satu sistem
Membuat catatan lebih banyak. Memakai 4-5 sistem berbeda tergantung pembicara
6.
Bekerjalah saat menyimak
Pura-pura menyimak
Bekerja keras, menunjukkan keadaan tubuh yang aktif
7.
Menahan gangguan
Mudah tergoda
Berjuang/menghindari gangguan, toleransi pada kegiatan-kegiatan jelek, tahu cara berkonsentrasi
8.
Latihlah pikiran anda
Menahan bahan yang sulit, mencari bahan yang sederhana
Menggunakan bahan yang padat untuk melatih pikiran
9.
Bukalah pikiran anda
Setuju dengan informasi jika mendukung ide-ide yang terbentuk sebelumnya
Mempertimbangkan sudut pandang yang berbeda sebelum membentuk pendapat.
10.
Tulislah dengan huruf besar tentang fakta karena berpikir lebih cepat daripada berbicara
Cenderung melamun bersama dengan pembicara yang lemah
Menantang, mengantisipasi, merangkum, menimbang bukti, mendengar apa yang tersirat.

  1. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran Menyimak
Strategi menyimak dan berpikir langsung mbl / dlta (direct listening thinking activities)
  • Pra Simak
Persiapan Menyimak :
  1. Pada tahap ini guru memberitahukan judul cerita yang akan disimak, misalnya “Saat Sendirian di Rumah”.
  2. Berdasarkan judul teresbut guru menanyakan kepada siswa misalnya: “Bagaimana seandainya malam hari sendirian di rumah?”
  3. Untuk membangkitkan imajinasi siswa guru bisa menunjukkan gambar rumah yang gelap.
  4. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan Apa kira-kira isi cerita yang akan dibacakan, apa yang kira-kira menarik dari cerita itu, bagaimana seandainya peristiwa itu terjadi pada kalian? Dan sebagainya.
  • Saat Simak
Guru Membaca Nyaring :
  1. Guru membacakan cerita dengan suara nyaring secara menarik dan hidup
  2. Pada bagian tertentu yang dianggap memiliki hubungan dengan prediksi dan tujuan pembelajaran, guru menghentikan pembacaan dan mengajukan pertanyaan kepada siswa. Misalnya : “Apa kesimpulan yang kalian peroleh, apa yang terjadi kemudian, apa yang terjadi selanjutnya dsb.”
  3. Setelah tanya jawab dianggap cukup, guru melanjutkan membacakan lagi. Dan mengulangi langkah di poin kedua sampai cerita selesai.


  • Pasca Simak
Refleksi :
  1. Guru mengakhiri pembacaan cerita
  2. selanjutnya guru meminta siswa untuk mengemukakan kembali isi cerita dan guru meminta pendapat siswa tentang unsur-unsur cerita, misalnya tentang watak tokoh, tentang alur, seting dan sebagainya secara lisan. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan menunjuk siswa maju ke depan untuk menceritakan kembali cerita yang telah dibacakan guru secara bergantian.
Strategi pertanyaan jawaban (pj)
  • Pra Simak
  1. Guru mengemukakan judul bahan simakan
  2. Guru mengajukan pertanyaan berkenaan dengan isi simakan yang akan dibicarakan
  • Saat Simak
  1. Guru membacakan materi simakan. Pembacaan dapat dilakukan perbagian dengan diselingi pertanyaan atau dibacakan secara keseluruhan secara langsung
  • Pasca Simak
  1. Guru membacakan materi simakan. Pembacaan dapat dilakukan perbagian dengan diselingi pertanyaan atau dibacakan secara keseluruhan secara langsung
  2. Setelah materi simakan selesai dibacakan guru memberi kesempatan kepada siswa menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
  3. Guru mengadakan tanya-jawab dengan siswa.
  4. Siswa mengemukakan kembali informasi yang telah diperoleh, (bisa secara tertulis atau lisan).

Strategi kegiatan menyimak secara langsung/kml atau dla (direct listening activities)
  • Pra Simak
  1. Guru mengemukakan tujuan pembelajaran, membacakan judul teks simakan, bertanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan judul bahan simakan sebagai upaya untuk pembangkitan skemata siswa. Selanjutnya guru mengemukakan hal-hal pokok yang perlu dipahami siswa dalam menyimak
  • Saat Simak
  1. Guru meminta siswa mendengarkan materi simakan yang dibacakan oleh guru.
  • Pasca Simak
  1. Guru melakukan tanya jawab tentang isi simakan. Pertanyaan tidak selalu harus diikat oleh pertanyaan yang terdapat dalam buku. Guru hendaknya menambahkan pertanyaan yang dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa atau masalah lain yang aktual.
  2. Guru memberikan latihan/tugas/kegiatan lain yang berfungsi untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam menyimak.
B.   BERBICARA
1.    Hakikat Berbicara
Saudara, dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi lisan. Menyimak adalah kegiatan memahami pesan, sedangkan berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan (Brown dan Yule, 1983). Berbicara sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial karena berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologist, dan linguistik secara luas. Banyaknya faktor yang terlihat di dalamnya, menyebabkan orang beranggapan bahwa berbicara merupakan kegiatan yang kompleks. Faktor-faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan berbicara sehingga harus diperhatikan pada saat kita menentukan mampu tidaknya seseorang berbicara. Jadi, tingkat kemampuan berbicara seseorang atau siswa tidak hanya ditentukan dengan mengukur penguasaan faktor linguistik saja atau faktor psikologis saja, tetapi dengan mengukur penguasaan semua faktor tersebut secara menyeluruh.
Seseorang dapat membaca atau menulis secara mandiri, dapat menyimak siaran radio sendiri. Tetapi, sangatlah jarang, orang melakukan kegiatan berbicara tanpa hadirnya orang kedua sebagai pemerhati atau penyimak. Oleh sebab itu, Valette (1977) berpendapat bahwa berbicara merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat sosial.
Perhatikan contoh kegiatan berbicara berikut ini.
Bu Tina: “Saya dengar Andi mengalami kecelakaan. Oleh karena itu, saya langsung datang ke sini.”
Bu Susi: “Benar. Kalau saja dia mau mendengarkan omongan saya, tidak naik motor ke sekolah, mungkin saat ini dia tidak berbaring di sini.”
Bu Tina: “Sudahlah, Bu. Jangan terlalu disesali. Mudah-mudahan kejadian ini membawa hikmah bagi kita, terutama bagi Andi. Kita berdo’a saja, mudah-mudahan luka-luka Andi cepat sembuh dan Andi bisa kembali ke sekolah seperti biasa.”
Bu Susi: “Ya, Bu. Terima kasih atas kedatangan Ibu.”
Pemirsa, saat ini kita berada di lokasi banjir kota Semarang. Banjir yang terjadi sejak hari Senin kemarin masih menggenangi rumah-rumah dan sekolah-sekolah di kota ini. Para penghuni rumah yang terkena banjir berusaha menyelamatkan barang-barang mereka ke tempat yang lebih aman. Anak-anak sekolah terpaksa libur karena sekolah tempat mereka menimba ilmu tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Banjir di kota ini baru pertama kali terjadi. Namun, kita harus terus waspada mengingat musim hujan masih panjang. Kita harus menjaga lingkungan agar banjir seperti ini tidak terulang lagi. Demikian laporan dari atika Suri. Kita kembali ke Studio 5. Silakan Adolf.
Kedua contoh di atas, tampak bahwa berbicara tidak hanya berkaitan dengan masalah pelafalan dan intonasi saja, tetapi juga dengan penyusunan pemahaman. Berbicara menuntut penggunaan bahasa secara tepat pada tingkatan yang ideal (Madsen, 1983). Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, tata bahasa, dan kosakata dari bahasa yang digunakannya itu. Selain itu, penguasaan masalah yang akan disampaikan dan kemampuan memahami bahasa lawan bicara diperlukan juga.
2.    Tujuan Berbicara

Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1983:15) tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikombinasikan, dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan pembicaraan biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yaitu Tujuan berbicara dapat dibedakan atas lima golongan,yakni untuk :

a.Mendorong/menstimulasi
b.Meyakinkan
c.Menggerakkan
d.Menginformasikan
e.Menghibur

Tujuan dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara berusaha memberi semanagt atau gairah hidup kepada pendengar.Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inspirasi atau membangkitkan emosi para pendengar.Misalnya pidato Ketua Umum Koni dihadapan para atlet yang bertanding diluar negri bertujuan agar para atlit mempunyai semangat yang cukup tinggi dalam rangka membela negara.
Tujuan suatu uraian atau ceramah dikatakan meyakinkan apabila pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan pendapat atau sikap para pendengar. Alat yang paling penting dalam uraian itu adalah argumentasi.Untuk itu diperukan bukti,fakta, dan contoh kongkret yang dapat memperkuat uraian untuk meyakinkan pendengar.Reaksi yang diharapkan adalah adanya penyesuaian keyakinan ,pendapat atau sikap atas persoalan yang disampaikan.
Tujuan suatu uraian disebut menggerakkan apabila pembicara menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar.Misanya berupa seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana,penandatanganan suatu resolusi,mengadakan aksi sosial.Dasar dari tindakan atau perbuatan itu adalah keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi.
Tujuan suatu uraian dikatakan menginformasikan apabila pembicara ingin memberi informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat mengerti dan memahaminya. Misalnya,seorang guru menyampaikan pelajaran dikelas,seorang dokter menyampaikan kebersihan lingkungan,seorang polisi menyampaikan masalah tata tertib berlalu lintas dan sebagainya.
Tujuan suatu uraian dikatakan menghibur apabila pembicara berusaha menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya.Pembicaraan seperti ini biasanya dilakukan dalam suatu resepsi,ulang tahun, pesta atau pertemuan gembira lainnya.Humor merupakan alat yang paling utama dalam uraian seperti itu.Reaksi yang diharapkan adalah timbulanya rasa gembiira,senang,dan bahagia bagi para pendengar.
Berdasarkan uraian di `atas maka dapat disimpulkan bahwa seseorang melakukan kegiatan berbicara selain untuk berkomunikasi juga bertujuan untuk mempengaruh orang lain dengan maksud apa yang dibicarakan dapat diterima oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya hubungan timbal balik secara aktif dalam kegiatan bebricara antara pembicara dengan pendengar akan membentuk kegiatan berkomunikasi menjadi lebih efektif dan efisien.

3.    Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara

Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu dalam usaha menyampaikan pesan secara lisan kepada sekelompok orang, yang disebut juga audience atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan dapat sampai kepada audience dengan baik, perlu diperhatikan beberapa faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara. Kegiatan berbicara juga memerlukan hal-hal di luar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan. Pada saat berbicara diperlukan a) penguasaan bahasa, b) bahasa, c) keberanian dan ketenangan, d) kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur
Faktor penunjang pada kegiatan berbicara sebagai berikut. Faktor kebahasaan, meliputi a) ketepatan ucapan, b) penempatan tekanan nada, sendi atau durasi yang sesuai, c) pilihan kata, d) ketepatan penggunaan kalimat serta tata bahasanya, e) ketepatan sasaran pembicaraan. Sedangkan faktor nonkebahasaan, meliputi a) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, b) pendangan harus diarahkan ke lawan bicara, c) kesediaan menghargai orang lain, d) gerak-gerik dan mimik yang tepat, e) kenyaringan suara, f) kelancaran, g) relevansi, penalaran, h) penguasaan topik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara adalah faktor urutan kebahasaan (linguitik) dan non kebahasaan (nonlinguistik).
4.    Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara
Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang mengakibatkan pesan yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Tiga faktor penyebab gangguan dalam kegiatan berbicara, yaitu:
1) Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan faktor yang berasal dari luar partisipan.
2) Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan faktor nonlinguistik, misalnya lagu, irama, tekanan, ucapan, isyarat gerak bagian tubuh, dan
3) Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.

5.    Jenis-jenis Berbicara
Saudara, klasifikasi berbicara dapat dilakukan berdasarkan tujuannya, situasinya, cara penyampaiannya, dan jumlah pendengarnya. Perinciannya adalah sebagai berikut.

a.    Berbicara berdasarkan tujuannya
1)    Berbicara memberitahukan. Melaporkan, dan menginformasikan.
Berbicara untuk tujuan memberitahukan, melaporkan atau menginformasikan dilakukan jika seseorang ingin menjelaskan suatu proses; menguraikan, menafsirkan sesuatu; memberikan, menyebarkan atau menanamkan pengetahuan; dan menjelaskan kaitan, hubungan atau relasi antarbenda, hal atau peristiwa. Kegiatan berbicara seperti ini sering dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, Ibu Ana menjelaskan cara membuat tape ketan dalam kegiatan PKK di kelurahan.
2)    Berbicara menghibur.
Saudara, berbicara untuk menghibur memerlukan kemampuan menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraannya bersifat santai dan penuh canda. Humor yang segar, baik dalam gerak-gerik, cara berbicara dan menggunakan kata atau kalimat akan memikat para pendengar. Berbicara untuk menghibur biasanya dilakukan oleh para pelawak dalam suatu pentas.
3)    Berbicara membujuk, mengajak, meyakinkan atau menggerakkan.
Kadang-kadang pembicara berusaha membangkitkan inspirasi, kemauan atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya, guru membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasihat-nasihat. Kegiatan berbicara seperti ini termasuk kegiatan berbicara untuk mengajak atau membujuk. Dalam kegiatan berbicara ini. Pembicara harus pendai merayu, mempengaruhi atau meyakinkan pendengarnya. Kegiatan berbicara seperti ini akan berhasil jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, kebutuhan atau cita-cita pendengarnya.
Dalam kegiatan berbicara untuk meyakinkan, pembicara berusaha meyakinkan tentang sesuatu kepada pendengarnya. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah, dari menolak menjadi menerima. Bukti, fakta atau contoh yang tepat yang disodorkan dalam pembicaraan akan membuat pendengar menjadi yakin.

b.    Berbicara berdasarkan situasinya
1)    Berbicara formal
Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal.
Misalnya, ceramah dan wawancara.
2)    Berbicara informal
Dalam situasi informal, pembicara harus berbicara secara tidak formal.
Misalnya, bertelepon.

c.    Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya
1)    Berbicara mendadak
Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di muka umum.
2)    Berbicara berdasarkan catatan
Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraannya sebelum tampil di muka umum.
3)    Berbicara berdasarkan hafalan
Dalam berbicara hafalan, pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan pembicaraannya. Kemudian, dihafalkannya kata demi kataa, kalimat demi kalimat sebelum melakukan pembicaraannya.
4)    Berbicara berdasarkan naskah
Dalam berbicara seperti ini, pembicara telah menyusun naskah pembicaraannya secara tertulis dan dibacakannya pada saat berbicara. Jenis berbicara ini, dilakukan dalam situasi yang menuntut kepastian dan resmi, serta menyangkut kepentingan umum, misalnya pidato kenegaraan yang dilakukan oleh presiden dalam siding DPR.

d.    Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya
1)    Berbicara antarpribadi
Berbicara antarpribadi terjadi jika dua orang membicarakan sesuatu. Suasana pembicaraannya dapat bersifat serius atau santai bergantung kepada masalah yang diperbincangkan atau bergantung kepada hubungan kedua pribadi yang terlihat dalam pembicaraan, misalnya, pembicaraan antara dokter dengan pasiennya.


2)    Berbicara dalam kelompok kecil
Pembicaraan seperti ini terjadi antara pembicara dengan sekelompok kecil pendengar (3-5 orang). Dalam kegiatan pembelajaran, jenis berbicara seperti ini, sering dilakukan. Kelompok kecil merupakan sarana yang dapat untuk melatih siswa mengungkapkan pendapatnya secara lisan, terutama untuk melatih siswa yang jarang berbicara. Suasana dalam kelompok kecil lebih memungkinkan siswa berani berbicara.
3)    Berbicara dalam kelompok besar
Jenis berbicara ini terjadi apabila pembicara menghadapi pendengar yang berjumlah besar. Perpindahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau dari pendengar menjadi pembicara dalam berbicara seperti ini terjadi di ruang kelas, pendengar berkesempatan untuk bertanya atau berkomentar tentang, isi pembicaraan yang disampaikan pembicara. Dalam hal ini, pendengar dapat berperan sebagai pembicara. Tetapi, apabila terjadi di luar kelas, misalnya dalam kampanye pemilihan umum, kotbah jumat di mesjid, tidak ada kesempatan bertanya atau berkomentar bagi pendengar.
6.    Metode Pembelajaran Berbicara
Tidak ada metode pembelajaran berbicara yang sempurna. Guru dituntut untuk mampu memilih dan menentukan metode yang paling sesuai dengan situasi yang dihadapinya di kelas. Adapun metode pembelajaran berbicara yang dapat dipilih adalah:

1. ulang-ucap;
2. lihat-ucapkan;
3. memerikan;
4. menjawab pertanyaan;
5. bertanya;
6. pertanyaan menggali;
7. melanjutkan cerita;
8. menceritakan kembali;
9. percakapan;
10. parafrase;
11. reka cerita gambar;
12. bercerita;
13. memberi petunjuk;
14. melaporkan;
15. bermain peran;
16. wawancara;
17. diskusi;
18. bertelepon;
19. dramatisasi.

Salah satu aspek yang penting adalah aspek berbicara. Dengan keterampilan berbicara siswa akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara lisan dalam konteks dan situasi pada saat mereka sedang berbicara. Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, perlu adanya pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah pembelajaran dramatisasi kreatif. Dengan pembelajaran dramatisasi kreatif diharapkan hasil ketrampilan berbicara siswa menjadi meningkat dan lebih baik.
7.    Bahan dan Strategi Pembelajaran Berbicara
Tujuan utama pembelajaran berbicara di SD adalah melatih siswa dapat berbicara dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai bahan pembelajaran berbicara, misalnya menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca atau didengar, mengungkapkan pengalaman pribadi, bertanya jawab berdasarkan bacaan, bermain peran, berpidato.
Banyak cara untuk melaksanakan pembelajaran berbicara di SD, misalnya siswa diminta merespons secara lisan gambar yang diperlihatkan guru, bermain tebak-tebakan, menceritakan isi bacaan, bertanya jawab, mendiskusikan bagian cerita yang menarik, membicarakan keindahan sebuah puisi, melanjutkan cerita guru, berdialog, dan sebagainya. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan bahwa pembelajaran berbicara harus dikaitkan dengan pembelajaran keterampilan lainnya.
Untuk memantau kemajuan siswa dalam berbicara, guru dapat melakukannya ketika siswa sedang melaksanakan kegiatan diskusi kelompok, tanya jawab, dan sebagainya. Pengamatan guru terhadap aktivitas berbicara para siswanya dapat direkam dengan menggunakan format yang telah dipersiapkan sebelumnya. Faktor-faktor yang diamati adalah lafal kata, intonasi kalimat, kosakata, tata bahasa, kefasihan bicara, dan pemahaman.
 2.2 Pengertian Strategi Pembelajaran Bahasa
Strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan.Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. ( J.R. David dalam Sanjaya, 2008 ; 126).Selanjutnya dijelaskan strategi pembelajaran adalah sesuatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. (Kemp dalam Sanjaya, 2008: 126). Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang selalu sama.
Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur atau teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung.
Berbagai jenis strategi pembelajaran,yaitu Strategi deduktif dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui. Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar,serta memberikan balikan.
Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses.
Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pebelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pebelajar, reviu berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, strategi bermakna sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi dapat diartikan pula sebagai upaya untuk mensiasati agar tujuan suatu kegiatan dapat tercapai.
Salah satu unsur dalam strategi pembelajaran adalah menguasai berbagai metoda/teknik pembelajaran. ciri suatu metoda/teknik pembelajaran yang baik adalah :
a. mengundang rasa ingin tahu murid;
b. menantang murid untuk belajar;
c. memngaktifkan mental, fisik, dan psikis murid;
d. memudahkan guru;
e. mengembangkan kreativitas murid;
f. mengembangkan pemahaman murid terhadap materi yang dipelajari.
2.3 Strategi Pembelajaran Bahasa Lisan
A. Jenis Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan
Ada empat jenis strategi pembelajaran berbahasa lisan,yaitu:
a. Strategi deduktif, dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui.
b.Strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui.
c.Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar,serta memberikanbalikan.
d.Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing.
B. Manfaat keterampilan bahasa lisan
Berbicara dan mendengarkan adalah dua jenis keterampilan berbahasa lisan yang sangat erat kaitannya.Berbicara bersifat produktif,sedangkan mendengarkan bersifat reseftif.Dalam pemerolehan atau belajar suatu bahasa, keterampilan berbahasa jenis reseftif tampak banyak mendukung pemerolehan bahasa jenis produktif.Dalam suatu peristiwa komunikaasi sering kali beberapa jenis keterampilan berbahasa digunakan secara bersama-sama guna mencapai tujuan komunikasi.
Ketermapilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada tingkat ketermapilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang,misalnya profesi sebagai manager, jaksa, pengacara, guru dan wartawan.
C.   Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan dan Penerapannya melalui kegiatan Bercerita dan Dramatisasi Kreatif.
Menyimak Melalui kegiatan dramatisasi. Menyimak dan berbicara merupakan keterampilan berbahasa lisan yang amat sangat fungsional dalam kehidupan manusia sehari-hari. Betapa tidak , karena dengan menyimak dan berbicara kita dapat memperoleh dan menyampaikan informasi. Oleh sebab itu, sangatlah beralasan apabila setiap orang, lebih-lebih siswa , dituntut keterampilannya untuk mampu menyimak dan berbicara dengan baik.
Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan dan Penerapannya Melalui Kegiatan Bercerita dan Dramatisasi Kreatif, agar strategi yang dipilih dan diterapkan dapat mencapai sasarannya perlu diperhatikan beberapa prinsip yang melandasi pembelajaran berbahasa lisan seperti berikut ini.
1) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mempunyai tujuan yang jelas yang diketahui oleh guru dan sisiwa.
2) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan disusun dari yang sederhana ke yang lebih kompleks, sesuai dengan tingkat perkembangan bahasa siswa.
3) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus mampu menumbuhkan partisipasi aktif terbuka pada diri siswa.
4) Pengajaran keterampilan berbahasa lisan harus benar-benar mengajar, bukan menguji. Artinya skor yang diperoleh siswa harus dipandang sebagai balikan bagi guru.
5) Agar pembelajaran berbahasa lisan memperoleh hasil yang baik, strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
·         Relevan dengan tujuan pembelajaran.
·         Memudahkan siswa memahami materi pembelajaran.
·         Menantang dan merangsang siswa untuk belajar.
·         Mengembangkan kretivitas siswa secara individual ataupun kelompok.
·         Mengarahkan aktivitas belajar siswa kepada tujuan pembeljaran yang telah ditetapkan.
·         Mudah diterapkan dan tidak menuntut peralatan yang rumit.
·         Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan.

Pengertian Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain drama adalah kegiatan mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa terlebih dahulu harus mempersiapkan naskah atau skenario, perilaku, dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks daripada bermain peran. Melalui dramatisasi, siswa dilatih untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan

D. Contoh Pembelajaran Berbahasa Lisan melalui kegiatan Bercerita dan Dramatisasi Kreatif.
1. Bermain tebak-tebakan
Guru : “Anak-anak Ibu punya sebuah tebak-tebakan! Dengarkan dengan seksama, nanti kalau ada yang tau jawabannya langsung acungkan tangan dan langsung jawab, kalian mengerti?”
Siswa : “Mengerti, Bu Guru!”
Guru : “Bagus! Dengarkan, siapa aku. Aku sangat diperlukan untuk lalu lintas. Banyak tempat dan kota yang kuhubungkan. Berbagai jenis mobil lewat di punggungku. Aku dikeraskan dengan batu dan aspal. Silakan terka, siapa aku!”
Siswa : “ Jalan raya!”
Guru : “ Anak-anak Bapak punya sebuah tebak-tebakan! Dengarkan, Pak Guru akan melukiskan suatu benda. Siapa yang mengetahui benda yang Pak Guru maksudkan, segera acungkan tangan!”
Siswa : Siap, Pak Guru!”
Guru : “Bagus!” Dengarkan, disana ada sebuah tempat berair. Bentuknya memanjang dan berliku-liku. Air dari sana diperlukan oleh petani. Didalamnya kadang-kadang banyak ikan. Silakan terka, apa nama tempat itu!”
Siswa: “ Sungai!”
Guru : “ Anak-anak Ibu punya sebuah tebak-tebakan! Dengarkan, dengan seksama, nanti kalau ada yang tau jawabannya langsung acungkan tangan dan langsung jawab, kalian mengerti?”
Siswa : “ Mengerti, Bu Guru!”
Guru : “Bagus! Dengarkan, ada sejenis burung yang indah. Jenis burung ini suka menari. Bila menari, ekornya seperti kipas. Jenis burung ini sukar didapat. Silakan terka, Burung itu namanya!”
Siswa :“ Merak!”
2. Menjawab Pertanyaan
Guru : “Pak Guru akan membacakan sebuah cerita singkat. Dengarkan baik-baik karena setelah itu ada beberapa pertanyaan yang harus kalian jawab! Sekali lagi, dengarkan!”
Siswa : Siap, Pak Guru!”
Inilah teks yang dibacakan guru.
Rombongan SD Sukatani tiba berangsu-angsur di Candi Borobudur. Bus pertama tiba pukul 10.2.. Lima menit kemudian menyusul bis kedua dan ketiga secara bersama-sama sedangkan bus keempat tiba 10 menit kemudian.
“Pak, apakah semua bus telah sampai? “kata Bu Euis.
“ Sudah Bu, semua bus telah sampai dengan selamat,” jawab Pak Ujang.
“Syukur kalau begitu,” kata Bu Euis.
Guru : “ Dari cerita yang kalian dengarkan, sekarang coba jawab pertanyaan dari Pak Guru!
Siswa : “ Iya, Pak!”
Guru : “ Siapa yang bercakap-cakap dalam cerita yang telah Bapak bacakan?”
Ari : “ Saya Pak, yang bercakap-cakap tadi Bu Euis dengan Pak Ujang!”
Guru : “ Ya benar, tepat sekali jawabanmu, Ari!”
Nah pertanyaan selanjutnya, Apa yang Pak Ujang dan Bu Euis bicarakan? Untuk pertanyaan ini silahkan dijawab oleh Rini!”
Rini : “ Mereka membicarakan soal apakah semua bis telah sampai atau tidak.”
Guru : “ Ya benar Rini, Pak Ujangdan Bu Euis mengecek semua bus yang telah sampai. Selanjutnya, giliranmu Diki! Mengapa Pak Ujang dan Bu Euis membicarakan hal itu?
Diki : “ Agar tahu sudah sampai apa belum semua bus yang ikut bertamasya ke Candi Borobudur Pak!”
Guru :” Tepat sekali jawabanmu, Diki. Nah sekarang, Ani! Dimana hal itu dibicarakan?
Ani : “ Di Candi Borobudur, Pak!”
Guru : “Tepat sekali. Ok, sekarang pertanyaan terakhir, untuk Rino! Berapa jumlah Bus yang ikut bertamasya ke Candi Borobudur?”
Rino : “ 4 bus, Pak!”
Guru : “ Bagus sekali. Pertanyaan dari Bapak telah kalian jawab dengar benar. Kalian memang murid-murid yang pandai.
3. Menyelesaikan Cerita
Guru : “Temanmu yang Ibu tunjuk nanti akan bercerita. Simak baik-baik isi ceritanya sebab pada saatnya nanti Ibu akan menunjuk seorang dari kamu untuk melanjutkan cerita temanmu itu. Jelas apa yang akan kamu lakukan nanti?”
Siswa : “ Jelas, Pak.”
Guru : “Baik. Andri, Silahkan mulai bercerita.”
Andri : “Baik, Bu. Ceritanya tentang Gajah yang Ingin Kurus. Siang itu, Gaga, si gajah bertubuh besar, termenung sendirian di depan seonggok rumput. Akan tetapi, kali ini, ia terpaksa membiarkan rumput-rumput itu. Gaga mendongak ketika Merpati hinggap di pohon jati yang mulai kering. “Mengapa kau tidak mau makan rumput, Ga? Apa kamu tak lapar?” Tanya Merpati.
Gaga sebenarnya mendengar pertanyaan Merpati. Akan tetapi, ia menutup mata dan berusaha tidur. Merpati itu terbang dan hinggap di telinganya yang lebar. “Gaga, mengapa kamu tak makan? Teriaknya keras-keras.
Gaga terkejut. Ia tak menyangka Merpati akan seberani itu. Semua hewan di hutan mengenal Gaga sebagai hewan yang paling kuat. Bahkan, Singa saja takut padanya.
Guru : “ Baik, Andri. Sekarang giliran Lia melanjutkan cerita itu.”
Lia : “Gaga kemudian berdiri dan mengibas-ngibaskan telinganya yang lebar.
“Aku ingin kurus. Aku tak ingin punya badan sebesar ini. Oleh sebab itulah, aku tak ingin makan rumput. Aku akan puasa,” kata Gaga.
Merpati mengangguk-ngangguk. Sebenarnya, ia merasa kasihan pada Gaga.
“Mengapa kamu tak ingin memiliki tubuh yang besar? Bukankah dengan tubuh besar itu kamu menjadi kuat? tanya Merpati.
“Kata Kucing, jika tubuhku terlalu besar, aku tak akan dapat lari secepat kijang. Jika ada bahaya, aku tak akan menyelamatkan diri.” Gaga kemudian berlari-lari di hutan agar badannya cepat kurus.
Guru : “Bagus sekali. Ayo, Rahma lanjutkan!”
Rahma : “Tubuhmu memerlukan gizi yang cukup. Jadi, kau harus tetap makan. Jika tidak makan, kamu akan lemas dan tidak kuat berjalan lagi,” kata Sapi.
Semua hewan sudah menasehatiGaga agar mau makan seperti semula. Akan tetapi, Gaga tidak mau mendengarkan nasehat mereka.
Lama-kelamaan, Gaga terbaring lemas. Ia tak kuat lagi mengangkat badannya untuk berdiri. Akhirnya, Gaga menyerah. Ia merangkak keluar untuk mencari rumput. “Aku harus mencari makanan! Katanya lemas.
Gaga segera menyantap rumput. Ia sudah jera. Sekarang ia tak takut bertubuh besar. Ia juga tak takut tidak dapat berlari secepat kijang. Pokoknya, ia ingin kuat dan sehat. Semua hewan di hutan, gembira melihat Gaga mau makan lagi.
Guru : “Bagus, bagus! Memang, kalian jempolan dalam bercerita.”
4. Bercerita
Guru : “Selamat pagi, Anak-anak”
Siswa : “Selamat pagi, Bu Guru”
Guru : “Sesuai dengan janji Ibu tiga hari yang lalu, pada hari ini ibu akan menunjuk salah satu dari kalian untuk bercerita hari ini. Kalian sudah siap?”
Siswa : “siap, Bu!”
Guru : “Bagus, nah sekarang Ibu akan menunjuk Dimas! Nah Dimas silahkan bacakan cerita yang telah kamu siapkan. Sementara yang lain dengarkan dengan seksama cerita Dimas!”
Cerita Dimas sebagai berikut.
Kancil dan Kera
Seekor Kera asik makan pisang. Satu persatu buah pisang masak di tandan itu di petiknya. Dikupas dengan hati-hati lalu dimakannya.
Kancil ingin juga menikmati pisang itu. Bagaimana cara mengambilnya? Memintanya? Ah, pasti tidak diberi. Kancil tahu benar kera itu sangat kikir.
Kancil menemukan akal, dilemparinya kera itu dengan tanah. Kancil terus melempari Kera. Ia berusaha membuat Kera marah.
Lama-kelamaan Kera menjadi marah. Ia balik melempari Kancil. Satu-persatu buah pisang dijadikannya peluru. Kancil jadi sasaran peluru pisang.
Kancil pura-pura kesakitan, ia melompat-lompat menggerakan peluru. Kadang-kadang ia jatuh, sekali-kali iapun mengaduh kesakitan.
Kera puas. Ia pergi mencari pisang lain, ditinggalkannya kancil yang sedang mengerang-erang kesakitan. Akal bulus sang Kancil berhasil. Kera meninggalkan buah pisang itu. Kancil tinggal mengumpulkan pisang itu, lalu dimakannya dengan santai.
Siswa : menyimak dengan seksama
Guru : “Anak-anak setelah kalian mendengarkan cerita dari teman kalian Dimas, sekarang coba kalian jawab pertanyaan dari Ibu. Siapa saja pelaku dari cerita tadi?”
Ira : “kancil dan kera”
Guru : “Benar, Bagaimana sifat si Kancil?”
Wiwi : “ Kancil sifatnya pintar, lihai, licik.”
Guru : “ Bagus Wiwi, nah sebaliknya bagaimana sifat si Kera?”
Rita : “ Sifatnya kikir dan mudah dibodohi.”
Guru : “ Bagus, kalian memang murid-murid yang pintar.”
5. Memberi Petunjuk
Guru : Selamat pagi, anak-anak?
Siswa : Selamat pagi, Bu?
Guru : Sekarang kita akan belajar memberikan petunjuk tentang sesuatu yang dapat menjelaskan suatu hal yang ingin orang ketahui.
Missal : tentang jalan, cara membuat sesuatu/bisa saja tentang denah alamat kalian.
Siswa : Siap, Bu!
Guru :Tebu yang berumur 18-20 bulan dipotong, lalu daunnya dibuang dan dibersihkan. Setelah diikat dengan rapih kemudian diangkut ke pabrik.
Siswa : Terus bagaimana proses di pabrik itu, Bu?
Guru : Di pabrik, tebu-tebu itu di masukkan ke dalam mesin penggilingan. Dari penggilingan itu akan diperoleh air tebu/air gula. Selanjutnya air tebu di tampung di dalam ketel besar.
Siswa : Wah, sulit juga ya prosesnya. Terus, apa proses selanjutnya, Bu?
Guru : Air tebu dalam ketel tersebut di uapkan akhirnya yang tersisa hanya gula.
Siswa : Nah sekarang tebu itu sudah menjadi gula.
Guru : Belum selesai, anak-anak. Masih ada satu proses lagi.
Siswa : Proses apalagi, Bu?
Guru : Nah, proses terakhir adalah menaburkan obat kimia. Tujuannya untuk membentuk kristal-kristal.
Siswa : Wah, tenyata sulit juga ya.
Guru : sekarang, kalian sudah paham dan mengertikan penjelasan dari Ibu?
Siswa : ya, Bu!
6. Bertelepon
Guru : “ mari kita main telepon-teleponan. Giliran yang bertugas menelepon adalah Andini dan Rima sebagai teman Andini menerima telepon dari Andini.
Ceritanya hari ini hari minggu. Ayah dan Ibu mengajak Rima bekerja bakti. Mereka akan membersihkan lingkungan rumah bersama-sama.
Rima sedang bekerja ketika mendapat telepon dari Andini.
Andini : “Halo, selamat pagi!”
Rima : “Ya, halo. Selamat pagi!”
Andini : “Rima, ya? Ini Andini, Rim.”
Rima : “Eh, Andini. Ada apa, nih? Tumben pagi-pagi telepon.”
Andini : “Dirumahku lagi sepi. Aku main ke rumahmu, ya?”
Rima : “Boleh saja. Tapi aku sedang bekerja bakti.”
Andini : Bekerja bakti? Rajin sekali kamu, Rim!”
Rima : “Ya, supaya lingkungan kita bersih dan sehat, Din!”
Andini : “Memangmnya apa saja yang dilakukan?”
Rima : “Macam-macam. Membersihkan kamar mandi, menyapu dan mengepel lantai, membersihkan halaman, dan membersihkan got.”
Andini : “Kamu ikut melakukan semua itu?”
Rima : “Tidak. Aku tadi ditugasi merapikan kamar dan menyapu halaman.”
Andini : “ Pantas saja rumahmu selalu bersih. Aku juga betah lama-lama dirumahmu.”
Rima : “Terima kasih pujiannya. Ngomong-ngomong, kamu jadi kerumahku?”
Andini : “Jadi, tapi nanti sore saja. Aku juga mau membereskan kamarku agar rapi seperti kamarmu.”
Rima : “Nah, gitu, dong! Nanti sore aku tunggu, ya?”
Andini : “ Oke, Rim. Terima kasih, ya. Sampai ketemu nanti sore.”
7.Diskusi
Guru : “Pada hari senin kemarin kita mendengar berita bahwa kampung Deli terkena bencana alam. Veni, Leni, Ana, Linda, dan Yusuf berencana mengunjungi kampung Deli. Lalu apa yang akan mereka sumbangkan untuk membantu korban bencana alam tersebut?
Itulah yang harus mereka lakukan.
Silahkan kelima anak yang telah Bapak sebutkan mulai berdiskusi.
Veni : “Len, aku kasihan kepada penduduk kampong Deli. Akibat banjir itu mereka menderita.”
Leni : “Lalu, apa yang harus kita lakukan?”
Ana : “Bagaimana kalau kita mengadakan bakti social ke sana?”
Linda : “Aku setuju, Na!”
Veni : “ Aku akan menyisihkan sebagian tabunganku.”
Ana : “Aku akan mengumpulkan pakaian pantas pakai. Aku piker, mereka sangat membutuhkannya?”
Linda : “Aku akan membeli bahan makanan untuk mereka.”
Ana : “Bagaimana denganmu Suf?”
Yusuf : “aku setuju saja. Tapi saat ini aku tidak punya apa-apa untuk aku sumbangkan.”
Leni : “tidak apa-apa, Suf. Kamu kan punya pakaian bekas. Itu saja kamu sumbangkan yang penting, kamu ikhlas.”
Yusuf : “Baiklah kalau begitu. Besok akan aku bawakan.”
8. Main Peran
Guru : “Anak-anak, mari kita coba bermain peran.”
Ketika beristirahat di sekolah, Rudi melihat Anton jatuh dari tangga. Kaki dan tangan Anton berdarah. Anton menangis. Bapak Guru menyarankan agar Anton di bawa ke Puskesmas. Rudi mengantar Anton ke Puskesmas.
Anton : “Aduh, kakiku sakit sekali!”(meringis kesakitan)
Rudi : “Tahanlah! Ayo, cepat ke Puskesmas!”
Anton : “Tidak mau. Aku takut disuntik!”
Rudi : “Tidak apa-apa. Daripada nanti kena tetanus, ayo?”
Rudi dan Anton menuju ke Puskesmas yang terletak disebelah sekolah mereka. Rudi menuju ke loket pendaftaran. Anton duduk di kursi tunggu.
Petugas : “Siapa yang sakit?”
Rudi : “Teman saya.” (menunjuk ke Anton)
Petugas : “Mengapa tangan dan kakinya terluka?”
Rudi : “Jatuh dari tangga.”
Petugas : “Siapa namanya?”
Rudi : “Anton”
Petugas : “Usianya berapa?”
Rudi : “10 tahun.”
Petugas : “Dimana alamatnya?”
Rudi : “SD 1Tanggul Angin.”
Anton : (mendekati ke loket pendaftaran)”Cepat, Pak!”
Petugas : (tersenyum) ”Sabar, Dik! Ini sudah selesai. Silahkan kalian tunggu ditempat itu.”(menunjuk bangku tunggu)
Rudi : “Terima kasih, Pak.”
Rudi dan Anton menuju ke bangku tunggu. Setelah agak lama menunggu, Anton tidak sabar. Ia mengajak Rudi pulang.
Anton : “Kita pulang saja, Rud.”
Rudi : “Lho, bagaimana, sih? Sudah mendaftar kok pulang?”
Anton : “Habis, lama sekali sih.”
Rudi : “Sabar sedikitlah, Ton.”
Anton : “Tidak bisa minta di dahulukan?”
Rudi : “Kita harus menaati peraturan, Ton. Antri, menunggu giliran.”
Petugas memanggil nama Anton. Rudi membimbing Anton menuju ke kamar periksa.

D.   Penilaian Keterampilan Berbicara
Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian termasuk dalam pembelajaran kegiatan berbicara. Cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, bukan menulis, maka penilaian keterampilan berbicara lebih ditekankan pada praktik berbicara.
Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan tertentu perlu ada penilaian. Penilaian yang dilakukan hendaknya ditujukan pada usaha perbaikan prestasi siswa sehingga menumbuhkan motivasi pada pelajaran berikutnya. Penilaian kemampuan berbicara dalam pengajaran berbahasa berdasarkan pada dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi lafal, kosakata, dan struktur sedangkan faktor nonkebahasaan meliputi materi, kelancaran dan gaya (Haryadi, 1997:95).
Dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya harus memperhatikan lima faktor, yaitu.
a) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat?
b) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara serta rekaman suku kata memuaskan?
c) Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internall memahami bahasa yang digunakan?
d) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?
e) Sejauh manakah “kewajaran” dan “kelancaran” ataupun “kenative-speaker-an” yang tecermin bila sesorang berbicara?

Penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara siswa dilakukan melalui tugas bercerita. Untuk mengevaluasi kemampuan berbicara siswa dibutuhkan format penilaian berbicara. Berikut merupakan format penilaian berbicara/bercerita yang dimodifikasi dari penilaian Jakovits dan Gordon (Nurgiyantoro, 2001:290).

Lembar Penilaian Berbicara
Nama             :                                                                      Pengamat      :
Tanggal         :                                                                       Hasil               :
Komponen yang dinilai
Skala nilai
Keterangan
Lafal
5 4 3 2 1

Kosakata
5 4 3 2 1

struktur
5 4 3 2 1

Materi
5 4 3 2 1

Kelancaran
5 4 3 2 1

Gaya
5 4 3 2 1

Jumlah
5 4 3 2 1

Kriteria Penilaian:
A. Aspek Kebahasaan
a. Lafal
5 Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi jelas
4 Pelafalan fonem jelas, standar, dan intonasi kurang jelas
3 Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek, dan intonasi kurang tepat
2 Pelafalan fonem kurang jelas terpengaruh dialek, dan intonasi tidak tepat.
1 Pelafalan fonem tidak jelas, banyak dipengaruhi dialek, dan intonasi tidak tepat
b. Kosakata

5 Penguasaan kata-kata, istilah, dan ungkapan yang tepat, sesuai dan variatif
4 Penggunaan kata, istilah dann ungkapan kurang tepat, kurang sesuai meskipun variatif
3 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang dan kurang sesuai serta kurang bervariatif
2 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan kurang tepat, kurang sesuai dan sangat terbatas
1 Penggunaan kata, istilah dan ungkapan tidak tepat, tidak sesuai, dan sangat terbatas
c. Struktur

5 Hampir tidak terjadi kesalahan struktur
4 Sekali-kali terdapat kesalahan struktur
3 Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang dan tepat
2    Kesalahan struktur terjadi berulang-ulang dan banyak jenisnya
1 Kesalahan struktur banyak, berulang-ulang sehingga mengganggu pemahaman


B. Aspek Nonkebahasaan
a. Materi

5 Topik dan uraian sesuai, mendalam, mudah dipahami dan unsur wacana lengkap
4 Topik dan uraian sesuai, kuarang mendalam, agak sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap
3 topik dan uraian sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap
2 topik dan uraian kurang sesuai, kurang mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap
1 topik dan uraian tidak sesuai, tidak mendalam, sulit dipahami, unsur wacana tidak lengkap
b. Kelancaran

5 pembicaraan lancar sejal awal sampai akhir, jeda tepat
4 Pembicaraan lancar, jeda kurang tepat
3 Pembicaraan agak tersendat, jeda kurang tepat
2 Pembicaraan sering tersendat, jeda tidak tepat
1 Pembicaraan tersendat-sendat, dan jeda tidak tepat
c. Gaya

5 Gerakan, busana santun, wajar, tepat, luwes
4 Gerakan, busana santun, wajar, tepat, kurang luwes
3    Gerakan, buasana santun, wajar, kurang tepat, kurang luwes
2 gerakan , busana kurang santun, kurang wajar, kurang tepat, kurang luwes
1 gerakan dan busana tidak santun, tidak wajar, tidak tepat dan tidak luwes.



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberi pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas daripada metode dan teknik.
Ada empat jenis strategi pembelajaran berbahasa lisan,yaitu:
a. Strategi deduktif, dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui.
b.Strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui.
c.Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar,serta memberikanbalikan.
d.Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing.
Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, perlu adanya pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah pembelajaran dramatisasi kreatif. Dengan pembelajaran dramatisasi kreatif diharapkan hasil ketrampilan berbicara siswa menjadi meningkat dan lebih baik.
Ketermapilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada tingkat ketermapilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang,misalnya profesi sebagai manager, jaksa, pengacara, guru dan wartawan.
3.2  Saran
Guru tidak dapat melepaskan diri dari bantuan media dalam melakukan pembelajaran berbicara. Dengan dukungan media, guru berharap dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan membentuk keterampilan berbicaranya.
Dalam kegiatan bermain peran, wawancara, diskusi, bertelepon, dan dramatisasi, misalnya guru dapat memanfaatkan media video untuk menampilkan model-model dari setiap kegiatan tersebut. Di samping itu, guru dapat memanfaatkan media gambar untuk kegiatan reka cerita gambar, memberi petunjuk, melaporkan, atau kegiatan lain yang membutuhkan bantuan konkretisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari buku :
Tarigan, Djago. (1991). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Yetti Mulyati dkk. (2007). Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sumber dari internet :
http://www.slideshare.net/NASuprawoto/metodologi-pembelajaran-bahasa-indonesia
http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=149:pbin-4301-strategi-pembelajaran-bahasa-indonesia&catid=30:fkip&Itemid=75
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/peningkatan-ketrampilan-berbicara-melalui-pembelajaran-dramatisasi-kreatif-pada-siswa-kelas-v-sdn-menyarik-kecamatan-winongan-kabupaten-pasuruan-dwi-budiarti-47144.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar