BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Bab IV Pasal
19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 mengatakan bahwa proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.
Sesuai dengan isi peraturan pemerintah di atas, maka ada sejumlah prinsip
khusus dalam pengelolaan pembelajaran, sebagai berikut :
1.
Interaktif
Dalam proses
pembelajaran terjadi interaksi, baik antara guru dan siswa, antara siswa dan
siswa, dan antara siswa dengan lingkungan. Maka dari itu, guru dalam mengajar
tidak hanya sekedar menyampaikan pengetahuan saja, tetapi guru juga harus dapat
menciptakan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
2.
Inspiratif
Dalam proses
pembelajaran harus memungkinkan siswa untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Oleh
karena itu, guru mesti membuka berabagai kemungkinan yang dapat dikerjakan
siswa.
3.
Menyenangkan
Agar proses
pembelajaran dapat mengembangkan seluruh potensi siswa, maka perlu diupayakan
agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan (enjoyful learning).
4. Menantang
Proses
pembelajaran harus dapat merangsang siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir (learning how to learn) dan melakukan (learning how to do).
5. Motivasi
Motivasi
diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan siswa untuk bertindak dan
melakukan sesuatu. Maka dari itu, guru harus dapat membangkitkan motivasi
siswa, karena tanpa motivasi tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk
belajar.
Dalam proses
pembelajaran, siswa bukan hanya sadar akan apa yang dipelajari tetapi juga
memiliki kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus
dipelajari itu. Inilah hakikat belajar sepanjang hayat, dimana proses belajar
tidak akan berhenti atau terbatas di sekolah saja, akan tetapi memungkinkan
siswa akan secara terus-menerus belajar dan belajar.
Persoalan
mendasar yang hingga kini masih sangat dilematis dan kerap dihadapi Guru
Sekolah Dasar (SD) di dalam proses belajar mengajar, adalah membangun suasana
pembelajaran yang aktif-partisipatif ,yang mampu melibatkan siswa dalam
interaksi dialogis dan berkualitas dengan guru, dan atau antar siswa. Akibatnya
, iklim kelas pembelajaranpun kurang menarik, menyenangkan, dan membetahkan
bagi siswa. Siswa hanya menjadi penerima pasif, kurang responsif, dan ada
kecenderungan untuk menolak berinteraksi dengan guru.
Bila kita
menengok kondisi saat ini, sekolah masih dianggap suatu aktifitas yang
mengasyikkan justru di luar jam pelajaran, tetapi bila di dalam kelas mereka
merasa terbebani. Hal ini tampak dari sorak sorai siswa bila mereka mendengar pengumuman
pulang pagi ada rapat guru. Wajah mereka berseri-seri seakan terbebas dari
belenggu yang menjerat lehernya. Sementara didalam sistem pendidikan Indonesia
guru itu adalah sentral. Bisa kita bayangkan konsekuensi bagi guru apabila
kondisi pembelajaran tetap seperti ini.
Oleh sebab
itu, dirasa perlu bagi guru mengembangkan metode baru untuk menarik perhatian
dan minat belajar siswa.Kurangnya minat baca siswa saat ini merupakan salah
satu faktor ketertinggalan anak usia sekolah khususnya siswa Sekolah
Dasar.Bayak diantara mereka yang jenuh dengan keadaan membaca yang diciptakan
guru dalam proses belajar mengajar.
Dewasa ini
dikenal sebuah metode yang banyak digunakan di berbagai negara yaitu Metode Quantum
Learning.Dengan metode ini diharapkan peserta didik belajar dengan nyaman
dan menyenangkan, serta mendapatkan hasil yang baik.
Metode Quantum
Learning memberikan kiat – kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses
yang dapat menghemat waktu, menajamkan pemahaman dan daya ingat, dan membuat
belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.(Bobbi De Potter
dan Mike Hernacki, 1999 : v)
Mengingat
suksesnya Metode Quantum Learning diterapkan di berbagai negara, maka
tidak ada salahnya metode ini diterapkan dalam pembelajaran di Sekolah dasar di
Indonesia.Dan untuk karya tulis ini, penulis mencoba menerapkan Metode Quantum
Learning pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
- B. Rumusan Masalah
Bersarkan
uraian diatas maka dapat dipaparkan masalah sebagai berikut:
- Bagaimanakah pengembagan metode Quantum learning dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas awal SD?
- Mampukah metode Quantum Learning meningkatkan minat baca siswa kelas awal SD ?
- C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dari penulisan Karya tulis ini adalah sebagai berikut
:
- Mengembangkan metode Quantum Learning dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas awal SD?
- 2. Meningkatkan kemampuan minat baca siswa kelas awal melalui metode Quantum Learning.
- D. Manfaat
Manfaat yang
dapat diperoleh antara lain :
- Peningkatan krearitifitas guru dalam proses pembelajaran
- Terciptanya suasana belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan.
- 3. Peningkatan minat baca siswa kelas awal SD melalui metode Quantum Learning
BAB II
PEMBAHASAN
- A. Membaca
- 1. Pengertian Membaca
Membaca pada
hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya
melafalkan tulisan tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berfikir,
psikolinguistik, dan metakognitif.Sebagai proses visual membaca merupakan proses
menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan.Sebagai suatu
proses berfikir, membaca mencakup aktifitas pengenalan kata, pemahaman literal,
interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif.Pengenalan kata bisa berupa
katifitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus, Fairda Rahim (dalam
Crawley dan Mountain, 1995).
Komponen
dasar dari proses membaca antara lain : recording, decoding, dan meaning.Pada
kelas awal SD biasaya komponen yang dipakai adalah recording dan decoding
dikenal dengan istila membaca permulaan.
Farida Rahim
(dalam Klein dkk, 1996) mengemukakan bahwa defenisi membaca mencakup (1)membaca
merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategi (3) membaca merupakan
interaktif.
Membaca
merupakan proses interaktif antara pembaca dengan teks.
- 2. Manfaat Membaca
Manfaat umum
dari membaca adalah kita dapat belajar dari pengalaman orang lain. Dan dapat
menambah pengetahuan serta pengalaman.
Hernowo
(dalam Jordan Ayan)”Disepanjang hampir seluruh jenjang pendidikan kita diajarca
terutama untuk mencari informasi, bukan untuk memahami bahwa membaca
berpengaruh positif terhadap kreatifitas.Kita banyak diajari “cara ampuh untuk
membaca” bukan “Keampuhan membaca.
Membaca yang
baik adalah ketika pembaca dapat menerima sugesti posif dari bahan bi posif
dari bahan bacaan yang mereka baca dan akhirnya mampu diimplementasikan dalam
hidupnya dan bahkan untuk orang- orang disekitarnya.Dengan membaca, kita dapat
memasuki pikiran orang lain, menambah pemikiran dan pengalaman kita.Dengan
membaca kita menambah ide sehingga nantinya mampu menghasilkan kreatifitas.
- B. Metode Quantum Learning
- Latar belakang Quantum Learning
Tokoh utama
di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga
yang kemudian terjun di bidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua
bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah perintis,
pencetus, dan pengembang utama pembelajaran kuantum. Semenjak tahun 1982
DePorter mematangkan dan mengembangkan gagasan pembelajaran kuantum di SuperCamp,
sebuah lembaga pembelajaran yang terletak Kirkwood Meadows, Negara Bagian
California, Amerika Serikat. SuperCamp sendiri didirikan atau dilahirkan
oleh Learning Forum, sebuah perusahahan yang memusatkan perhatian pada
hal-ihwal pembelajaran guna pengembanga potensi diri manusia. Dengan dibantu
oleh teman-temannya, terutama Eric Jansen, Greg Simmons, Mike Hernacki, Mark
Reardon, dan Sarah Singer-Nourie, DePorter secara terprogram dan terencana
menguji cobakan gagasan-gagasan pembelajaran kuantum kepada para remaja di SuperCamp
selama tahun-tahun awal dasawarsa 1980-an. “Metode ini dibangun berdasarkan
pengalaman dan penelitian terhadap 25 ribu siswa dan sinergi pendapat ratusan
guru di SuperCamp”, jelas DePorter dalam Quantum Teaching (2001:
4). “Di SuperCamp inilah prinsip-prinsip dan metode-metode Quantum
Learning menemukan bentuknya”, ungkapnya dalam buku Quantum Learning
(1999:3).
Dalam metode
Quantum Learning hal pertama yang hendak di tumbuhkan adalah sebuah
pertanyaan penting “ Apakah manfaatnya bagiku ?”.Pertanyaan ini dalam metode Quantum
learning dikenal dengan AMBAK (Apa Manfaat BaguKu).
“Menciptakan
minat adalah cara yang sangat baik untuk memberikan motivasi pada diri Anda
demi mencapai tujuan Anda”.(Bobby dan mike, 1999 : 51 ).Kondisi lingkungan
merupakan hal esensial bagi metode Quantum Learning.Lingkungan belajar
yang tepat menurut metode ini adalah ; 1).Menciptakan suasana yang nyaman dan
santai, 2 ) Menggunakan musik supaya terasa santai, terjaga dan siap untuk
berkonsentrasi, 3) Ciptakan dan sesuaikan suasana hati dengan berbagai jenis
musik, 4) Gunakan pengingat – pengingat visual untuk mempertahankan sikap
postif, 5) Berinteraksilah denganlingkungan Anda untuk menjadi pelajar yang
lebih baik. ( Bobbi dan Mike, 1999 : 65 )
Menurut
Bobby, Mark dan Sarah ( 2004 : 88 – 89 ), kerangka perancangan Quantum
Teaching yang merupakan cara praktis Quantum Learning di ruang –
ruang kelas dikenal dengan istila TANDUR.TANDUR dalam hal ini adalah :
Tumbuhkan, Alami, Namai, Demontrasikan, Ulangi dan Rayakan.
Tumbuhkan
yaitu sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan AMBAK : Alami yaitu berikan
mereka pengalaman belajar,tumbuhkan “ kebutuhan untuk mengetahui”:Namai yaitu
berikan “data”, tepat saat minat memuncak: Demonstrasikan yaitu berikan kesempatan
bagi mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi; Ulangi yaitu
rekatkan gambaran keseluruhan; Rayakan yaitu jika layak dipelajari, maka layak
pula dirayakan.perayaan menambatkan belajar dengan assosiasi positif.
- Karakteristik Umum metode Quantum Learning
Walaupun
memiliki akar landasan bermacam-macam sebagaimana dikemukakan di atas,
pembelajaran kuantum memiliki karakteristik umum yang dapat memantapkan dan
menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok
pembelajaran kuantum sebagai berikut:
a. Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai. Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum. Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan fisika kuantum – kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih bersifat kognitif daripada fisis.
b. Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis. Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.
c. Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis, bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis. Karena itu, menurut hemat penulis, nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Malah dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme kognitif, bukan konstruktivisme sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu mengedepankan atau mengutamakan lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.
d. Pembelajaran kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan], menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks pembelajaran. Atau lebih tepat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak memisahkan dan tidak membedakan antara res cogitans dan res extenza, antara apa yang di dalam dan apa yang di luar. Dalam pandangan pembelajaran kuantum, lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
e.Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran kuantum. Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar. Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran kuantum.
f. Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Di sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya, menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan, atau dieliminasi. Di sini berbagai kiat, cara, dan teknik dapat dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.
g. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
h. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai. Pengalaman yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal ini hanya membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat dilakukan upaya membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar pada satu pihak dan pada pihak lain mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu dilakukan secara seimbang.
i. Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni. Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan kegagalan pembelajaran. Kepaduan dan kesesuaian keduanya secara fungsional akan membuahkan keberhasilan pembelajaran yang tinggi; ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang dimainkan dalam sebuah orkestra.
j. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran, tidak bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan akademis dan prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal.
k. Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses pembelajaran.Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah (punishment dan reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan dimantapkan. Makin kuat dan mantap nilai dan keyakinan positif yang dimiliki oleh pembelajar, kemungkinan berhasil dalam pembelajaran akan makin tinggi. Dikatakan demikian sebab “Nilai-nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita memandang dunia. Kita mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan bertingkah laku berdasarkan cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”, ungkap DePorter dalam Quantum Business (2000:54).
l. Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi. Karena itu, dalam pembelajaran kuantum berkembang ucapan: Selamat datang keberagaman dan kebebasan, selamat tinggal keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah perlunya diakui keragaman gaya belajar siswa atau pembelajar, dikembangkannya aktivitas-aktivitas pembelajar yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran. Pada sisi lain perlu disingkirkan penyeragaman gaya belajar pembelajar, aktivitas pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat dan metode pembelajaran.
m.Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.
a. Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai. Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum. Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan fisika kuantum – kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih bersifat kognitif daripada fisis.
b. Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis. Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.
c. Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis, bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis. Karena itu, menurut hemat penulis, nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Malah dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme kognitif, bukan konstruktivisme sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu mengedepankan atau mengutamakan lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.
d. Pembelajaran kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan], menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks pembelajaran. Atau lebih tepat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak memisahkan dan tidak membedakan antara res cogitans dan res extenza, antara apa yang di dalam dan apa yang di luar. Dalam pandangan pembelajaran kuantum, lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.
e.Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran kuantum. Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar. Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran kuantum.
f. Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Di sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya, menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan, atau dieliminasi. Di sini berbagai kiat, cara, dan teknik dapat dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.
g. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.
h. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai. Pengalaman yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal ini hanya membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat dilakukan upaya membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar pada satu pihak dan pada pihak lain mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu dilakukan secara seimbang.
i. Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni. Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan kegagalan pembelajaran. Kepaduan dan kesesuaian keduanya secara fungsional akan membuahkan keberhasilan pembelajaran yang tinggi; ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang dimainkan dalam sebuah orkestra.
j. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran, tidak bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan akademis dan prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal.
k. Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses pembelajaran.Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah (punishment dan reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan dimantapkan. Makin kuat dan mantap nilai dan keyakinan positif yang dimiliki oleh pembelajar, kemungkinan berhasil dalam pembelajaran akan makin tinggi. Dikatakan demikian sebab “Nilai-nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita memandang dunia. Kita mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan bertingkah laku berdasarkan cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”, ungkap DePorter dalam Quantum Business (2000:54).
l. Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi. Karena itu, dalam pembelajaran kuantum berkembang ucapan: Selamat datang keberagaman dan kebebasan, selamat tinggal keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah perlunya diakui keragaman gaya belajar siswa atau pembelajar, dikembangkannya aktivitas-aktivitas pembelajar yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran. Pada sisi lain perlu disingkirkan penyeragaman gaya belajar pembelajar, aktivitas pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat dan metode pembelajaran.
m.Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.
- Prinsip Metode Quantum Learning
Prinsip
utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam
Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka
(Pembelajar). Setiap bentuk interaksi dengan pembelajar, setiap rancangan
kurikulum, dan setiap metode pembelajaran harus dibangun di atas prinsip utama
tersebut. Prinsip tersebut menuntut pengajar untuk memasuki dunia pembelajar
sebagai langkah pertama pembelajaran selain juga mengharuskan pengajar untuk
membangun jembatan otentik memasuki kehidupan pembelajar. Untuk itu, pengajar
dapat memanfaatkan pengalaman-pengalaman yang dimiliki pembelajar sebagai titik
tolaknya. Dengan jalan ini pengajar akan mudah membelajarkan pembelajar baik
dalam bentuk memimpin, mendampingi, dan memudahkan pembelajar menuju kesadaran
dan ilmu yang lebih luas. Jika hal tersebut dapat dilaksanakan, maka baik
pembelajar maupun pembelajar akan memperoleh pemahaman baru. Di samping berarti
dunia pembelajar diperluas, hal ini juga berarti dunia pengajar diperluas. Di
sinilah Dunia Kita menjadi dunia bersama pengajar dan pembelajar. Inilah
dinamika pembelajaran manusia selaku pembelajar.
Dalam
pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan
permainan orkestra simfoni. Selain memiliki lagu atau partitur, pemainan
simfoni ini memiliki struktur dasar chord. Struktur dasar chord ini dapat
disebut prinsip-prinsip dasar pembelajaran kuantum.
Prinsip-prinsip
dasar ini ada lima macam berikut ini :
- 1. Ketahuilah bahwa Segalanya Berbicara
Dalam
pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai
dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai sikap guru, mulai kertas
yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya
mengirim pesan tentang pembelajaran.
2. Ketahuilah bahwa Segalanya Betujuan
2. Ketahuilah bahwa Segalanya Betujuan
Semua yang
terjadi dalam proses pengubahan energi menjadi cahaya mempunyai tujuan. Tidak
ada kejadian yang tidak bertujuan. Baik pembelajar maupun pengajar harus
menyadari bahwa kejadian yang dibuatnya selalu bertujuan.
3. Sadarilah bahwa Pengalaman Mendahului Penamaan
Proses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Dikatakan demikian karena otak manusia berkembang pesat dengan adanya stimulan yang kompleks, yang selanjutnya akan menggerakkan rasa ingin tahu.
4. Akuilah Setiap Usaha yang Dilakukan dalam Pembelajaran
Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko besar. Dikatakan demikian karena pembelajaran berarti melangkah keluar dari kenyamanan dan kemapanan di samping berarti membongkar pengetahuan sebelumnya. Pada waktu pembelajar melakukan langkah keluar ini, mereka patut memperoleh pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Bahkan sekalipun mereka berbuat kesalahan, perlu diberi pengakuan atas usaha yang mereka lakukan.
5. Sadarilah bahwa Sesuatu yang Layak Dipelajari Layak Pula Dirayakan
Segala sesuatu yang layak dipelajari oleh pembelajar sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya. Perayaaan atas apa yang telah dipelajari dapat memberikan balikan mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan pembelajaran.
3. Sadarilah bahwa Pengalaman Mendahului Penamaan
Proses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. Dikatakan demikian karena otak manusia berkembang pesat dengan adanya stimulan yang kompleks, yang selanjutnya akan menggerakkan rasa ingin tahu.
4. Akuilah Setiap Usaha yang Dilakukan dalam Pembelajaran
Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko besar. Dikatakan demikian karena pembelajaran berarti melangkah keluar dari kenyamanan dan kemapanan di samping berarti membongkar pengetahuan sebelumnya. Pada waktu pembelajar melakukan langkah keluar ini, mereka patut memperoleh pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Bahkan sekalipun mereka berbuat kesalahan, perlu diberi pengakuan atas usaha yang mereka lakukan.
5. Sadarilah bahwa Sesuatu yang Layak Dipelajari Layak Pula Dirayakan
Segala sesuatu yang layak dipelajari oleh pembelajar sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya. Perayaaan atas apa yang telah dipelajari dapat memberikan balikan mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan pembelajaran.
Dalam
pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran harus berdampak
bagi terbentuknya keunggulan. Dengan kata lain, pembelajaran perlu diartikan
sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah
dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran kuantum.
Ada delapan
prinsip keunggulan – yang juga disebut delapan kunci keunggulan – yang diyakini
dalam pembelajaran kuantum. Delapan kunci keunggulan itu sebagai berikut :
a. Terapkanlah Hidup dalam Integritas.
Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar yang pada gilirannya mencapai tujuan belajar. Dengan kata lain, integritas dapat membuka pintu jalan menuju prestasi puncak.
a. Terapkanlah Hidup dalam Integritas.
Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu. Hal ini dapat meningkatkan motivasi belajar yang pada gilirannya mencapai tujuan belajar. Dengan kata lain, integritas dapat membuka pintu jalan menuju prestasi puncak.
b. Akuilah
Kegagalan Dapat Membawa Kesuksesan.
Dalam
pembelajaran, kita harus mengerti dan mengakui bahwa kesalahan atau kegagalan
dapat memberikan informasi kepada kita yang diperlukan untuk belajar lebih
lanjut sehingga kita dapat berhasil. Kegagalan janganlah membuat cemas terus
menerus dan diberi hukuman karena kegagalan merupakan tanda bahwa seseorang
telah belajar.
c.
Berbicaralah dengan Niat Baik.
Dalam
pembelajaran, perlu dikembangkan keterampilan berbicara dalam arti positif dan
bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur dan langsung. Niat baik berbicara
dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar pembelajar.
d. Tegaskanlah Komitmen.
d. Tegaskanlah Komitmen.
Dalam
pembelajaran, baik pengajar maupun pembelajar harus mengikuti visi-misi tanpa
ragu-ragu, tetap pada rel yang telah ditetapkan. Untuk itu, mereka perlu
melakukan apa saja untuk menyelesaikan pekerjaan. Di sinilah perlu dikembangkan
slogan: Saya harus menyelesaikan pekerjaan yang memang harus saya selesaikan,
bukan yang hanya saya senangi.
e. Jadilah Pemilik.
e. Jadilah Pemilik.
Dalam
pembelajaran harus ada tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab tidak mungkin
terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu. Karena itu, pengajar dan
pembelajar harus bertanggung jawab atas apa yang menjadi tugas mereka. Mereka
hendaklah menjadi manusia yang dapat diandalkan, seseorang yang bertanggung
jawab.
f. Tetaplah Lentur
Dalam pembelajaran, pertahankan kemampuan untuk mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pembelajar, lebih-lebih pengajar, harus panai-pandai membaca lingkungan dan suasana, dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan. Misalnya, di kelas guru dapat saja mengubah rencana pembelajaran bilamana diperlukan demi keberhasilan siswa-siswanya; jangan mati-matian mempertahankan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
g. Pertahankanlah Keseimbangan.
Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal. Tetap dalam keseimbangan merupakan proses berjalan yang membutuhkan penyesuaian terus-menerus sehingga diperlukan sikap dan tindakan cermat dari pembelajar dan pengajaran.
f. Tetaplah Lentur
Dalam pembelajaran, pertahankan kemampuan untuk mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pembelajar, lebih-lebih pengajar, harus panai-pandai membaca lingkungan dan suasana, dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan. Misalnya, di kelas guru dapat saja mengubah rencana pembelajaran bilamana diperlukan demi keberhasilan siswa-siswanya; jangan mati-matian mempertahankan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
g. Pertahankanlah Keseimbangan.
Dalam pembelajaran, pertahankan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal. Tetap dalam keseimbangan merupakan proses berjalan yang membutuhkan penyesuaian terus-menerus sehingga diperlukan sikap dan tindakan cermat dari pembelajar dan pengajaran.
Selain
memiliki karakteristik umum dan prinsip-prinsip utama seperti dikemukakan di
atas, pembelajaran kuantum memiliki pandangan tertentu tentang pembelajaran dan
pembelajar. Beberapa pandangan mengenai pembelajaran dan pembelajar yang
dimaksud dapat dikemukakan secara ringkas berikut.
C. Minat
Baca.
Masalah klasik
yang selalu saja memrihatinkan kita bersama adalah rendahnya minat baca.Mungkin
ada yang tidak beres dalam pengelolaan kelas, dalam membangun iklim kondusif di
sekolah sehingga kegiatan sepenting membaca menjadi tidak menarik dan
terabaikan. Padahal tidak ada yang membantah bahwa membaca adalah kegiatan yang
paling penting dalam dunia pendidikan formal.
Mungkin
kritik Edward T. Hall patut didengar kembali. “Salah satu kesalahan terbesar
pendidikan modern adalah overstructuring,” katanya. Semua kegiatan
dilaksanakanselalu terprogram formal dan kaku sehingga tidak memberi peluang
improvisasi, kreativitas, tidak membolehkan unsur bermain di setiap titik pada
proses pendidikan.
Kecakapan
baca-tulis-hitung (calistung) di sekolah dasar adalah pondasi utama bagi siswa
untuk mengembangkan potensinya pada jenjang pendidikan berikutnya. Tetapi
sayang pembelajaran baca-tulis belum kita kembangkan secara optimal. Padahal
kecakapan membaca (reading skill) bukan hanya berarti anak dapat membaca
cepat, tepat artikulasi, dan fasih pelafalannya. Justru yang terpenting dalam reading
skill adalah kemampuan anak untuk dapat memaknai (making meaning)
atau menangkap inti informasi kegiatan membaca yang sesungguhnya. Ketrampilan
menulis bukan sekadar siswa dapat menulis rapi, jelas, dan tepat penggunakan
huruf besar serta meletakkan titik koma. Seharusnya ketrampilan menulis berarti
siswa mampu menuangkan gagasan atau mendeskripsikan segala sesuatu secara
tertulis dengan logis dan komunikatif, betapapun sederhananya ide/topik yang
diungkapkan.
Oleh karena
itu sudah saatnya pembelajaran membaca dan menulis dikembangkan menjadi proses
pembelajaran yang menarik. Menarik dalam arti merangsang minat anak dan tidak “overstructuring’
sebagaimana kritik Edward T. Hall tadi. Apa yang dimaksud dengan kemampuan
merangkai huruf menjadi kata bermakna? Anak bisa membaca karena memang mampu
merangkai huruf menjadi satu kata dan memahami makna kata yang dihasilkan tersebut.
Anak tahu bahwa rangkaian huruf s ditambah u ditambah s ditambah u menghasilkan
kata susu dan memahami bahwa kata tersebut mewakili susu yang biasa ia minum
misalnya, karena memang dia mengerti. Bukan karena hafal. la mampu membaca
(reading the word), bukan sekedar membunyikan (sounding the word).
Nah, inilah
yang perlu dipahami oleh guru SD kelas bawah. Jika guru menjumpai anak yang
mampu “membaca” dengan cepat tetapi tidak memahami maknanya, guru harus segera
memberi perhatian lebih khusus. Apalagi jika anak tidak bisa menghasilkan bunyi
kata yang sama ketika tempatnya berubah -sementara susunan hurufnya sama-
berarti anak memang belum mengerti konsep huruf. Jika tidak segera ditangani,
anak mengalami kesulitan belajar pada masa-masa berikutnya, bukan saja dalam
hal membaca, melainkan juga dalam berbagai bidang lainnya.
Secara
sederhana, jenjang pendidikan di SD bisa kita bagi menjadi dua, yakni tahap
pembangunan (foundation stage) dan tahap pembentukan orientasi (orientation
stage). Tahap pertama berlangsung pada rentang kelas usia enam sampai dengan
sembilan tahun atau kira-kira sejajar dengan kelas 1 sampai 3 SD. Sedangkan
tahap kedua berlangsung sejak anak kelas 4 sampai 6 SD.
Pada tahap pertama, yang paling pokok untuk kita tumbuhkan adalah sense of competence (perasaan atau kepekaan mcngenai kompetensi), sikap positif terhadap belajar yang sekaligus merupakan modal awal membangun motivasi belajar, serta dasar-dasar atau fondasi belajar. Bukan keterampilan. Itu sebabnya, guru tidak boleh terburu-buru memacu anak bisa membaca. Guru harus memastikan bahwa jika anak bisa membaca, baik ketika anak baru memasuki kelas satu SD maupun jenjang sebelumnya (TK), anak memang benar-benar mampu membaca. Bukan membunyikan.
Pembelajaran di SD kelas bawah yang menekankan pada keterampilan, jika tidak hati-hati, bisa menyebabkan terjadinya salah perlakuan. Kita bahagia jika anak sudah bisa membaca pada usia empat atau lima tahun. Tetapi kita harus memperhatikan atas sebab apa anak lancar membaca pada usia itu? Jika anak terampil membaca karena anak sangat bersemangat belajar, insya-Allah ini merupakan berita gembira. Selain bermanfaat meningkatkan IQnya, juga secara jangka panjang memacu semangat belajarnya. Tetapi jika anak terampil membaca menjelang masuk SD karena latihan ketat (drill) yang diberikan oleh guru TK, maka guru SD kelas 1 perlu melakukan proses pembelajaran ulang. Jika tidak, minat membacanya -dan secara umum minat belajar- bisa merosot pada usia tujuh atau sepuluh tahun.
Pada tahap pertama, yang paling pokok untuk kita tumbuhkan adalah sense of competence (perasaan atau kepekaan mcngenai kompetensi), sikap positif terhadap belajar yang sekaligus merupakan modal awal membangun motivasi belajar, serta dasar-dasar atau fondasi belajar. Bukan keterampilan. Itu sebabnya, guru tidak boleh terburu-buru memacu anak bisa membaca. Guru harus memastikan bahwa jika anak bisa membaca, baik ketika anak baru memasuki kelas satu SD maupun jenjang sebelumnya (TK), anak memang benar-benar mampu membaca. Bukan membunyikan.
Pembelajaran di SD kelas bawah yang menekankan pada keterampilan, jika tidak hati-hati, bisa menyebabkan terjadinya salah perlakuan. Kita bahagia jika anak sudah bisa membaca pada usia empat atau lima tahun. Tetapi kita harus memperhatikan atas sebab apa anak lancar membaca pada usia itu? Jika anak terampil membaca karena anak sangat bersemangat belajar, insya-Allah ini merupakan berita gembira. Selain bermanfaat meningkatkan IQnya, juga secara jangka panjang memacu semangat belajarnya. Tetapi jika anak terampil membaca menjelang masuk SD karena latihan ketat (drill) yang diberikan oleh guru TK, maka guru SD kelas 1 perlu melakukan proses pembelajaran ulang. Jika tidak, minat membacanya -dan secara umum minat belajar- bisa merosot pada usia tujuh atau sepuluh tahun.
Melalui
pengajaran bahasa Indonesia, guru harus mengarahkan siswanya agar dapat: a.
membaca atau melek huruf b. memahami pengertian dan peranan membaca c. memahami
teori dasar membaca d. memiliki minat baca e. memiliki keterampilan membaca
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk
materi pembelajaran membaca siswa diharapkan mampu: memahami teks dengan
membaca nyaring, membaca lancar, membaca puisi anak, membaca dalam hati,
membaca intensif, membaca dongeng, memahami teks dengan membaca intensif (150-200
kata), membaca puisi, memahami teks agak panjang (150-200 kata), petunjuk
pemakaian, makna kata dalam Metodologi Pembelajaran.
Guru harus
berupaya agar pengajaran membaca disukai oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana
apabila guru telah menguasai materi dan cara penyampaian materi. Dalam segi
penyampaian materi guru harus sudah mengenal, memahami, menghayati, dan dapat
menerapkan berbagai metode pengajaran membaca. Metode pengajaran membaca yang
dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain Metode
Kuantum.Ada beberapa teknik pembelajaran membaca yang dapat diterapkan di SD,
antara lain: a) Mengubah Bacaan ke dalam Gambar Tujuan: Siswa dapat memaknai
bacaan dengan cara membuat gambar menurut persepsinya. Siswa membaca sebuah
bacaan. Kemudian, siswa membuat gambar yang dapat menampung isi bacaan. Alat
yang digunakan: Teks bacaan dan alat tulis menulis. (Kegiatan tersebut dapat
dilakukan perseorangan maupun kelompok). Cara menerapkan: (1) guru memberikan
pengantar mengenai teknik pembelajaran mengubah bacaan ke dalam gambar, (2)
guru membagikan teks bacaan kepada masing-masing siswa, (3) siswa mulai
membaca, setelah itu langsung menuangkan ke dalam gambar, (4) siswa memberikan
makna gambar tersebut, (5) siswa mempresentasikan hasil pemaknaan yang mereka
buat, (6) siswa lain mengomentari presentasi temannya, (7) guru memberikan
refleksi hasil pembelajaran hari itu. b) Membaca Bergantian yang bertujuan agar
siswa dapat membaca bersuara sesuai dengan intonasi dan lafal dengan tepat.
Siswa dengan bersuara membaca tiap paragraf secara bergantian dengan
pasangannya.
D.Implementasi
Pembelajaran Quantum Learning dalam Peningkatan Minat Baca Siswa SD
Metode Quantum
learning dapat diimplementasikan untuk mata pelajaran apapun.Namun dalam
Kaarya tulis ini hanya akan dibahas implementasi pembelajarn Quantum
learning dalam meningkatkan minat baca siswa Sekolah Dasar.
Langkah-langkah
yang harus dilakukan menurut mtode Quantum learning dalam meningkatkan
minat baca siswa antara lain :
- Tumbuhkan.
Guru menumbuhkan
minat siswa dengan memuaskan AMBAk mereka.Dalam meningkatkan minat baca siswa
guru sebaiknya memberikan materi bacaan yang menarik bagi siswa sehingga minat
baca siswa dapat meningkat.
- Alami.
Ada baiknya
dalam meningkatkan minat baca siswa guru sebaiknya menyesuaikan situasi dan
kondisi lingkungan pembelajaran dengan bahan yang dibaca siswa.Misal :
pembelajaran membaca dengan tema Pertanian, guru dapat mengajak siswa ke
lingkungan persawahan.Selanjutnya siswa diajak membaca sesuai dengan Tema pertanian.Dengan
mengajak siswa ke lingkungan bacaan yang dimaksud maka siswa akan mengalami
sendiri bagaimana lingkungan pertanian sebenarnya dan pada akhirnya siswa minat
baca siswa akan meningkat.
- Namai.
Agar lebih
mudah diingat, guru sebaiknya berusaha memberikan sebuah nama terhadap apa yang
dilakukan.sekecil apapun itu, pemberian nama sangat penting agar siswa mudah
mengingat pembelajaran yang diajarkan oleh guru.
- Demonstrasikan.
Guru
mengajak siswa untu mendemontrasikan apa yang dibaca.Misalnya Adik menyanyikan
lagu “padamu Negeri”.Maka guru sebaiknya mengajak siswa bernyanyi “Padamu
Negeri”.
- Ulangi.
Guru
mengajak siswa mengulangi apa yang dibaca sehingga apa yang siswa baca akan
terekan dalam memori mereka.
- Rayakan.
Setiap
selesai membaca, guru mengajak siswa merayakan proses belajar yang telah
berhasil siswa kerjakan, boleh dengan bertepuk tangan, bernyanyi, mengancungkan
jempol pada siswa, memberikan pujian ataupun perayaan lain yang bisa memuaskan
hati siswa dengan pelajaran yang telah mereka lakukan.Cara sepeti ini biasanya
juga dikenal dengan istila “memberi penguatan.
BAB III
PENUTUP
- A. Kesimpulan.
Prinsip
pelaksanaan Metode Quantum Learnig dikenal dengan istilah TANDUR.TANDUR
dalam hal ini adalah : Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan
rayakan.
Metode Quantum
Learning cocok dalam peningkatan minat baca siswa, dengan metode minat baca
siswa akan lebih meningkat dengan memberikan pelajaran yang lebih bermakna bagi
siswa.Metode Quantum Learrning dikemas untuk menyenangkan pembelajaran
siswa.Dengan pemberdayaan siswa sendiri dalam proses belajar mengajar maka
minat siswa akan meningkat sehingga nantinya mereka akan gemar dan mau melakukan
hal seperti itu lagi tanpa paksaan dari siapaun melainkan kesadaran dari mereka
sendiri.
Dalam hal
ini guru dituntut untuk menjadi seorang pendidk yang mampu menyatu dengan siswa
mereka, menjadikan siswa sebagai individu yang butuh dihargai.Guru dituntut
untuk mengemas proses pembelajaran yang aktif, dan kreatif yang pada akhirnya
akan menyenangkan siswa.
- B. Saran.
Banyak
diantara guru yang belum mengeti dan memahami metode Quantum Learning sehingga
dalam pelaksaan pembelajaran, masih banyak guru menggunakan merode lama yang
membosankan bagi siswa.oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi bagi guru
untuk memperkenalkan bagaimana kedahsyatan dan keampuhan metode Quantum
learning dalam keberhasilan pembelajaran siswa dalam kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar